Selasa, 26 Agustus 2025

Aturan Pengibaran Bendera Setengah Tiang 30 September, Ini Sejarah Pemberontakan G30S

Penjelasan mengenai aturan pengibaran bendera setengah tiang pada 30 September di Indonesia untuk peringatan peristiwa G30S.

Penulis: Lanny Latifah
Editor: Tiara Shelavie
KOMPAS.com / Indra Akuntono
Ilustrasi Istana Presiden: Bendera setengah tiang berkibar di Istana Kepresidenan Jakarta, Rabu (30/9/2015). Aturan pengibaran bendera setengah tiang terdapat dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan, berikut pejelasannya. 

Berbagai kebijakan yang diusulkan PKI diterima dan diterapkan, seperti berikut:

- Mempersenjatakan Angkatan V (Buruh Tani) untuk menghadapi konfrontasi dengan Malaysia;

- Pembubaran Masyumi karena dianggap bertanggung jawab atas peristiwa PRRI/Persemesta.

Baca juga: Tujuan G30S 1965, Upaya Kudeta dan Gugurnya 10 Pahlawan Revolusi di Jakarta dan Yogyakarta

Pada awal Agustus 1965, ketika Presiden Soekarno tiba-tiba pingsan setelah berpidato, banyak pihak yang beranggapan bahwa usia beliau tidak akan lama lagi.

Hal tersebut menimbulkan pertanyaan, siapa pengganti Presiden Soekarno nantinya?

Pertanyaan tersebut yang menyebabkan persaingan semakin tajam antara PKI dengan TNI.

Peristiwa gerakan 30 September 1965, pada dasarnya berlangsung selama dua hari.

Hari pertama tanggal 30 September berupa kegiatan kordinasi dan persiapan, kemudian tanggal 1 Oktober 1965 dinihari kegiatan pelaksanaan penculikkan dan pembunuhan.

Kronologi terjadinya pemberontakan:

1. Gerakan 30 September 1965 berada dibawah kendali Letkol. Untung dari Komando Balation I resimen Cakrabirawa.

2. Letkol Untung menunjuk Lettu Dul Arief menjadi ketua pelaksanaan penculikkan.

3. Pasukan bergerak mulai pukul 03.00, enam Jendral menjadi korban penculikkan dan pembunuhan yakni Letjen. Ahmad Yani, Mayjen. R. Soeprapto, Mayjen. Harjono, Mayjen. S. Parman, Brigjen D.I. Panjaitan dan Brigjen Sutoyo dan satu perwira yakni Lettu Pirre Tandean. Keseluruhannya dimasukan kedalam lubang dikasawan Pondok Gede, Jakarta.

4. Satu Jenderal selamat dalam penculikkan ini yakni Jendral A.H. Nasution, namun putrinya menjadi korban yakni Ade Irma Suryani serta ajudannya Lettu. Pierre Tandean.

5. Korban lain ialah, Brigadir Polisi K.S. Tubun wafat ketika mengawal rumah Dr. J. Leimana.

6. Gerakan ini menyebar juga di Jawa Tengah dan D.I Yogyakarta, Kolonel Katamso dan Letkol. Sugiono menjadi korban karena tidak mendukung gerakan ini.

Halaman
1234
Sumber: TribunSolo.com
Berita Terkait
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan