Jumat, 8 Agustus 2025

Kasus Suap Ekspor CPO

Soroti Hakim Tersangka Vonis Lepas CPO, ICW: 29 'Wakil Tuhan' Disuap sejak 2011-2024, Total Rp107 M

ICW menyoroti kasus hakim menjadi tersangka suap vonis onslag. ICW menyebut hakim yang disuap dari 2011-2024 mencapai 29 orang.

Foto Kolase: Tribun Timur
SUAP VONIS LEPAS - Tiga hakim ditetapkan sebagai tersangka kasus suap untuk vonis onslag atau lepas perkara korupsi ekspor crude palm oil (CPO) di Kejaksaan Agung, Jakarta, Senin (14/4/2025) dini hari. ICW menyoroti kasus hakim menjadi tersangka suap vonis onslag. ICW menyebut hakim yang disuap dari 2011-2024 mencapai 29 orang dengan total nilai suap mencapai Rp107 miliar. 

"Kasus ini menggambarkan cengkeraman oligarki dalam proses penegakan hukum. Industri kelapa sawit di Indonesia dikuasai oleh segelintir orang dan berbentuk oligopoli."

"Ini mencakup kelapa sawit mentah hingga minyak goreng. Beberapa diantaranya adalah Musim Mas Group, Wilmar Group, serta Permata Hijau Group," jelasnya.

Egi pun mendorong adanya instrumen hukum yang lebih kuat untuk menjerat korporasi dalam kasus korupsi.

Menurut temuan ICW, setiap tahun menunjukkan individu berlatarbelakang swasta selalu berada di peringkat teratas sebagai pelaku korupsi.

ICW, kata Egi, mencatat sepanjang tahun 2023, ada 252 pengusaha atau pihak swasta menjalani persidangan kasus korupsi.

"Selain itu, dari total 898 terdakwa, pengadilan negeri mendakwa 3 korporasi. Di tingkat pengadilan tinggi, ada 6 korporasi yang disidangkan," jelasnya.

Lebih lanjut, Egi mengatakan pemberantasan korupsi di Indonesia sulit untuk menjerat korporasi selaku subjek hukum.

Pasalnya, penegak hukum olehnya dinilai ragu menggunakan pendekatan vicarious liability atau tanggung jawab pengganti untuk menagih ganti rugi terhadap pihak korporasi yang terjerat kasus korupsi.

Padahal, Egi mengatakan instrumen agar penegak hukum dapat melakukan hal tersebut sudah tertuang dalam Pasal 20 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan Peraturan MA (Perma) Nomor 13 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penanganan Perkara Tndak Pidana oleh Korporasi.

"Pada kasus-kasus korupsi, sayangnya peraturan ini masih sangat jarang digunakan penegak hukum," jelasnya.

Namun, Egi mengakui bahwa cara meminta ganti rugi terhadap korporasi oleh penegak hukum belum tertuang dalam UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.

Sehingga, dia mendorong agar ada penguatan dari sisi regulasi di tingkat undang-undang agar terjadinya penyelarasan interpretasi dalam penerapan pemidanaan korporasi.

Menurutnya, hal itu perlu dilakukan demi mempermudah penegak hukum untuk menjerat korporasi dalam kasus korupsi.

"Perbaikan ini dibutuhkan agar mempermudah aparat penegak hukum jika hendak menjerat korporasi melalui dasar hukum yang lebih mumpuni," tukasnya.

Sebagai informasi, dalam kasus dugaan suap vonis onslag terhadap tiga korporasi, Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menetapkan empat hakim, satu panitera, dua pengacara, dan satu pihak swasta sebagai tersangka.

Dari hakim, ada Djuyamto, Agam Syarief Baharudin, dan Ali Muhtarom, dan Muhammad Arif Nuryanta.

Lalu, adapula dari pengacara korporasi yaitu Marcella Santoso dan Ariyanto Bakri.

Kemudian, Kejagung baru saja telah menahan satu tersangka baru dari pihak korporasi yakni Head of Social Security and License Wilmar Group Muhammad Syafei.

(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto)

Sumber: TribunSolo.com
Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan