Revisi UU TNI
CSIS: Proses Pembahasan RUU TNI Tak Sesuai Standar, DPR dan Pemerintah Ugal-ugalan
Banyaknya versi Daftar Inventaris Masalah (DIM) yang beredar di masyarakat juga membuat publik tidak mendapatkan informasi yang memadai.
Penulis:
Gita Irawan
Editor:
Muhammad Zulfikar
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Para peneliti Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Indonesia memberikan sejumlah catatannya terkait proses legislasi dalam revisi Undang-Undang (UU) TNI hingga dinamika setelah UU tersebut disahkan.
Ketua Departemen Politik dan Perubahan Sosial CSIS Arya Fernandez memandang proses revisi UU TNI belum memenuhi standar baku yang telah ditentukan dalam tiga aturan yakni UU tentang MPR, DPR, DPRD, dan DPD (UU MD3), Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, dan peraturan Tata Tertib DPR.
Baca juga: Puluhan Massa Aksi Terluka saat Demo Tolak UU TNI di Malang: Ada yang Kepalanya Bocor, Gigi Retak
Terkait hal itu, ia mencatat publik tidak mendapatkan informasi memadai baik soal draf naskah akademik yang memuat pihak pengusul, urgensi revisi, dan filosofi direvisinya UU tersebut dalam proses pembahasan di tingkat 1.
Selain itu, banyaknya versi Daftar Inventaris Masalah (DIM) yang beredar di masyarakat juga membuat publik tidak mendapatkan informasi yang memadai.
Baca juga: Puan Sempat Bahas Pengesahan Revisi UU TNI Saat Bertemu Jokowi dan Surya Paloh di Acara NasDem
Arya juga mencatat publik juga tidak mengetahui dengan jelas bagaimana hasil dari pembicaraan tingkat 1 khususnya soal posisi partai terkait revisi UU tersebut, pendapat mini fraksi, dan pendapat keseluruhan menyangkut kebijakan fraksi soal revisi UU TNI.
Ia juga memandang masuknya RUU TNI menjadi RUU Prolegnas melalui mekanisme kumulatif terbuka juga tidak memenuhi indikator berdasarkan tingkat kebutuhan yang telah ditentukan.
Hal itu disampaikannya saat Media Briefing CSIS bertajuk Catatan Pasca-Pengesahan Revisi UU TNI: Aspek Legislasi dan Potensi Tumpang Tindih Kewenangan di Auditorium CSIS Tanah Abang Jakarta Pusat pada Senin (24/3/2025).
"Kalau kita lihat prosedur dan prosesnya itu memang bisa dikatakan dia belum memenuhi standar kelayakan atau standar yang baku, yang rigid soal proses pembentukan peraturan perundang-undangan," kata Arya.
Ia juga menjelaskan pentingnya DPR mematuhi standar dalam proses pembentukan peraturan undang-undang.
Pertama, kata Arya, adalah supaya masyarakat dapat memantau proses pembentukan undang-undang mengingat publik punya hak untuk mengikuti proses dan memberikan masukan.
"Yang kedua, kalau tidak ada ketaatan pada tadi, tentu DPR dan bersama pemerintah bisa jadi akan 'ugal-ugalan' dalam membentuk peraturan undang-undangan'," ungkap dia.
Baca juga: Aksi Tolak UU TNI di Malang Ricuh, Aparat Lakukan Kekerasan Fisik hingga Verbal ke Massa
Peneliti Departemen Politik dan Perubahan Sosial CSIS Nicky Fahrizal menyoroti cepatnya proses legislasi dari revisi Undang-Undang TNI.
Menurut dia hal tersebut karena adanya dalil kegentingan memaksa atau kondisi darurat yang justru dijadikan dalil dalam pemerintahan normal.
Dalil tersebut, menurut Nicky, bahkan menjadi standar baru dalam proses legislasi.
Sehingga, lanjut dia, banyak Undang-Undang yang dibuat secara kilat dan melampaui mekanisme formal prosedural.
"Sehingga apa yang terjadi? Yang terjadi adalah institusionalisasi kedaruratan. Ini akan juga terjadi dalam Undang-Undang kursial. Undang-Undang yang akan terjadi dalam Undang-Undang krusial, seperti Undang-Undang Polri, juga akan mengalami hal seperti ini apabila kita tidak memahami dengan baik," ungkap Nicky.
Peneliti Departemen Hubungan Internasional CSIS Pieter Pandie menyoroti potensi munculnya ketidakjelasan peran dan tumpang tinggi kewenangan.
Menurut dia, hal itu setidaknya dapat dilihat dalam penambahan peran baru TNI dalam Operasi Militer Selain Perang (OMSP) yaitu siber dan perlindungan WNI serta penyelamatan nasional di luar negeri.
Menurut dia, bila hal tersebut tidak diperjelas maka akan membuka ruang kebingungan dan konflik antar lembaga.
Soal urusan siber misalnya, menurut dia, sejumlah hal yang harus diperjelas adalah soal bentuk konkret peran TNI dalam penanganan ancaman siber, lembaga mana yang akan menangani apa, ancaman siber apa saja yang akan masuk dalam kewenangan TNI, urgensi pelibatan TNI di ruang siber, dan ancaman siber dalam bentuk apa yang sedang dihadapi Indonesia dan memerlukan pelibatan angkatan bersenjata.
