Pemilu 2024
Pegiat Pemilu: Pernyataan DPR Soal Keterwakilan 30 Persen dalam Pemilu Sudah Tercukupi Tak Sesuai UU
Jika menggunakan PKPU yang berlaku, perempuan dalam kontestasi politik ini dinilai bakal mengalami kerugian sebab tak mencapai perwakilan 30 persen.
Penulis:
Mario Christian Sumampow
Editor:
Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews, Mario Christian Sumampow
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pegiat pemilu Wahidah Suaib yang tergabung dalam organisasi Maju Perempuan Indonesia (MPI) mengatakan landasan DPR tidak melakukan revisi Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) 10/2023 tentang keterwakilan perempuan merupakan pernyataan yang tidak sesuai dengan Undang-Undang (UU).
Sebagaimana diketahui, PKPU No 10 Tahun 2023 tentang Pencalonan Anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota ke Mahkamah dinilai berpolemik dan diharapkan untuk direvisi.
PKPU 10/2023 Pasal 8 Ayat 2 huruf b mengatur soal penghitungan 30 persen bakal calon perempuan di setiap dapil.
Berdasarkan penghitungan pihak koalisi, jika menggunakan PKPU yang berlaku, perempuan dalam kontestasi politik ini dinilai bakal mengalami kerugian sebab tak mencapai perwakilan 30 persen.
Namun DPR berdalih perwakilan perempuan justru sudah melebihi 30 persen. Padahal, tegas Wahidah, DPR melakukan penghitungan dalam skala nasional, bukan per daerah pemilihan (dapil) dan hal inilah yang jadi konteks permasalahan.
Baca juga: Pegiat Pemilu: Sebagai Lembaga Independen, KPU Tidak Boleh Tunduk kepada DPR
“Statement DPR dan Bawaslu (Badan Pengawas Pemilu) ya kalau enggak salah, juga mengatakan begitu bahwa tidak ada masalah kok, sudah tercapai 30 persen secara rata-rata nasional, itu jelas-jelas statement yang tidak sesuai UU,” kata Wahidah ditemui di kawasan Jakarta Pusat, Senin (5/6/2023).
“Semestinya DPR sebagai pembuat UU memahami UU yang telah diketok palu oleh DPR. Karena apa? Aturan keterwakilan 30 persen itu kan bukan rata-rata nasional seperti statement oleh anggota DPR maupun diikuti Bawaslu dan juga saat ini diikuti oleh KPU statement itu, tapi kan per dapil,” tambahnya.
Wahidah menjelaskan, dalam UU 12/2003 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Pasal 61 Ayat 5 jelas menyatakan keterwakilan perempuan 30 persen di setiap dapil.
“Jadi ini betul-betul tidak sesuai UU. Jadi tolong DPR, KPU, maupun Bawaslu jangan menyesatkan informasi ini, jangan menyesatkan logika publik bahwa ini enggak ada masalah, yang penting sudah 30 persen,” tegasnya
“Belum tentu, mari kita cek per dapil, apakah itu terpenuhi atau tidak? Sangat salah kalau kemudian aturannya syarat rata-rata nasional,” Wahidah menambahkan.
Sebagai informasi, 17 April 2023 KPU telah menetapkan PKPU No 10 Tahun 2023 tentang Pencalonan Anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota.
Salah satu klausul dalam PKPU tersebut, yaitu Pasal 8 ayat (2) huruf b, mengatur:
Dalam hal penghitungan 30 persen (tiga puluh persen) jumlah Bakal Calon perempuan di setiap Dapil menghasilkan angka pecahan maka apabila dua tempat desimal di belakang koma bernilai:
a. kurang dari 50 (lima puluh), hasil penghitungan dilakukan pembulatan ke bawah; atau
b. 50 (lima puluh) atau lebih, hasil penghitungan dilakukan pembulatan ke atas.
Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia menyebutkan tidak ada masalah yang perlu dikhawatirkan dalam PKPU 10/2023 seperti yang dikemukakan oleh Koalisi Masyarakat Peduli Perempuan beberapa waktu lalu.
Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama lembaga penyelenggara pemilu, DPR sepakat untuk tidak melakukan revisi sebagaimana masukan dari koalisi perempuan.
Selain karena saat ini sudah berada dalam tahapan pemilu, DPR juga mengambil keputusan dengan berlandaskan data bakal calon legislatif (bacaleg) yang didaftarkan ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI menunjukkan jumlah perempuan lebih dari 30 persen.
"Saya barusan dikirim tadi data dari teman-teman komisioner, saya total semua itu jumlah bakal calon legislatif, mewakili perempuan dari seluruh partai itu kalau ditotal jumlahnya 37,6 persen. Itu sudah jauh di atas 30 persen," tutur Doli beberapa waktu lalu.
Foto: Pegiat pemilu Wahidah Suaib yang tergabung dalam organisasi Maju Perempuan Indonesia (MPI) bersama Koalisi Koalisi Masyarakat Peduli Keterwakilan Perempuan mengajukan saat mengajukan Uji Materi PKPU 10/2023 ke Mahkamah Agung, Jakarta, Senin (5/6/2023).
Pemilu 2024
Dilaporkan Terkait Sewa Jet Pribadi Saat Pemilu 2024, KPU Disebut Langgar Lima Pasal Peraturan DKPP |
---|
Ketua KPU Klaim Sewa Jet Pribadi Saat Pemilu 2024 Tak Menyalahi Aturan dan Telah Diaudit BPK |
---|
KPU Akui Sewa Jet Pribadi Saat Pemilu 2024, Klaim Demi Efektivitas Pengawasan |
---|
Komisi II DPR RI Ungkap Pernah Ingatkan KPU Soal Penggunaan Private Jet: Tidak Pantas Itu |
---|
Komisi II DPR Minta KPU Kooperatif Terkait Dugaan Penyalahgunaan Private Jet |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.