Sabtu, 6 September 2025

Kasus Impor Gula

Eks Pejabat Kemendag Ungkap Tom Lembong Beri Izin Impor Gula Lewat Aturan Diskresi

Mantan Mendag Thomas Trikasih Lembong disebut memberikan persetujuan impor gula kristal mentah kepada sejumlah perusahaan swasta.

Penulis: Fahmi Ramadhan
Editor: Adi Suhendi
Tribunnews.com/ Fahmi Ramadhan
SIDANG TOM LEMBONG - Mantan Kepala Seksi Bidang Produk Pertanian dan Kehutanan Kemendag Eko Aprilianto Sudrajat hadir sebagai saksi dalam sidang kasus importasi gula di Kemendag 2015-2016 yang melibatkan Tom Lembong, Kamis (20/3/2025). Eko mengungkap bahwa Tom Lembong Beri Izin Impor melalui aturan diskresi. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Perdagangan (Mendag) Thomas Trikasih Lembong disebut memberikan persetujuan impor gula kristal mentah kepada sejumlah perusahaan swasta lewat aturan diskresi.

Padahal diskresi impor itu hanya dibolehkan untuk gula kristal putih, serta harus mendapat rekomendasi dari Kementerian Perindustrian (Kemenperin).

Adapun hal ini diungkapkan mantan Kepala Seksi Bidang Produk Pertanian dan Kehutanan Kemendag Eko Aprilianto Sudrajat saat menjadi saksi dalam sidang kasus dugaan korupsi importasi gula yang 2015-2016 dengan terdakwa Tom Lembong di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (20/3/2025).

Eko mengaku, ia tahu saat diperiksa pada tahap penyidikan perkara ini.

Saat itu penyidik kata dia memperlihatkan tangkapan layar Inatrade, layanan aplikasi perizinan ekspor dan impor yang terintegrasi.

Baca juga: Tom Lembong Sebut Jaksa Abaikan Perintah Hakim, Tuding Contempt of Court

"Saya ditunjukkan screenshot layar yang memang di dalam layar itu adalah layar inatrade, yang seharusnya meng-upload beberapa persyaratan. Nah, untuk yang tadi disampaikan ketika kami ditunjukkan oleh penyidik, penyidik kemudian meng-klik memang tidak ada rekomendasinya (dari Kemenperin)," jelas Eko.

Kemudian dalam berita acara pemeriksaan (BAP) Eko nomor 12 yang dibaca jaksa dalam sidang, terungkap ada 11 persetujuan impor (PI) yang diterbitkan oleh Tom sewaktu menjabat Mendag periode 2015-2016.

Dalam BAP itu diterangkan, bahwa dokumen PI tersebut untuk 9 perusahaan yang ikut terseret dalam kasus ini dengan periode penerbitan 12 Oktober 2015, 20 Januari 2016, 15 Februari 2016, dan 8 Maret 2016.

Baca juga: Hakim Larang Sidang Tom Lembong Disiarkan Langsung, Khawatir Pengaruhi Keterangan Saksi Lain

Masih dalam BAP-nya, Eko mengaku tidak tahu alasan Tom memberikan diskresi atas permohonan impor pada saat itu.

Meski begitu pada akhirnya dia sebagai kepala seksi kala itu, tetap memprosesnya berdasar arahan atasannya secara berjenjang, termasuk dari Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri almarhum Karyanto Suprih (KS).

Kendati demikian Eko selaku kepala seksi dan beberapa rekannya yang lain mengaku tidak memberikan paraf dalam dokumen pemrosesannya.

Termasuk oleh Kasubdit 2 Importasi Produk Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan Kemendag (2014-2016) M. Yani, yang ikut menjadi saksi dalam sidang.

"Dan ini di luar proses normatif yang kami ketahui, makanya kami berizin. Waktu itu bahkan Pak Kasubdit memang bilang, 'kalau saya nggak akan paraf, karena ini tidak sesuai', gitu. Jadi, ya seingat kami waktu itu ada beberapa (tidak paraf)," jelas Eko.

Padahal lanjut Eko, setiap proses PI di Kemendag, setiap jajaran mulai dari bawah sampai Dirjen, pasti memberikan paraf.

Kemudian hingga tingkat Direktur Jenderal menandatanganinya, untuk proses permohonan impor reguler.

Akan tetapi PI yang yang diterbitkan zaman Tom Lembong ditandatangani sendiri selaku Mendag saat itu.

Imbasnya kata Eko, hal ini pun diakuinya sempat menjadi pembahasan di Kemendag, salah satunya terkait dengan pengecualian berdasar Pasal 28 Permendag Nomor 117 Tahun 2015.

Padahal kata Eko, jika mau memakai Pasal 28 Permendag 117, peruntukannya terkait stabilisasi harga dan ketersediaan. Itupun impor yang dilakukan hanya untuk gula kristal putih (GKP).

"Dan harus ada rakortas waktu itu. Nah, itu yang memang kami di bawah agak concern, agak khawatir gitu, Pak," pungkas Eko.

Seperti diketahui dalam perkara ini Tom Lembong didakwa merugikan keuangan negara sebesar Rp 578 miliar dan memperkaya 10 orang akibat menerbitkan perizinan importasi gula periode 2015-2016.

Adapun hal itu diungkapkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam sidang pembacaan dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis (6/3/2025).

Dalam dakwaannya, Jaksa menyebut, kerugian negara itu diakibatkan adanya aktivitas impor gula yang dilakukan Tom Lembong dengan menerbitkan izin impor gula kristal mentah periode 2015-2016 kepada 10 perusahaan swasta tanpa adanya persetujuan dari Kementerian Perindustrian.

Jaksa menyebut Tom telah memberikan izin impor gula kristal mentah kepada;

  • Tony Wijaya NG melalui PT Angels Products (AP)
  • Then Surianto Eka Prasetyo melalui PT Makassar Tene (MT)
  • Hansen Setiawan melalui PT Sentra Usahatama Jaya (SUJ)
  • Indra Suryaningrat melalui PT Medan Sugar Industry (MSI)
  • Eka Sapanca melalui PT Permata Dunia Sukses Utama (PDSU)
  • Wisnu Hendra ningrat melalui PT Andalan Furnindo (AF)
  • Hendrogiarto A. Tiwow melalui PT Duta Sugar International (DSI)
  • Hans Falita Hutama melalui PT Berkah  Manis Makmur (BMM)
  • Ali Sandjaja Boedidarmo melalui PT Kebun Tebu Mas (KTM)
  • Ramakrishna Pradad Venkathesa Murthy melalui PT Dharmapala Usaha Sukses (DUS).

"Terdakwa Thomas Trikasih Lembong tanpa disertai rekomendasi dari Kementerian Perindustrian memberikan surat Pengakuan Impor atau Persetujuan Impor Gula Kristal Mentah (GKM) periode tahun 2015 sampai dengan periode tahun 2016," kata Jaksa saat bacakan berkas dakwaan.

Tom kata Jaksa juga memberikan surat pengakuan sebagai importir kepada sembilan pihak swasta tersebut untuk mengimpor GKM untuk diolah menjadi gula kristal putih (GKP).

Padahal menurut Jaksa, perusahaan swasta tersebut tidak berhak melakukan mengolah GKM menjadi GKP lantaran perusahaan tersebut merupakan perusahaan gula rafinasi.

"Padahal mengetahui perusahaan tersebut tidak berhak mengolah Gula Kristal Mentah (GKM) menjadi Gula Kristal Putih (GKP) 

karena perusahaan tersebut merupakan perusahan gula rafinasi," kata Jaksa.

Selain itu Tom Lembong juga didakwa melakukan izin impor GKM untuk diolah menjadi GKP kepada PT AP milik Tony Wijaya di tengah produksi gula kristal putih dalam negeri mencukupi.

Tak hanya itu, dijelaskan Jaksa, bahwa pemasukan atau realisasi impor Gula Kristal Mentah (GKM) tersebut juga dilakukan pada musim giling.

Dalam kasus ini kata jaksa Tom juga melibatkan perusahaan swasta yakni PT PPI untuk melakukan pengadaan gula kristal putih yang dimana seharusnya hal itu melibatkan perusahaan BUMN.

"Terdakwa Thomas Trikasih Lembong tidak melakukan pengendalian atas distribusi gula dalam rangka pembentukan stok gula dan stabilisasi harga gula yang seharusnya dilakukan oleh BUMN melalui operasi pasar dan atau pasar murah," jelasnya.

Dalam dakwaannya Tom juga dianggap telah memperkaya diri sendiri dan 10 pihak swasta yang juga telah ditetapkan sebagai tersangka.

Akibat perbuatannya, Tom Lembong menurut Jaksa telah kerugian keuangan negara sebesar Rp 578.105.411.622,47 atau Rp 578 Miliar.
Angka tersebut ditemukan berdasarkan hasil perhitungan dari Badan  Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Republik Indonesia (BPKP RI).

Tom Lembong diduga melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Jo Pasal 18 Undang-Undang Tentang Pencegahan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan