MK Putuskan Larang Eks Napi Koruptor Nyaleg 5 Tahun Setelah Bebas dari Penjara
Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan melarang mantan terpidana kasus korupsi mencalonkan diri sebagai anggota legislatif selama 5 tahun setelah bebas
MK mengatakan masa tunggu 5 tahun setelah terpidana selesai menjalankan masa pidana adalah waktu yang dipandang cukup untuk melakukan introspeksi diri dan beradaptasi dengan masyarakat lingkungannya.
Bukan cuma untuk calon kepala daerah, tapi juga dalam hal ini calon anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota.
Hal tersebut sama seperti persyaratan keharusan mengungkap secara terbuka kepada publik tentang jati dirinya dan tak menutupi latar belakang kehidupannya yang juga dalam rangka memberikan bahan pertimbangan bagi calon pemilih dalam menilai atau menentukan pilihannya.
Sehingga para pemilih bisa secara kritis menilai calon yang akan dipilihnya apakah pilihan baik yang memiliki kekurangan maupun kelebihan.
Oleh karena itu, pemilih atau masyarakat dapat mempertimbangkan dalam memberikan atau tidak memberikan suaranya kepada calon mantan terpidana tersebut.
“Selain itu, untuk pengisian jabatan melalui pemilihan (elected officials), pada akhirnya masyarakat yang memiliki kedaulatan tertinggi yang akan menentukan pilihannya," ungkapnya.
Di samping itu, fakta empirik kata MK telah terjadi pengulangan tindak pidana khususnya tindak pidana korupsi. Hal ini membuat kian jauh tujuan untuk menghadirkan pemimpin bersih, jujur dan berintegritas.
Dengan tujuan demi melindungi kepentingan yang lebih besar, yaitu kepentingan masyarakat akan pemimpin yang bersih, berintegritas, dan mampu memberi pelayanan publik yang baik serta menghadirkan kesejahteraan bagi masyarakat yang dipimpinnya, MK tidak menemukan jalan lain kecuali memberlakukan syarat kumulatif atau syarat tambahan terhadap pencalonan anggota legislatif.
"Selain itu, langkah demikian juga dipandang penting oleh Mahkamah demi memberikan kepastian hukum serta mengembalikan makna esensial dari pemilihan calon anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota, yakni menghasilkan orang-orang yang memiliki kualitas dan integritas untuk menjadi pejabat publik dan pada saat yang sama tidak menghilangkan hak politik warga negara yang pernah menjadi terpidana untuk tetap turut berpartisipasi di dalam pemerintahan," tutup MK.