Sabtu, 13 September 2025

AKBP Bintoro dan Kasus di Polres Jaksel

Pengamat Sebut Kasus Pemerasan oleh Polisi Sudah Jadi Kebiasaan, Singgung Budaya Setoran ke Atasan

Polri kembali menjadi sorotan khususnya banyaknya kasus pemerasan yang dilakukan oleh anggotanya.

Editor: Wahyu Aji
Kolase Tribunnews
ILUSTRASI Oknum polisi pelaku pemerasan. Dua kasus dugaan oknum polisi terlibat pemerasan menjadi sorotan. Belum selesai kasus penonton konser Djakarta Warehouse Project (DWP) diperas, kini muncul kasus dugaan mantan Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan, AKBP Bintoro peras anak seorang pengusaha. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Polri kembali menjadi sorotan khususnya banyaknya kasus pemerasan yang dilakukan oleh anggotanya.

Kasus pemerasan terhadap para penonton konser Djakarta Warehouse Project (DWP) belum selesai, kini muncul isu pemerasan yang dilakukan mantan Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan, AKBP Bintoro terhadap anak pengusaha yang diduga terjerat kasus pembunuhan.

Pengamat Kepolisian Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Rukminto menilai jika hal itu terjadi karena tidak ada ketegasan dari Korps Bhayangkara dalam menindak anggotanya yang bersalah.

"Selama Polri tidak pernah konsisten dan memiki ketegasan terkait pelanggaran peraturan maupun perundang-undangan pada personelnya, selama itu kasus pemerasan akan terus marak," kata Bambang saat dihubungi Tribunnews.com, Selasa (28/1/2025).

Bambang menilai kasus pemerasan di DWP hingga anak pengusaha merupakan fenomena ice berg atau gunung es di tubuh Polri.

Menurutnya, kasus serupa kerap terjadi khususnya di satuan penegakkan hukum Polri yang anggotanya kebanyakan menyalahgunakan wewenang penegakkan hukum ke tersangka dan mengabaikan hak-hak korban.

"Kasus-kasus seperti itu banyak terjadi, tetapi tak pernah mencuat karena publik tak berani speak up dengan alasan takut dikriminalisasi dan sebagainya," jelasnya.

Bahkan, Bambang pun menyinggung budaya setor menyetor di tubuh Polri sehingga pemerasan menjadi hal yang lumrah dilakukan.

"Mengapa terus terulang? Karena itu sudah menjadi hal jamak dan kebiasaan bagi mereka yang dilakukan dari level bawah yang kemudian menyetor ke atas," tuturnya.

"Budaya setoran itu masih melekat, dan tak pernah terkikis karena yang di ataspun melakukan pembiaran bahkan menikmati setoran. Baik atasan di satuannya, maupun satuan pengawasan bahkan ke SDM yang mengatur promosi dan mutasi personel," sambungnya.

Sehingga, lanjut Bambang, kontrol dan pengawasan di Polri itu nyaris hanya formalitas saja.

"itu dibuktikan dengan oknum yang terbukti melakukan pelanggaran tetap dilindungi oleh Sidang KEPP, hanya dengan melakukan demosi yang kadang bisa dianulir dan dipromosikan kembali oleh SDM. Contoh mereka yang diberi sanksi kemudian dipromosikan itu banyak," jelasnya.

Dalam hal ini, untuk kasus pemerasan di konser DWP pun, Polri belum menunjukkan akan menjerat pidana terhadap anggotanya yang bersalah.

Puluhan anggota yang diduga terlibat hanya diberi sanksi pemecatan atau pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) hingga demosi.

Adapun tiga anggota yang mendapat sanksi pemecatan atau pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) yang salah satunya mantan Direktur Reserse Narkoba Polda Metro Jaya Kombes Donald Parlaungan Simanjuntak. 

Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Trunoyudo Wisnu Andiko mengatakan jika Kombes Donald melakukan pembiaran anggotanya memeras.

"Hasil sidang terlihat dan perlu kami sampaikan adanya suatu wujud perbuatan terhadap terduga pelanggar telah melakukan pembiaran dan atau tidak melarang anggotanya saat mengamankan penonton konser DWP 2024 yang terdiri dari warga negara asing maupun warga negara Indonesia yang diduga melakukan penyalahgunaan narkoba," kata Trunoyudo dalam konferensi pers di Gedung TNCC, Mabes Polri, Jakarta, Kamis (2/11/2024).

"Namun pada saat pemeriksaan terhadap orang yang diamankan tersebut telah melakukan dengan permintaan uang sebagai imbalan dalam pembebasan atau pelepasan," sambungnya.

Pemerasan AKBP Bintoro

Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso menyoroti kasus dugaan pemerasan yang dilakukan anggota Polri terhadap anak pengusaha.

Menurutnya, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo perlu menurunkan tim Porpam Polri untuk memeriksa dugaan  pemerasan senilai Rp 20 Miliar.

IPW dalam siaran persnya menyebut mantan Kasatreskrim Polres Jakarta Selatan AKBP Bintoro telah melakukan pemerasan.

“Kasus pemerasan yang dilakukan oleh anggota Polri berpangkat pamen itu dapat mencoreng institusi dan menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap Polri,” katanya dalam keterangan resmi, Minggu (26/1/2025).

IPW mendesak propam Mabes Polri menelusuri secara mendalam penyalahgunaan wewenang dan segera memproses hukum pidana dan kode etik.

Tim yang diturunkan tersebut harus mampu menguak perbuatan dugaan pidana pemerasannya dan menerapkan Undang-Undang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dengan menelusuri aliran dana pemerasan tersebut.

IPW berkeyakinan bahwa uang hasil pemerasan Rp 20 Miliar itu tidak dilakukan untuk kepentingannya sendiri. 

Uang tersebut dipastikan mengalir ke beberapa pihak.

“Kalau pihak kepolisian mau menegakkan aturan sesuai perundangan maka tidak sulit untuk membongkar perbuatan AKBP Bintoro,” imbuh Sugeng.

Dia menilai bahwa dudah menjadi pekerjaan sehari-hari bagi penyidik untuk melaksanakan pasal TPPU bagi masyarakat.

Diketahui kasus ini mencuat setelah adanya gugatan perdata dari pihak korban pemerasan terhadap AKBP Bintoro tertanggal 6 Januari 2025 lalu. 

Korban menuntut pengembalian uang Rp 20 Miliar beserta aset yang telah disita secara tidak sah dari kasus pembunuhan dengan tersangka Arif Nugroho dan Muhammad Bayu Hartanto anak dari pemilik Prodia.

Tersangka dijerat melalui laporan polisi bernomor: LP/B/1181/IV/2024/SPKT/Polres Jaksel dan laporan nomor: LP/B/1179/IV/2024/SPKT/Polres Jaksel. 

Baca juga: Kapolres Jaksel Mengaku Tidak Tahu Kasus Dugaan Pemerasan AKBP Bintoro, Tapi Curiga Ada yang Aneh

Dari kasus ini, AKBP Bintoro yang saat itu menjabat Kasatreskrim Polres Jaksel meminta uang kepada keluarga pelaku sebesar Rp 20 Miliar serta membawa mobil Ferrari dan motor Harley Davidson dengan janji menghentikan penyidikan.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan