Selasa, 2 September 2025

Revisi UU TNI

Pimpinan DPR Dasco Klaim Pertemuan dengan Aktivis Penolak RUU TNI Capai Titik Temu

Menurut Dasco, diskusi yang berlangsung dua jam tersebut berhasil menciptakan pemahaman antara kedua belah pihak.

Penulis: Reza Deni
Tribunnews.com/Rizki Sandi Saputra
IHSG ANJLOK - Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke Kantor Bursa Efek Indonesia (BEI) di tengah anjloknya Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), Selasa (18/3/2025). Dasco memastikan kalau Menteri Keuangan RI (Menkeu) Sri Mulyani tak akan mundur dari kabinet Merah Putih.   

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Wakil Ketua DPR RI dari Fraksi Partai Gerindra, Sufmi Dasco Ahmad, mengklaim bahwa pertemuan dengan Koalisi Masyarakat Sipil terkait revisi UU TNI berjalan positif dan mencapai kesepakatan.

Menurut Dasco, diskusi yang berlangsung dua jam tersebut berhasil menciptakan pemahaman antara kedua belah pihak.

"Diskusi dan dialog yang membangun dan ada kesepahaman dengan kedua belah pihak. Insyaallah saya pikir ada titik temu," kata Dasco di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (18/3/2025).

Dia juga menegaskan, pertemuan ini bukan yang terakhir dan akan terus berlanjut dalam pembahasan-pembahasan RUU TNI ke depan.

Dasco menambahkan bahwa pihaknya telah mengakomodasi berbagai aspirasi masyarakat sipil yang menginginkan perubahan dalam RUU TNI.

"Kami memberikan penjelasan sekaligus juga mengakomodir karena dari kemarin sebenarnya ini diskusi-diskusinya sudah intens," tandasnya.

Baca juga: Isu Korupsi, Dwifungsi TNI hingga APBN: Ini Sejumlah Penyebab IHSG Anjlok, Terpaksa Dibekukan

Sementara itu, Direktur Eksekutif Amnesty International, Usman Hamid, menyambut baik pertemuan tersebut.

Menurutnya, salah satu poin penting yang dibahas adalah memastikan bahwa peran TNI tetap fokus pada pertahanan negara dan tidak melebar ke sektor sipil. 

"Tentara dikembangkan sebagai tentara modern dan profesional, terpenting adalah tentara tetap berada dalam kontrol supremasi sipil. Karena itu, pasal-pasal yang kami bahas tadi harus diarahkan untuk memastikan tegaknya supremasi sipil, tegaknya negara hukum tegaknya tentara yang modern dan profesional," tandasnya.

Aktivis Sipil Serahkan Petisi Penolakan RUU TNI ke DPR, Tegaskan Bahaya Dwifungsi Militer

Gelombang penolakan terhadap RUU TNI yang sedang dibahas DPR bersama pemerintah terus berdatangan.

Hari ini, sejumlah tokoh masyarakat dan aktivis dari Koalisi Masyarakat Sipil mendatangi Gedung DPR RI di Senayan, Jakarta. Mereka datang untuk menyerahkan petisi penolakan terhadap revisi UU TNI yang tengah digulirkan, dengan sejumlah tokoh terkemuka hadir dalam barisan mereka.

Beberapa tokoh yang terlibat dalam aksi ini adalah Usman Hamid, Bedjo Untung, Sumarsih, Halida Hatta, Saor Siagian, Natalia Soebagio, dan Al Ara. Mereka datang untuk memberikan masukan kepada Komisi I DPR terkait draft RUU TNI yang kontroversial. Wakil Ketua DPR, Sufmi Dasco Ahmad, dan Ketua Komisi I DPR, Utut Adianto, juga berada di ruang rapat Komisi I pada saat itu.

Baca juga: SBY: Prajurit TNI Aktif Harus Mundur jika Akan Menjabat di Instansi Sipil

Sebelumnya, aktivis dari berbagai organisasi masyarakat sipil, seperti YLBHI, Greenpeace Indonesia, Imparsial, hingga Transparency International Indonesia, membacakan petisi yang berisi kritikan tajam terhadap RUU TNI. Salah satu kekhawatiran terbesar yang mereka angkat adalah potensi kembalinya dwifungsi ABRI, di mana militer aktif dapat menduduki jabatan sipil, yang dianggap akan melemahkan profesionalisme TNI dan membahayakan sistem pemerintahan sipil.

Mereka menegaskan bahwa RUU TNI berisiko memperluas peran TNI dalam sektor sipil, termasuk penempatan prajurit di lembaga seperti Kejaksaan Agung dan Kementerian Kelautan dan Perikanan. Para aktivis menilai hal ini sebagai langkah mundur yang mengancam prinsip profesionalisme militer dan memperburuk hubungan sipil-militer di Indonesia.

Selain itu, petisi tersebut juga menyoroti isu-isu lain, seperti penghapusan peran DPR dalam pengambilan keputusan terkait operasi militer selain perang, yang kini bisa diatur melalui Peraturan Pemerintah. Aktivis menilai langkah ini berpotensi mengurangi kontrol sipil terhadap militer, yang seharusnya berada di bawah pengawasan parlemen.

Halaman
12
Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan