Minggu, 24 Agustus 2025

Polisi Tembak Polisi

Menanti Vonis Hendra Kurniawan, Agus Nurpatria, Arif Rachman dalam Kasus Obstruction of Justice

Hendra Kurniawan, Agus Nurpatria, Arif Rachman Arifin akan mendengarkan vonis majelis hakim terkait kasus obstruction of justice pada Kamis hari ini.

Penulis: Sri Juliati
Editor: Arif Fajar Nasucha
Kolase Tribunnews.com-Irwan Rismawan/Kompas.com.
Dari kiri ke kanan: Hendra Kurniawan, Agus Nurpatria, dan Arif Rachman Arifin akan mendengarkan vonis majelis hakim terkait kasus obstruction of justice pada Kamis (23/2/2023) hari ini. 

Bahkan jika memungkinkan, dia meminta untuk divonis lebih rendah dari Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumiu.

Alasannya, Arif Rachman hanya bertindak atas perintah Ferdy Sambo.

"Apa yang dilakukan Arif Rachman hanya melaksanakan tugas kedinasan atau perintah atasan yang sah."

"Berdasarkan Undang-Undang Pelayanan Publik, pejabat pelaksana tidak dapat dipersalahkan," kata penasihat hukum Arif, Junaedi Saibih dalam keterangannya pada Rabu (22/2/2023).

Selain itu, Junaedi menilai, kliennya masih memiliki peluang untuk diputus bebas oleh Majelis Hakim.

Sebab, pasal yang didakwakan yaitu Pasal 33 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

Dalam pasal tersebut, semestinya ada fungsi yang terganggu akibat tindakan terdakwa.

"Sementara dalam fakta persidangan, Arif Rachman sama sekali tidak ada akses terhadap sistem CCTV Kompleks," kata Junaedi.

Sementara itu, pengamat hukum pidana dari Universitas Indonesia, Chudry Sitompul menyebut vonis terhadap Arif Rahman, layak lebih ringan dari hukuman Richard Eliezer alias Baharada E, yakni 1 tahun 6 bulan.

Sebab menurut Chudry, Arif Rahman tak berkaitan langsung dengan peristiwa pembuhunan.

"Mestinya orang yang Obstruction of Justice itu jangan dikait-kaitkan dengan masalah pembunuhannya."

"Pertama kan mereka juga enggak tahu kejadian sebenarnya apa."

"Jadi, menurut saya, hukumannya itu enggak usah terlalu berat dari hukuman perkara pembunuhan," ujarnya.

Kemudian Chudry juga menyoroti tuntutan yang dilayangkan jaksa penuntut umum (JPU) kepada Arif Rachman.

Sebagai ahli pidana, dia berpandangan bahwa Pasal 33 Undahg-Undang ITE tak bisa disematkan kepada Arif.

Sebab, pasal tersebut dianggap lebih cocok digunakan untuk menjerat kejahatan yang mengganggu sistem elektronik.

"Yang dimaksud pengrusakan data elektronik kalau misal mereka kirim malware, virus, atau aplikasi yang terakhir sekarang ini. Yang rusak itu software bukan fisiknya, perangkatnya," ujarnya.

(Tribunnews.com/Sri Juliati/Ashri Fadilla/Fahmi Ramadhan/Rahmat Fajar Nugraha)

Sumber: TribunSolo.com
Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan