Selasa, 12 Agustus 2025

Tata Tertib DPR

Lemkapi Nilai Revisi Tata Tertib DPR Bisa Mengganggu Tugas Penegak Hukum

Selain mengganggu tugas penegak hukum, kewenangan baru anggota dewan dalam revisi tatib DPR yang bisa mengevaluasi pejabat, rawan disalahgunakan.

Penulis: Adi Suhendi
Editor: Willem Jonata
Tribun Jabar/M Rizal Jalaludin
EDI HASIBUAN - Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Strategis Kepolisian Indonesia (Lemkapi), Edi Hasibuan (kanan) di Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, Senin (27/6/2022). Menurut dia, revisi Tata Tertib DPR bisa mengganggu tugas dan tanggung jawab penegak hukum. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Strategis Kepolisian Indonesia (Lemkapi) Dr Edi Hasibuan khawatir dengan disahkannya revisi Peraturan DPR Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Tertib bisa mengganggu proses penegakan hukum.

Dalam tata tertib hasil revisi, DPR kini memiliki kewenangan untuk melakukan evaluasi berkala terhadap pejabat negara yang sebelumnya telah melewati proses uji kelayakan dan kepatutan di DPR.

Baca juga: AKBP Bintoro dan AKP Zakaria Dipecat Dari Polri Buntut Pemerasan, Lemkapi: Jadikan Bahan Introspeksi

Seperti diketahui sejumlah pejabat negara yang sebelumnya menjalani uji kelayakan dan kepatutan di DPR di antaranya Kapolri, pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), hakim Mahkamah Konstitusi (MK), Panglima TNI, Ketua Mahkamah Agung (MA), Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), dan lainnya.

Menurut Edi Hasibuan, keputusan DPR soal revisi tata tertib tersebut bisa menimbulkan tumpang tindih kewenangan.

"Kami melihat para legislatif berambisi sekali memperluas kewenangan," kata Edi Hasibuan dalam keterangan yang diterima Tribunnews.com, Sabtu (8/2/2025).

Khusus untuk Kapolri, Edi mengatakan, sesuai Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri, pihak yang berwenang mengangkat dan memberhentikan Kapolri adalah Presiden.

Ia menilai peraturan DPR yang telah disahkan dalam rapat paripurna DPR pada Selasa (4/2/2025) ini bisa membahayakan penegakan hukum.

"Peraturan baru tentang kewenangan DPR ini bisa membahayakan institusi penegak hukum," ucap Kepala Program Studi Magister Ilmu Hukum Universitas Bhayangkara Jakarta ini.

Selain itu, Edi Hasibuan menilai kewenangan baru DPR tersebut dikhawatirkan bisa  mengganggu tugas penegak hukum.

Edi berpendapat kewenangan baru DPR bisa mengevaluasi pejabat rawan disalahgunakan.

"Kewenangan DPR ini rawan digunakan untuk kepentingan politik terhadap penegakan hukum," katanya.

Terpisah, Karopenmas Divisi Humas Polri Brigjen Trunoyudo Wisnu Andiko menegaskan pemberhentian jabatan Kapolri hanya dapat dilakukan presiden.

"Pasal 11 UU Nomor 2 tahun 2002 bahwasanya Kapolri tetap diangkat dan diberhentikan Bapak Presiden," kata Trunoyudo di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Jumat (7/2/2025).

Kemudian dalam Pasal 8 UU tersebut, Trunoyudo menuturkan Polri juga berkedudukan langsung di bawah presiden.

Selain itu, pada Pasal 5 dituliskan bahwa Polri diamanatkan untuk menjaga situasi Keamanan dan Ketertiban Masyarakat (Kamtibmas).

Halaman
123
Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan