Pilpres 2024
Ketika Langkah Anies Baswedan Terusik Perjanjian dengan Prabowo, Apakah Akan Mulus Jadi Capres 2024?
Perjanjian Prabowo dan Anies Baswedan terkait Pilpres menjadi sorotan saat mantan Gubernur DKI Jakarta sudah mengantongi tiket Capres 2024.
Penulis:
Adi Suhendi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan ternyata memimiliki perjanjian dengan Prabowo Subianto soal Pilpres 2024.
Perjanjian tersebut diketahui dibuat Anies Baswedan dan Prabowo Subianto saat Pilkada DKI Jakarta 2017 silam.
Diketahui pada Pilkada DKI Jakarta 2017 silam, Anies Baswedan maju menjadi calon gubernur didampingi Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Sandiaga Uno.
Pasangan yang didukung Gerindra dan PKS tersebut pun akhirnya memenangkan pertarungan Pilkada DKI Jakarta.
Di tengah jalan Sandiaga Uno memilih meninggalkan jabatan Wakil Gubernur DKI Jakarta dan memilih mendampingi Prabowo Subianto menjadi calon wakil presiden pada Pilpres 2019.
Baca juga: Demokrat: Koalisi Perubahan Terbuka Bagi Parpol yang Mau Menangkan Anies Baswedan
Menjalang Pilpres 2024 ini, Sandiaga pun mengungkit perjanjian Anies Baswedan dengan Prabowo Subianto.
Hingga saat ini isi perjanjian Anies Baswedan dan Prabowo Subianto masih dirahasiakan Gerindra.
Ketua Harian DPP Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad yang memegang perjanjian Anies Baswedan dan Prabowo Subianto mengatakan isi perjanjian itu bukan untuk konsumsi publik.
"Tapi isinya apa? sekali lagi saya bilang itu bukan buat konsumsi publik," kata Dasco di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (31/1/2023).
Baca juga: Dasco Angkat Bicara Soal Isi Perjanjian Prabowo dan Anies: Bukan untuk Konsumsi Publik
Dasco mengungkapkan Gerindra memang selama ini sengaja tak ingin membocorkan isi perjanjian itu.
Namun, bisa saja nantinya isi perjanjian itu diinformasikan tergantung dinamika politik ke depannya.
"Nanti di kesempatan lain, ya lihat perkembangan lah nanti apakah kita kemudian akan cerita sedikit atau bagaimana," kata Dasco.
Sementara itu, Anies Baswedan saat ditanya soal perjanjian tersebut disela-sela kunjungannya di Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB) enggan memberikan tanggapan.
Anies hanya menebar senyuman saat wartawan menanyakan soal perjanjian itu.
Baca juga: Gerindra Benarkan Prabowo dan Anies Baswedan Punya Janji Soal Pilpres
Kemudian ia melayani pengunjung di Sultan Muhammad Salahuddin Bima, Selasa (31/1/2023).
Setelah itu, Anies Baswedan tetap tidak menjawab pertanyaan wartawan terkait perjanjian tersebut.
Mantan Gubernur DKI Jakarta tersebut memilih menjawab pertanyaan lain, yang dilempar lagi oleh wartawan lain.
Terpisah, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang menjadi partai pendukung Anies Baswedan dalam Pilkada DKi Jakarta mengaku tak mengetahui perjanjian Prabowo Subianto dan Anies Baswedan.
"Saya tidak tahu perjanjian tersebut," kata juru bicara PKS Muhammad Kholid saat dikonfirmasi, Selasa (31/1/2023).
Kholid lantas mempertanyakan maksud Sandiaga mengungkapkan adanya perjanjian tersebut.
"Baiknya kita move on menatap ke depan," ujarnya.
Berbagi Biaya untuk Pilkada DKI
Sementara itu, Sudirman Said, utusan Anies di tim kecil rencana Koalisi Perubahan mengatakan dirinya tak mengetahui perjanjian Anies dan Prabowo Subianto terkait Pilpres.
Menurut Sudirman Said, dirinya hanya mengetahui jika Anies sempat ditawari Ketua Umum Partai Gerindra itu menjadi calon wakil presiden (cawapres) di 2019.
"Mengenai perjanjian Pilpres tidak pernah mendengar itu. Yang ada adalah saya ini membantu Pak Prabowo ikut membicarakan kepada Pak Anies kemungkinan Pak Anies bersedia menjadi cawapres," kata Sudirman Said seusai PKS nyatakan dukung Anies sebagai capres 2024 di Gubug Makan Mang Engking Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Banten, Senin (30/1/2023).

Sudirman Said menyebut bahwa kala itu dirinya menyampaikan tawaran itu berkali-kali dan jawaban Anies tetap sama, yakni sedang mengurusi DKI Jakarta.
"Berkali-kali saya diskusi, jawaban beliau (Anies) 'saya akan fokus mengurus Jakarta karena itu di Pemilu (2019) ini saya tidak ikut'," ujarnya.
Ia menjelaskan komitmen itu pun disampaikan Anies dalam wawancara dengan Mata Najwa dan belakangan menjadi viral.
"Jadi saya tidak tahu perjanjian yang dimaksud Pak Sandi mudahan-mudahan beliau keliru," ucap Said.
Lebih lanjut, Sudirman Said mengungkapkan jika dirinya hanya mengetahui perjanjian antara Anies dan Sandiaga Uno soal pemilihan kepala daerah (Pilkada) DKI Jakarta.
"Yang ada adalah perjanjian soal berbagi beban biaya Pilkada dengan Pak Sandi itu saya tahu," ujarnya.
Menurutnya, perjanjian tersebut berisikan utang piutang lantaran kala itu Anies tak memiliki uang yang cukup.
"Dalam perjanjian itu antara lain kemudian ada juga perjanjian utang piutang dengan Pak Sandi dan Pak Anies karena waktu itu Pak Anies tidak punya uang," ungkapnya.
Diketahui perjanjian Anies dan Prabowo diungkap pertama kali
Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Sandiaga Uno.
Dalam tayangan podcast Akbar Faisal Uncencored yang dikutip Senin (30/1/2023), Sandiaga mengatakan bahwa perjanjian tersebut tertulis dan dibuatkan oleh Fadli Zon.
“Tertulis dan untuk episode itu saya mengusulkan Bang Akbar mengundang Fadli Zon. Karena dia yang mendraft dan dia yang menulis tangan itu,” kata Sandiaga Uno.
Ia menjelaskan bahwa perjanjian itu berkaitan dengan beredarnya potongan video Anies bicara tak akan maju pilpres jika Prabowo juga maju sebagai capres.
Kala itu, Sandiaga menjadi Wakil Anies untuk maju di Pemilihan Gubernur DKI Jakarta.
Yang pada akhirnya sempat menimbulkan kebuntuan di internal Partai Gerindra.
Kemudian atas kebuntuan tersebut dibentuklah sebuah perjanjian tertulis oleh Fadli Zon.
“Terus terang waktu itu sempat ada kebuntuan. Dan sosok sosok Fadli Zon itu yang mungkin cukup sentral untuk akhirnya melihat, merumuskan dan meramu dari 3 kubu itu,” tuturnya.
“Waktu itu kan ada saya, Pak Prabowo dan Pak Anies. Dan dia yang membuat itu dalam sebuah perjanjian yang dia tulis tangan sendiri,” lanjut Sandiaga.
Ketika ditanya lebih rinci soal isi perjanjian tersebut, Sandiaga enggan menjawab lebih jauh.
Ia hanya menyarankan agar Fadli Zon yang mengungkap secara detil isi perjanjian tersebut.
Sebab, kata Sandiaga, dirinya tidak memegang salinan dari perjanjian tersebut.