Sedangkan soal urusan perlindungan WNI serta penyelamatan nasional di luar negeri, menurut dia, juga perlu diperjelas agar tidak terjadi tumpang tindih antara TNI dan Kementerian Luar Negeri (Kemlu).
"Dalam hal ini, peran TNI justru sifatnya mesti seperti supporting force (kekuatan pendukung), mendukung. Sementara peran utama dalam urusan luar negeri tetap diemban oleh Presiden dan Kemlu seperti norma yang sudah selama ini ada," kata Pieter.
Direktur Eksekutif CSIS Yose Rizal Damuri juga menyoroti dinamika lingkungan strategis dan ancaman semakin kompleks yang juga dijadikan dalih urgensi disahkannya UU TNI.
Menurutnya bila memang terdapat kompleksitas kondisi eksternal yang makin rumit, seharusnya hal yang dilakukan adalah sebaliknya di mana pertahanan menjadi bukan urusan militer semata.
"Sehingga harusnya masyarakat sipil juga bisa masuk ke dalam berbagai kondisi-kondisi atau isu-isu pertahanan. Bukan kebalikannya, kita malah mengundang militerisasi," kata Yose.
Baca juga: Puan: DPR Siap Beri Penjelasan soal Pengesahan RUU TNI, Tak Perlu Curiga atau Khawatir
Kata Ketua DPR
Diberitakan sebelumnya, Ketua DPR RI Puan Maharani, menyatakan proses pembahasan undang-undang ini telah dilaksanakan sesuai dengan prosedur dan mekanisme yang seharusnya, dan memperhatikan masukan dari berbagai pihak.
Hal itu disampaikannya usai Rapat Paripurna di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta pada Kamis (20/3/2025).
"Alhamdulillah baru saja rapat paripurna DPR RI mengesahkan Undang-Undang TNI yang mana dari fokus pembahasannya sudah memenuhi semua asas legalitas yang memang harus dilaksanakan," ucap Ketua DPP PDIP itu.
Dia menambahkan bahwa seluruh proses mulai dari penerimaan surat, mendengarkan partisipasi masyarakat, hingga mendengarkan pihak-pihak yang perlu didengar sudah dijalankan dengan baik.
Ia juga menegaskan bahwa pembahasan RUU TNI dilakukan secara terbuka, dengan DPR dan pemerintah menerima berbagai masukan dari masyarakat, termasuk perwakilan mahasiswa.
"Pembahasannya pun dilaksanakan secara terbuka. Kami dari DPR dan pemerintah menerima masukan dan aspirasi dari seluruh elemen masyarakat yang dianggap penting dan perlu. Tentu saja juga masukan dari mahasiswa, perwakilan mahasiswa juga sudah kami dengarkan," pungkasnya.
DPR RI sebelumnya mengesahkan revisi UU nomor 34 tahun 2004 tentang TNI pada Rapat Paripurna DPR RI pada Kamis (20/3/2025), di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta.
Baca juga: Pro Kontra Pengesahan RUU TNI, Masyarakat dan Mahasiswa Harus Tetap Menjaga Solidaritas
Penjelasan Menhan
Menteri Pertahanan RI (Menhan) Sjafrie Sjamsoeddin mengakui kalau pembahasan Revisi Undang-Undang nomor 34 tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI) dilakukan dengan maraton.
Pernyataan itu disampaikan Sjafrie dalam rapat paripurna ke-15, Masa Persidangan II tahun 2024-2025 yang mengesahkan Revisi Undang-Undang (RUU) TNI menjadi Undang-Undang.
"Pembahasan rancangan undang-undang perubahan atas undang-undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia antara pemerintah dan Komisi I DPR RI berjalan dengan sangat maraton," kata Sjafrie saat menyampaikan pandangan akhir mewakili pemerintah, di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (20/3/2025).
Tak hanya itu, Sjafrie juga menyatakan, pembahasan terhadap Revisi UU TNI ini juga mendapati perdebatan antara Pemerintah dengan DPR RI.
Namun dirinya mengklaim kalau perdebatan tersebut dibalut dengan keakraban agar dapat menghasilkan substansi UU yang lebih baik ke depan.
"Dan melalui pembahasan serta perdebatan yang konstruktif namun penuh dengan keakraban dan persaudaraan," kata Sjafrie.
"Hal ini dalam rangka menghasilkan substansi rancangan undang-undang Republik Indonesia tentang perubahan atas undang-undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia ke arah yang lebih baik komprehensif dan tepat guna," tandas Sjafrie.
Revisi UU TNI
Ketua MK Tegur DPR Sebab Terlambat Menyampaikan Informasi Ahli dalam Sidang Uji Formil UU TNI |
---|
MK Minta Risalah Rapat DPR saat Bahas RUU TNI, Hakim: Kami Ingin Membaca Apa yang Diperdebatkan |
---|
Cerita Mahasiswa UI Penggugat UU TNI: Dicari Babinsa Hingga Medsos Diserang |
---|
Pakar Tegaskan Mahasiswa hingga Ibu Rumah Tangga Punya Legal Standing untuk Gugat UU TNI |
---|
Bivitri Susanti Soroti Tekanan Terhadap Mahasiswa Pemohon Uji Formil UU TNI: Kemunduruan Demokrasi |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.