Jenderal Andika Perkasa Hapus Tes Akademik dan Renang dalam Proses Seleksi Penerimaan Prajurit TNI
Selain mengizinkan keturunan anggota PKI mendaftar jadi anggota TNI, Andika membuat perubahan di dalam rangkaian proses seleksi penerimaan TNI.
Penulis:
Gita Irawan
Editor:
Dewi Agustina
Norma HAM yang dimaksud Taufan dalam hal ini adalah setiap orang tanpa kecuali harus diperlakukan sama dengan memperoleh hak yang sama juga.
Tentu kata dia, tanpa adanya tindakan diskriminatif dan bahkan hal tersebut sejalan dengan dan diatur dalam konstitusi negara.
"Konstitusi kita juga sudah menjelaskan itu terkait hak asasi manusia, hak setiap orang untuk mendapatkan pekerjaan, pendidikan atau berpartisipasi dalam pemerintahan, politik dll," bebernya.
Atas hal itu, Komnas HAM kata Taufan, menghormati sekaligus menyambut baik kebijakan yang ditetapkan Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa yang tidak membedakan calon prajurit berasal dari keturunan manapun.
"Angkat topi untuk keberanian beliau (Andika Perkasa)," ucap Taufan.
Baca juga: Jenderal Andika Perkasa Hapus Syarat Renang dan Tes Akademik Dalam Penerimaan Prajurit TNI
Bahkan perihal jika nantinya ada penolakan dari korban pada masa PKI itu sendiri, Taufan meyakini kalau TNI memiliki cara sendiri untuk mengatasinya.
Sebab kata dia, hal tersebut sudah menjadi konsekuensi setiap negara yang di mana harus memperlakukan setiap warganya tanpa ada diskriminatif.
"Ini kan konsekuensi kita bernegara yang diikat oleh konstitusi kita yang harus memperlakukan semua orang sama dan tanpa diskriminasi. TNI tentu punya cara untuk mengatasi penolakan seperti itu," ujarnya.
Apresiasi juga disampaikan Setara Institute.
Wakil Ketua Badan Pengurus Setara Institute, Bonar Tigor Naipospos menyebut Jenderal Andika Perkasa layak diacungi jempol.
"Keputusan Panglima Andika Perkasa memperbolehkan keturunan PKI mengikuti tes penerimaan prajurit TNI tahun 2022 patut diberikan acungan jempol dan mendapat apresiasi tinggi," kata Tigor, dalam keterangannya, Kamis (31/3/2022).
Tigor mengatakan peristiwa 1965 yang terkait dengan PKI sudah berjalan lebih dari 50 tahun.
Bahkan, mereka yang merupakan keturunan PKI dan simpatisannya saat ini merupakan generasi ketiga yakni cucu bahkan keempat sudah jadi cicit.
"Adalah tindakan yang irasional dan diluar perikemanusiaan apabila mereka tetap menanggung 'dosa turunan' dan diperlakukan tidak setara sebagai warga negara. Sudah saatnya bangsa ini berdamai dengan sejarah masa lalu," kata Tigor.
"Setara Institute berharap keputusan Panglima TNI hendaknya menjadi terobosan baru bagi bangsa ini dalam melakukan refleksi dan rekonsiliasi terhadap peristiwa 1965. Sudah saatnya mata rantai stigma dan banalitas diakhiri. Termasuk juga upaya untuk menjadikan peristiwa 1965 sebagai komoditi kelompok tertentu untuk menyudutkan kompetitor politiknya," sambung dia.