Selasa, 2 September 2025

Psikolog: UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual Berpihak pada Korban

Psikolog Roslina Verauli mengatakan, jumlah tindak kekerasan seksual, pelecehan seksual pada anak perempuan tidak pernah mewakili data sesungguhnya.

Ist
Anggota Komis VIII DPR RI Selly A. Gantina (kanan) dan psikolog klinis Anak, remaja, dan keluarga, Roslina Verauli 

Laporan Wartawan Tribunnews, Eko Sutriyanto

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Psikolog Roslina Verauli mengatakan, jumlah tindak kekerasan seksual, pelecehan seksual pada anak perempuan tidak pernah ada yang atau betul-betul representing mewakili data yang sesungguhnya.

Ini terjadi karena selalu ada konspirasi yang didiamkan atau silence.

“Angka dalam kekerasan seksual tidak pernah ada, dalam pengertian tidak ada yang ngelapor, karena malu, semuanya pengen diam. Ko, Diam! karena dalam kasus-kasus pelecehan seksual selalu ada yang menyalahkan korban," kata Roslina dalam keterangannya, Sabtu (12/8/2023).

Psikolog yang sering menjadi pendamping korban kekeran seksual mencontohkan, banyak yang mengatakan," Salahnya dia kali, karena gesture, gerakan tubuhnya genit."

Kemudian pada korban, ketika terjadi pelecehan seksual, yang pertama muncul, adalah malu, malu jadi korban.

"Kemudian ada perasaan menyalahi diri sendiri. Dan akhirnya korban jadi takut untuk bicara,bahkan juga takut bicara pada orangtua, takut disalahkan keluarga dan takut bikin keluarga malu,” katanya.

Roslina Verauli mengapresiasi munculnya Undang-undang (UU) tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual karena pasal-pasalnya berpihak pada korban.

Ia mencontohkan selama ini, korban kekerasan seksual sering ditanya berkali-kali.

"Semisalnya saat lapor polisi. korban ditanya kejadiannya secara secara spesifik, bagaimana secara detailnya. Kemudian ketemu psikolog ditanyakan lagi. Ketemu lawyer, begitu lagi. Dampaknya apa? Yang tadinya trauma jadi pos trauma. Dalam UU ini laporan cukup satu pintu,” ucapnya.

Kemudian orang-orang yang mengetahui kejadian jika menutupi akan dapat sanksi hukum.

“Orang-orang di sekitar korban harus bicara. Korban betul betul dilindungi dalamartian orang- orang yang menutupi terjadinya kekerasan seksual akan dihukum. Bisa ditanyakan pada ibu Eni dari KPPA,” jelas Roslina.

Selly A. Gantina, Anggota Komis VIII DPR RI mengatakan, Undang Undang Kekerasan Seksual menutupi ruang-ruang kosong dari UU sebelumnya.

"Karena ini kan lex specialis, jadi kan sudah ada UU Perlindungan Anak, sudah ada UU Kekerasan dalam Rumah Tangga, UU Pernikahan.

Tapi kan masih banyak ruang - ruang kosong, sehingga kita lengkapi di dalam Undang - undang kekerasan seksual, dan ruang - ruang kosong inilah yang akhirnya kita buat lex specialis tentang kekerasan seksual supaya nanti tidak tumpang tindih dengan hukum pidana," jelas Selly .

Halaman
12
Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan