Kamis, 9 Oktober 2025

Efisiensi Anggaran Pemerintah

Sebastian Salang: Efisiensi Anggaran Kebijakan Setengah Hati dan Pemerintah Lakukan Standar Ganda

Sebastian Salang menilai, instruksi Presiden (Inpres) No. 1 Tahun 2025 terkait efisiensi anggaran menilai kebijakan itu setengah hati.

Penulis: Eko Sutriyanto
Editor: Wahyu Aji
TRIBUNNEWS.COM/LENDY RAMADHAN
SETENGAH HATI -  Direktur Eksekutif Global Strategi Riset Indonesia (GSRI), Sebastian Salang, Rabu (26/2/2025) menilai, instruksi Presiden (Inpres) No. 1 Tahun 2025 terkait efisiensi anggaran menilai kebijakan itu setengah hati dan lakukan standar ganda karena ada 17 kementerian dan lembaga tidak terkena efisiensi. 

Artinya, dengan total anggaran pendidikan Rp700 triliun, Indonesia sebenarnya mampu memberikan pendidikan tinggi secara gratis.

"Namun, permasalahannya adalah dana yang begitu besar ini tersebar di berbagai program dan belum digunakan secara optimal," katanya.

Klaster kedua adalah program perlindungan sosial, termasuk bantuan sosial (bansos) dan subsidi.

Anggaran untuk bantuan sosial sekitar Rp560 triliun, sementara subsidi mencapai Rp300 triliun.

Dua program ini memiliki karakteristik yang mirip, sering kali sasarannya sama, dan bahkan ada tumpang tindih dalam implementasinya.

Ditambah lagi dengan program baru yang sedang ramai dibicarakan, yaitu Makan Bergizi Gratis (MBG), yang memiliki anggaran Rp171 triliun.

Bastian mencatat bahwa data penerima manfaat belum dipersiapkan dengan baik.
Padahal, menurut kajian Bappenas, tujuan utama program ini adalah untuk menekan angka kemiskinan.

Saat ini, jumlah penduduk miskin di Indonesia adalah 25,2 juta orang.

Jika anggaran dari tiga program besar ini digabungkan dan benar-benar diarahkan untuk pengentasan kemiskinan, setiap orang miskin bisa menerima bantuan sebesar Rp3,2 juta per bulan.

Jumlah ini lebih besar dari rata-rata Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) di Indonesia.

"Artinya, jika pemerintah serius dalam mengatasi kemiskinan, dengan anggaran yang ada, masalah ini sebenarnya sudah bisa diselesaikan," kata Salang.

Namun, pertanyaan besar yang muncul adalah apakah pemerintah memiliki data yang akurat mengenai 25 juta orang miskin tersebut.

Baca juga: Soroti Tantangan Efisiensi, Prabowo: Tidak Mudah, Ada yang Tak Ingin Terganggu

"Apakah mereka tahu di mana mereka tinggal? Apakah data tersebut bisa diverifikasi? Saat ini, banyak program pemerintah yang menetapkan targetnya masing-masing tanpa koordinasi yang jelas, sehingga tumpang tindih antar kementerian dan lembaga kerap terjadi," katanya.

Halaman 2 dari 2
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved