Beras Disebut Jadi Sumber Penyakit Diabetes, Mendagri Tito Ajak Masyarakat Makan Jagung Hingga Sukun
Peralihan konsumsi beras dengan produk lain adalah untuk mengurangi beban pemerintah dalam mengadakan beras.
Editor:
Seno Tri Sulistiyono
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian meminta masyarakat untuk beralih konsumsi beras dengan makanan lain yang mengandung karbohidrat seperti jagung, talas maupun sagu.
Hal itu juga untuk mengurangi konsumsi kadar gula yang menyebabkan diabetes.
"Negara sebesar ini saya pernah tugas di Indonesia bagian Tengah dan Timur, saya paham. Jadi ada Papeda sagu, ada jagung, ada talas, yam, itu semua enak-enak itu. Ada ubi jalar, ada sourgum, ada sukun, banyak sekali yang bisa menjadi bahan pokok dan itu sehat," ujar Tito usai menghadiri acara di Kementerian Keuangan, Jakarta, Selasa (3/10/2023).
Baca juga: Ritel Batasi Pembelian Beras, Bapanas: Hanya Untuk Beras SPHP
"Kita tahu beberapa jenis beras mengandung gula, nggak bagus bisa menjadi sumber penyakit diabetes militus, gula," tambah Tito.
Tito bilang, peralihan konsumsi beras dengan produk lain adalah untuk mengurangi beban pemerintah dalam mengadakan beras.
"Kita harapkan stok cukup dan kemudian distribusi lancar. Memang ngga gampang karena Indonesia besar, medan kita kan berat, ada yang ke pulau, ada yang ke gunung," ucap dia.
"Saran saya untuk kita semua, warga negara Indonesia, kuncinya selain stok adalah diversifikasi pangan. Tolong ditekankan betul, diversifikasi pangan, jadi tidak hanya
mengandalkan beras sebagai makanan pokok. Tapi juga karbo-karbo yang lain," sambungnya.
Selain itu, Tito menegaskan bahwa konsumsi non-beras telah dilakukan oleh masyarakat di perkotaan dan bahkan sudah menjadi rutinitas.
Untuk itu, pihaknya berharap masyarakat tidak bergantung pada beras sebagai bahan pokok.
"Sementara seperti ketela, ini orang-orang kota malah sudah mulai beralih ke makanan non-beras, kenapa kita tidak menggenjot kampanye agar masyarakat tidak bergantung kepada beras," ungkapnya.
Di sisi lain, pasar ritel modern mengatur kebijakan pembelian beras sebesar 10 kilogram per orang.
Kepala Badan Pangan Nasional/National Food Agency (NFA) Arief Prasetyo Adi mengungkapkan, pengaturan pembatasan pembelian beras di ritel modern dikhususkan pada beras Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) yang digelontorkan oleh Perum Bulog.
Arief menegaskan bahwa beras SPHP yang berasal dari Cadangan Beras Pemerintah (CBP) ini merupakan strategi pemerintah untuk memperluas jangkauan penyaluran
sehingga masyarakat dapat lebih mudah memperolehnya.
"Untuk jenis beras yang dibatasi 2 pack di pasar ritel, hanya berlaku untuk beras SPHP yang dari Bulog. Kalau untuk beras komersial, itu tergantung dari kebijakan ritel masing-masing," kata Arief.
"Perlu dipahami beras SPHP ini berasal dari CBP yang digelontorkan secara luas ke masyarakat demi stabilisasi pasokan dan harga. Ini juga merupakan arahan Bapak Presiden Joko Widodo yang memerintahkan agar beras pemerintah disalurkan secara masif," tambahnya.
Arief mengatakan pembatasan pembelian beras SPHP di ritel modern merupakan kebijakan yang mendorong masyarakat untuk dapat berbelanja bijak.
Dia memastikan stok beras yang dikelola pemerintah aman dan akan terus diperkuat, terlebih dalam menghadapi kekeringan sebagai dampak El Nino.
"Kenapa harus dibatasi? Ini karena beras SPHP harganya telah ditetapkan pemerintah sebesar Rp 10.900 per kilogram dan setiap rumah logikanya cukup dengan 2 pack. Apalagi kualitas beras SPHP Bulog ini berkualitas premium," ucap dia.
"Tentunya masyarakat kami ajak bersama untuk senantiasa berbelanja bijak, yang artinya sesuai dengan kebutuhan, tidak perlu belanja berlebihan di atas kebutuhan
normal," sambungnya.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat harga beras di tingkat konsumen secara bulanan (month to month/mtm) mengalami peningkatan 5,61 persen pada September 2023.
Diketahui, rata-rata harga beras di tingkat eceran pada Agustus 2023 senilai Rp13.058 per kilogram, sedangkan pada September 2023 naik menjadi Rp13.799 per kilogram.
Inflasi beras secara bulan ke bulan merupakan tertinggi sejak Februari 2018. Bahkan, jika dilihat secara tahun ke tahun alias year on year (yoy) inflasi harga beras meroket
sangat tinggi yakni 18,44 persen.
Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengungkapkan, harga beras kemungkinan besar akan sulit menyusut.
"Harga beras diproyeksi masih sulit turun hingga musim panen raya Maret-Juni 2024 mendatang," ucap Bhima.
Pengamat milenial tersebut mengungkapkan, setidaknya ada 5 faktor yang mempengaruhi pergerakan harga beras. Pertama, El-Nino mulai berdampak pada kekeringan lahan di daerah sentra produksi beras.
Kedua, negara mitra dagang impor beras sedang melakukan pembatasan ekspor, memicu harga beras dipasar internasional naik.
Kalaupun ada impor, harganya sudah pasti mahal dan akan diteruskan ke konsumen. Ketiga, produksi beras trennya terus turun akibat kebijakan pangan yang bermasalah dan kurang antisipatif.
Keempat, alokasi anggaran subsidi pupuk dalam beberapa tahun terakhir terus dipangkas. Bahkan di 2024, anggaran subsidi pupuk hanya Rp26 triliun.
"Alasan kelima, petani dalam kondisi saat ini cenderung menyimpan gabahnya dibanding menjual sebagai antisipasi harga beras yang terus meningkat. Akibatnya ada gangguan pasokan di hulu," papar Bhima.
Ia pun mendorong Pemerintah untuk mengambil sikap untuk menurunkan harga beras di Tanah Air.
Menurut Bhima, Pemerintah bisa turunkan harga beras dengan mengeluarkan seluruh stok yang ada di gudang Bulog.
Meski terbatas, seluruh pasokan harus masuk ke pasar, dengan tentu kerjasama pedagang ritel.
"Upaya lainnya, di berbagai daerah yang defisit neraca beras, harus segera dorong peralihan ke subsitusi pangan seperti jagung, singkong, ubi, sorgum dan sagu," papar Bhima.
"Ini semua perlu support anggaran, alokasi sektor pertanian dalam APBN 2024 perlu direvisi lagi, setidaknya naik 35 persen," pungkasnya.(Tribun Network/bel/ism/wly)
Mendagri Hadiri Rakornas Produk Hukum Daerah, Dorong Pemda Permudah Izin Berusaha |
![]() |
---|
Titik Soeharto Tekankan Persoalan Harga Beras Ada di Bapanas, Bukan Kewenangan Kementan |
![]() |
---|
Mendagri Tito Minta Pemda Perhatikan Kondisi Sosial dalam Menyusun Produk Hukum Daerah |
![]() |
---|
PB HMI Apresiasi Kinerja Kementan, Tegaskan Framing Negatif Menteri Amran Tak Berdasar |
![]() |
---|
Misbakhun: Kenaikan HET Beras Harus Lindungi Petani dan Konsumen Sekaligus |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.