“Detailnya nanti Pak Fadli. Dan memang ada beberapa poin. Dan ini cukup detail apa yang disepakati termasuk juga berkaitan dengan, karena itu di awal dari koalisi dan di awal dari penentuan paslon, jadi juga melingkupi tahapan-tahapan ke depan,” kata Sandiaga.
“Jadi saat itu, saya sendiri enggak megang itu copy-nya, kalau ga salah ada di brankasnya Pak Fadli atau Pak Prabowo,” lanjut dia.
Lalu, apakah perjanjian dengan Prabowo akan menjegal Anies Baswedan maju dalam Pilpres 2024?
Seperti diketahui Anies Baswedan saat ini sudah mengantongi tiket Capres 2024 setelah tiga partai yang tergabung dalam Koalisi Perubahan yakni NasDem, Demokrat, dan PKS menyatakan mendukung Anies.
Jika digabungkan, ketiga partai politik memiliki total kursi di Senayan sebanyak 163 atau 28,34 persen.
Adapun rinciannya Nasdem 59 kursi atau 10,26 persen, Demokrat 54 kursi atau 9,39 persen, dan PKS 50 kursi atau 8,70 persen.
Tentu saja angka tersebut jauh melebihi syarat presidential threshold atau ambang batas pencalonan presiden 20 persen.
Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR) Ujang Komarudin menyebut pencalonan Anies Baswedan dalam Pilpres 2024 tak akan terhalang isu perjanjian dengan Prabowo Subianto.
Menurut Ujang, Anies akan tak akan mundur dari proses pencapresan lantaran sudah didukung tiga partai politik, yakni Nasdem, PKS, dan Demokrat.
"Secara politis tidak berpengaruh karena kelihatannya Nasdem, PKS dan Demokrat akan berjalan dalam pencapresan Anies itu," kata Ujang kepada Tribunnews.com, Selasa (31/1/2023).
Menurut Ujang dalam politik adalah hal yang wajar sikap politik seseorang berubah.
Namun dari sisi psikologis, jika Anies terus melanjutkan pencapresan, Ujang memprediksi bakal ada gangguan yang datang dari kelompok atau pendukung Prabowo.
Sebab, Anies dianggap ingkar terhadap perjanjian dengan Prabowo.
"Secara psikologis cenderung mungkin Prabowo dengan tim dan pendukungnya akan mengecam Anies karena menyayangkan sikap Anies yang berubah pikiran, yang tak konsisten dalam konteks pencapresan," ucap Ujang.
Terpisah, Analis Politik dan Direktur IndoStrategi Research and Consulting Arif Nurul Imam menilai bla perjanjian Prabowo-Anies benar adanya, Anies Baswedan dapat dikatakan mengingkari janji.
"Jika itu memang ada perjanjian maka Anies Baswedan bisa disebut ingkar janji pada Prabowo atau kacang lupa kulitnya," ujar Arif kepada wartawan, Selasa (31/1/2023).
Menurut Arif, Anies pun terlihat sebenarnya mengetahui perjanjian yang dia sepakati itu.
Hal ini terlihat dari pernyataan Anies selama ini yang selalu bilang tidak akan melawan promotornya Prabowo dalam kontestasi politik.
"Mungkin bisa dikatakan Anies lupa bahwa Prabowo orang yang telah menjadi promotornya dalam Pilgub DKI yang berjasa besar mengantarkan menjadi Gubernur," katanya.
Menurut Arif, Anies pun perlu hati-hati dengan dengan diungkapnya perjanjian itu oleh Sandiaga. Sebab publik bisa jadi akan melihatnya negatif.
"Ini tentu akan menimbulkan persepsi negatif bahwa Anies adalah orang yang ambisius mengejar kekuasaan," ujarnya.
(Tribunnews.com/ chaerul umam/ fersianus waku/ muhammad Zulfikar)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.