Senin, 8 September 2025

Revisi UU TNI

SAFEnet Duga Ada Operasi Informasi Untuk Bungkam Desakan Kritis Kelompok Penolak Revisi UU TNI

Ia juga mencatat penyebaran konten-konten tersebut cukup masif melalui beberapa akun media sosial

Penulis: Gita Irawan
Editor: Eko Sutriyanto
Tribunnews.com/Rahmat W. Nugraha
REVISI UU - Direktur Eksekutif SafeNet, Nenden Sekar Arum. Nenden menduga adanya operasi informasi yang bertujuan untuk membungkam protes kelompok penolak revisi Undang-Undang (UU) TNI 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Eksekutif Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet), Nenden Sekar Arum, menduga adanya operasi informasi yang bertujuan untuk membungkam protes kelompok penolak revisi Undang-Undang (UU) TNI.

Nenden menyatakan bahwa operasi informasi ini berlangsung antara 18 hingga 21 Maret 2025, saat pembahasan dan pengesahan UU TNI baru di rapat paripurna DPR.

Pada periode tersebut, ia mencatat adanya konten media sosial yang diproduksi dan disebarkan oleh akun-akun yang diduga terafiliasi dengan TNI.

Pernyataan ini disampaikan Nenden dalam diskusi bertajuk "Menyikapi Kekerasan Aparat Terhadap Aksi Tolak Revisi UU TNI di Berbagai Kota" yang disiarkan melalui kanal YouTube YAPPIKA-ActionAid pada Rabu (26/3/2025).

"Misalnya, banyak video dari teman-teman yang melakukan protes terhadap pembahasan RUU TNI, yang kemudian diberi narasi bahwa mereka adalah antek asing yang ingin disintegrasi bangsa. Narasi-narasi semacam ini ditujukan kepada kelompok yang menolak RUU TNI," ujar Nenden.

Baca juga: Demo mahasiswa menolak UU TNI menjalar ke berbagai kota

Ia juga mencatat penyebaran konten-konten tersebut cukup masif melalui beberapa akun media sosial.

Setidaknya, ada indikasi 14 akun resmi TNI terlibat dalam penyebaran narasi tersebut, yang berasal dari berbagai tingkatan institusi, mulai dari Mabes TNI, Kodam, Kodim, hingga Koramil.

Yang paling mencolok, menurutnya, adalah akun media sosial Babinkum TNI dan Kodam IX Udayana.

Nenden menilai bahwa penyebaran narasi ini adalah bagian dari operasi informasi yang berusaha mendelegitimasi kritik dari masyarakat sipil terhadap RUU TNI.

Ia juga menduga bahwa operasi informasi semacam ini akan terus berlanjut.

Ia berharap pemerintah dapat menangani serangan digital yang terjadi selama periode pembahasan dan pengesahan UU TNI.

Berdasarkan laporan dari kanal aduan SAFEnet, setidaknya ada 25 insiden serangan digital dalam periode tersebut, yang mencakup berbagai bentuk, seperti doxing (penyebaran data pribadi untuk intimidasi), ancaman, peretasan akun Instagram dan WhatsApp, serta kasus impersonasi dan spam chat melalui aplikasi WhatsApp.

Nenden melihat serangan-serangan ini sebagai bentuk represi terhadap ekspresi dan aspirasi publik.

Menurutnya, hal ini menunjukkan bahwa represi tidak hanya terjadi di ranah fisik, tetapi juga di ranah digital, yang dapat mempersempit ruang sipil.

"Jika dibiarkan, ini dapat berdampak lebih luas, membuat masyarakat takut untuk menyampaikan aspirasi dan ekspresinya, yang pada gilirannya dapat memengaruhi proses demokrasi di Indonesia," ucap Nenden.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan