UU Cipta Kerja
Alasan 32 Pelajar yang Ditangkap Saat Hendak Demo ke Monas: Beli Ikan Cupang hingga ke Rumah Saudara
Kapolsek Bekasi Utara, Chalid Thayib mengatakan, 32 pelajar diamankan polisi di Stasiun Bekasi, Kota Bekasi, Jawa Barat, Selasa (13/10/2020).
Editor:
Malvyandie Haryadi
Pengamat politik sekaligus Direktur Eksekutif Indonesia Public Institute (IPI) Karyono Wibowo menilai, pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) menjadi Undang-Undang Cipta Kerja bahkan memicu aksi demo di sejumlah daerah.
Meski, Karyono menyebut bahwa fenomena ketidakpuasan yang diekspresikan dalam bentuk aksi unjuk rasa merupakan hal lumrah.
"Aksi demonstrasi dalam pembahasan sebuah RUU seperti halnya RUU Cipta Kerja ini adalah hal biasa sebagaimana sering terjadi dalam pembahasan rancangan undang-undang (RUU) yang lain," kata Karyono melalui keterangan tertulis kepada Tribunnews, Selasa (13/10/2020).
Lebih lanjut, Karyono mengatakan, dalam pembahasan RUU acapkali menimbulkan konflik dari para pihak yang berkepentingan.
Ketidakpuasan kalangan buruh tidak hanya diekspresikan pada pembahasan RUU Cipta Kerja.
Ketidakpuasan yang berujung pada aksi demo, sebelumnya juga terjadi dalam pembahasan RUU maupun kebijakan dalam pelbagai regulasi yang menyangkut nasib kaum buruh.
"Tentu saja, organisasi serikat buruh berkepentingan untuk memperjuangkan hak -hak buruh," ucapnya.
Sementara, pemerintah bersama DPR sebagai regulator memiliki kepentingan untuk membuat aturan yang diselaraskan dengan program pembangunan nasional seperti meningkatkan investasi dan penciptaan lapangan kerja.
Dalam fungsinya sebagai regulator dan fasilitator, maka pemerintah perlu menjaga kesimbangan antara meningkatkan investasi dengan kesejahteraan buruh atau pekerja.
Peran pemerintah sebagai regulator adalah menyiapkan arah untuk menyeimbangkan penyelenggaraan pembangunan melalui penerbitan peraturan perundang-undangan.
Sedangkan pengusaha membutuhkan kepastian hukum demi terciptanya iklim usaha yang kondusif dan sustainable.
Konteks inilah yang membutuhkan kesepahaman oleh para pemangku kepentingan (stakeholder).
"Terjadinya aksi unjuk rasa karena belum ada kesepahaman di antara para stakeholder. Aksi demo yang dilakukan sejumlah elemen buruh karena pihak buruh merasa beleid tersebut belum memenuhi sekurang-kurangnya ada 7 poin yang menjadi keberatan, yaitu soal upah minimum yang penuh persyaratan, pesangon, kontrak kerja, outsourcing, kompensasi, waktu kerja, dan soal upah cuti," papar Karyono.
Sementara pihak pemerintah menilai beleid tersebut sudah mengakomodir hak-hak buruh.
"Inilah yang perlu diperjelas agar terjadi kesepahaman," imbuhnya.