Berkaca dari Putusan Sebelumnya, Pakar: Tak Ada Alasan MK Kabulkan Sistem Proporsional Tertutup
Menurutnya, putusan MK ini mencerminkan kedaulatan rakyat karena dapat memilih langsung calon anggota legislatif pada Pileg.
Penulis:
Naufal Lanten
Editor:
Muhammad Zulfikar
Laporan Reporter Tribunnews.com, Naufal Lanten
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) dinilai tidak memiliki alasan untuk mengabulkan gugatan sistem proporsional tertutup yang saat ini sidangnya tengah bergulir.
Hal ini disampaikan Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Andalas Feri Amsari dalam Forum Diskusi Denpasar 12 bertajuk Perubahan Sistem Pemilu dan Dampaknya Bagi Demokrasi yang digelar secara virtual, Rabu (22/2/2023).
“Saya merasa tidak ada alasan konstitusional apapun yang bisa dimiliki MK (kabulkan sistem proporsional tertutup),” kata Feri.
Baca juga: Pakar Curiga Gugatan Sistem Proporsional Terbuka Akal-akalan untuk Tunda Pemilu
Pertama, lanjut dia, mahkamah sebelumnya juga telah mengeluarkan putusan dalam perkara Nomor 22-24/PUU-VI/2008.
Ia mengatakan bahwa dalam putusan tersebut pada prinsipnya menyatakan bahwa pemilu untuk memilih anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota dilaksanakan dengan sistem proporsional terbuka.
Menurutnya, putusan MK ini mencerminkan kedaulatan rakyat karena dapat memilih langsung calon anggota legislatif pada Pileg.
“Konsep sistem Pemilu kita mengarahkan bahwa sistem yang paling tepat adalah proposional terbuka,” katanya.
“MK sudah menyatakan konstitusionalitasnya. Tidak boleh lagi setelah dinyatakan sebuah sistem konstitusional, lalu tiba-tiba ada tafsir baru,” lanjut Feri.
Ia lantas mencontohkan gugatan sistem proporsional terbuka di tengah berjalannya tahapan Pemilu.
Hal ini layaknya pertandingan sepak bola yang akan dieselenggarkaan beberapa saat lagi, namun tiba-tiba wasit memutuskan adanya perubahan aturan main.
Kata Feri, itu bisa memicu keributan baik dari pemain, pelatih hingga penonton yang telah siap menyaksikan jalannya pertandingan.
Baca juga: Pakar Sebut Sistem Pemilu Proporsional Terbuka Sudah Sesuai Konstitusi dan Azas Luber Jurdil
“Jadi di dalam sepakbola pun ada sistem yang ajeg. Ada aturan yang ajeg. MK tidak punya landasan apapun dalam mengubah ini,” tuturnya.
Di sisi lain, Feri mengatakan bahwa perubahan putusan MK terhadap konstitusi hanya bisa dilakukan jika memang konstitusi tersebut mengalami perubahan.
Namun dalam hal ini, kata dia, pengujian aturan terkait sistem proporsional terbuka masih menggunakan batu uji yang sama dengan putusan MK sebelumnya.
“Oleh sebab itu, MK itu dilarang hakim-hakimnya mengubah tafsir berdasarkan kondisi politik yang ada. Dia harus mengacu kepada batu ujinya yaitu pasal-pasal konstitusi.”
“Jika ini tidak diubah, tidak boleh putusan yang sudah bilang begitu. Satu-satunya yang boleh mengubah tafsir adalah ketika pasal-pasal konstitusi itu mengalami perubahan,” papar Feri.
Seperti diketahui, sidang uji materi UU Pemilu soal sistem pemilihan legislatif proporsional terbuka terdaftar dengan perkara nomor 114/PUU-XX/2022.
Dalam sidang yang digelar pada Kamis (26/1/2023) lalu, Pemerintah menyatakan bahwa sistem proporsional terbuka merupakan mekanisme terbaik dalam penyelenggaraan Pemilihan Umum (Pemilu) di Indonesia.
Hal ini disampaikan Dirjen Politik dan PUM Kemendagri Bahtiar yang mewakili Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian dan Menkumham Yasonna Laoly sekaligus Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam Sidang Pleno Pengujian Materil Undang-Undang Pemilihan Umum di Mahkamah Konstitusi.
Sementara Anggota DPR RI Fraksi PDIP Arteria Dahlan menyatakan pihaknya mendukung penerapan sistem proporsional tertutup.
“Fraksi Partai Demokrasi Indonesia (PDIP lebih memilih sistem proporsional tertutup. Sikap ini berbeda dengan sikap 8 fraksi partai di DPR RI,” kata Arteria Dahlan di hadapan Hakim MK.
Sementara Anggota Komisi III DPR RI Fraksi Golkar, Supriansa membacakan pandangan 8 Fraksi partai politik di DPR RI, yang menolak penerapan sistem proporsional tertutup dalam Pemilu.
“Kami menolak sistem proporsional tertutup. Sistem Proporsional tertutup merupakan kemunduran demokrasi kita,” kata Supriansa di hadapan Hakim Konstitusi.
Supriansa menjelaskan sejumlah argumentasi lain, di antaranya bahwa sistem proporsional terbuka yang diterapkan sejak era reformasi ini sudah tepat dilakukan.
Apa Itu Sistem Proporsional Tertutup?
Pada Pemilu sebelumnya KPU menerapkan sistem proporsional terbuka.
Sistem proporsional adalah sistem dimana satu daerah pemilihan memilih beberapa wakil.
Dalam sistem proporsional, ada kemungkinan penggabungan partai atau koalisi untuk memperoleh kursi.
Sistem proporsional disebut juga sistem perwakilan berimbang atau multi member constituenty.
Terdapat dua jenis sistem di dalam sistem proporsional yaitu sistem proporsional terbuka dan sistem proporsional tertutup.
Sistem proporsional terbuka adalah sistem pemilu di mana pemilih memiih langsung wakil-wakil legislatifnya.
Sedangkan dalam sistem proporsional tertutup, pemilih hanya memilih partai politiknya saja.
Perbedaan lainnya, pada sistem proporsional terbuka penetapan calon terpilih berdasarkan suara terbanyak.
Sementara dengan proporsional terbuka maka penetapan calon terpilih ditentukan berdasarkan nomor urut.
Jika partai mendapatkan dua kursi maka calon terpilih adalah nomor urut 1 dan 2.
100 Ribu Warga Pati Unjuk Rasa Tuntut Bupati Lengser, Bisakah Sudewo Langsung Dicopot usai Didemo? |
![]() |
---|
Pemerintah Bakal Tindak Tegas Pengibaran Bendera One Piece, Ini Kata Menko Polkam hingga Menteri HAM |
![]() |
---|
Feri Amsari: Negara Tak Boleh Berlebihan Sikapi Bendera One Piece |
![]() |
---|
Feri Amsari: Abolisi dan Amnesti Dikhawatirkan Jadi Pembenaran untuk Memaafkan Koruptor |
![]() |
---|
Feri Amsari Sebut Abolisi dan Amnesti Untuk Koruptor Berbahaya Bagi Pemberantasan Korupsi ke Depan |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.