Singgung Kasus Rudapaksa di Pesantren, Komnas Perempuan Berharap RUU TPKS Segara Disahkan
Ketua Komnas Perempuan Andy Yentriani berharap Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) dapat segera disahkan
TRIBUNNEWS.COM - Ketua Komnas Perempuan Andy Yentriyani berharap Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) dapat segera disahkan.
Mengingat, kasus berlatar belakang kekerasan seksual saat ini sangat butuh kejelasan mengenai aturannya.
Jangan sampai, kata Andy, penanganan kasus seperti ini lamban hingga akhirnya berujung fatal.
"Ini yang lebih mengerikan lagi, sekarang ini bahwa dengan kita menunda-nunda kapasitas untuk menangani korban kekerasan seksual, itu tidak sebanding dengan laju pelaporan dan pengungkapan kasus."
"Bayangkan ini kita mau menunggu berapa banyak lagi korban dengan situasi yang fatal," tegas Andy dikutip dari Kompas Tv, Senin (13/12/2021).
Padahal, kata Andy, sudah banyak korban berjatuhan dengan situasi yang makin kompleks.
Baca juga: Sahroni: Pemerintah, Polri dan Semua Elemen Harus Lindungi Santri dari Predator Seksual
Seperti misalnya kasus di Maluku Utara yang akhirnya korban dikabarkan meninggal dunia karena sangat lambat penanganannya.
"Kita saksikan (juga) bagaimana kasus di pesatren, yang terakhir ya yang terungkap itu melibatkan banyak korban dalam durasi yang panjang yang sebetulnya merupakan bagian dari tindakan perbudakan seksual," kata Andy.
"Jadi mau sampai berapa lama untuk sebuah proses legislasi yang sebetulnya tidak dapat kita campur adukan itu," kata Andy.

Indonesia Darurat Kekerasan Seksual
Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai NasDem Bidang Hubungan Legislatif, Atang Irawan menyebut Indonesia saat ini darurat kekerasan seksual.
Untuk itu, pihaknya meminta masyarakat mengawal penetapan Draft RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) untuk dibawa ke Sidang Paripurna.
Menurut Atang, negara tidak boleh tinggal diam melihat banyaknya kasus kekerasan seksual yang terjadi di masyarakat.
"Ini adalah kewajiban asasi bagi kita dan ditengah-tengah darurat kekerasan seksual."
"Negara memiliki kewajiban untuk bertindak (obligation to conduct), yaitu melakukan langkah-langkah tertentu untuk melaksanakan pemenuhan suatu hak dan kewajiban untuk berdampak (obligation to result), yaitu mencapai tujuan yang diamanatkan dalam konstitusi."