UU Cipta Kerja
MK Sudah Terima Uji Materi Dari Serikat Pekerja, Baleg DPR: Tidak Ada Perubahan UU Cipta Kerja
Kedua orang tersebut berasal dari Dewan Pimpinan Pusat Federasi Serikat Pekerja Singaperbangsa (DPP FSPS).
Editor:
Hendra Gunawan
DPP FSPS menilai pasal-pasal tersebut telah mengubah ketentuan PKWT, upah
minimum, pesangon, uang penghargaan, dan uang penggantian hak. Mereka menilai
berubahnya ketentuan tersebut merugikan buruh.
Baca juga: Siswa SMP Bawa Jas Almamater Milik Ibunya Ikut Demo UU Cipta Kerja
Sehingga, DPP FSPS meminta MK agar pasal-pasal tersebut dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.
Sebelumnya, sejak disahkan pada 5 Oktober, Omnibus Law mendapat protes yang membuat munculnya demo besar-besaran di berbagai daerah. Puncaknya pada 8 Oktober, demo menolak Omnibus Law di sejumlah
daerah berujung ricuh dan menimbulkan kerusakan fasilitas umum. Merespons
gelombang penolakan terhadap Omnibus Law, Presiden Jokowi meminta masyarakat
yang tak puas bisa mengajukan gugatan ke MK.
Tidak Berubah
Badan Legislasi (Baleg) DPR memastikan tidak ada perubahan subtansi dalam draf
Undang-Undang Cipta Kerja, yang telah disahkan saat rapat paripurna dan sekarang
sudah difinalkan menjadi 812 halaman.
Ketua Baleg DPR Supratman Andi Agtas mengatakan, terkait pasal 79 dalam klaster ketenagakerjaan telah putuskan dalam rapat panitia kerja (Panja) RUU Cipta Kerja.
"Pasal 79, terkait dengan ayat 1, ayat 2, ayat 3 itu adalah hasil keputusan Mahkamah
Konstitusi (MK). Nah itu yang kami kembalikan semua," papar Supratman.
Supratman menyebut, dirinya bersama anggota Panja lainnya telah membaca satu per
satu terhadap materi muatan UU Cipta Kerja yang sudah diputuskan dalam rapat
paripurna DPR pada 5 Oktober 2020.
"Kami kembalikan kepada Kesekjenan sesuai dengan draf yang terakhir (tanpa mengubah subtansi)," ucap politikus Gerindra itu.
Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin memastikan tidak ada kepentingan pribadi pada
pembahasan Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja, hingga akhirnya disahkan
menjadi undang-undang.
"Tidak ada interest, kepentingan pribadi, kepentingan kelompok dalam kami pimpinan DPR, pimpinan fraksi dan Badan Legislasi memanfaatkan kondisi tertentu untuk hal yang menguntungkan para pihak tertentu," ujar Azis.
Azis meyakini proses pembahasan yang dilakukan di Badan Legislasi (Baleg) DPR
sudah sesuai mekanisme dan tata cara dalam pengambilan keputusan di DPR.
Bahkan, kata Azis, setiap rapat RUU tersebut selalu ada catatan hingga rekamannya
yang dapat diakses masyarakat secara luas.
"Bagi yang masih kontra, ada mekanisme konstitusi yang dibuka oleh aturan-aturan konstitusi kita melalui Mahkamah Konstitusi. Kami sangat menghargai perbedaan-perbedaan untuk bisa dilakukan ke MK," papar Azis.