Minggu, 12 Oktober 2025

Kasus Suap Ekspor CPO

Uang Rp60 M Kasus Suap Vonis Lepas Diserahkan Pihak Wilmar Group, Kejagung Telusuri Korporasi Lain

Ia menjelaskan, penyidik tengah mendalami apakah hanya Rp60 miliar uang yang diserahkan untuk mengatur putusan itu atau ada jumlah lain.

Tangkap layar kanal YouTube KEJAKSAAN RI
KASUS SUAP - Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar dalam konferensi pers di Gedung Kejagung, Jakarta, Selasa (15/4/2025). Ia menyampaikan pihaknya kembali menetapkan satu orang tersangka baru dalam kasus suap pemberian vonis lepas dalam perkara korupsi CPO. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kejaksaan Agung (Kejagung) masih mendalami sumber uang suap yang di balik pemberian vonis onstlag atau lepas dalam perkara korupsi crude palm oil (CPO) tiga korporasi yang menyeret hakim peradilan.

Ketiga korporasi CPO itu adalah Wilmar Group, Permata Hijau Group dan Musim Mas Group. Dan masing-masing grup menaungi sejumlah perusahaan besar.

Saat ini, penyidik Jampidsus Kejagung sendiri menetapkan satu orang tersangka bernama Muhammad Syafei alias MSY yang merupakan Head and Social Security Legal Wilmar Group yang menyerahkan uang sebesar Rp60 miliar untuk pengurusan vonis lepas.

Namun, penyidik masih melakukan penelusuran apakah dua korporasi lainnya yakni Permata Hijau Group, dan Musim Mas Group juga melakukan pemberian uang untuk mendapat vonis lepas.

"Jadi, itulah yang saat ini sedang kami kembangkan ya," kata Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar dikutip Rabu (16/4/2025).

Ia menjelaskan, penyidik tengah mendalami apakah hanya Rp60 miliar uang yang diserahkan untuk mengatur putusan itu atau ada jumlah lain.

"Penyidikan terus berjalan dengan waktu yang sangat cepat. Tiga hari penyidik sudah menetapkan 8 orang tersangka," jelasnya.

Baca juga: Kejagung Masih Usut Kasus Suap Vonis Bebas Ronald Tannur: Diam Bukan Berarti Perkara Berhenti

Karena itu, Qohar meminta masyarakat untuk bersabar menunggu kepastian lainnya terkait perkara itu. Dia berjanji akan menyampaikan perkembangan kasus secara terbuka.

"Tentu pekerjaan yang sangat singkat dan tentu pekerjaan yang sangat cepat. Untuk itu saya minta para teman-teman bersabar, Setiap perkembangan pasti akan kami sampaikan," kata Qohar.

Di sisi lain, Qohar mengatakan pihaknya hingga kini belum mengagendakan pemanggilan terhadap tiga korporasi yang mendapat vonis lepas tersebut dalam kasus korupsi ekspor bahan baku minyak goreng.

"Dari korporasi, sampai saat ini belum. Kan saya bilang Ini kan nanti dikembangkan terus ya. Baru tiga hari, harus sabar," tuturnya.

"Penyidik kita itu jumlahnya sangat terbatas. Yang ditangani sangat banyak. Teman-teman jurnalis minta semuanya cepat selesai. Berarti harus sabar ya, pasti akan kita sampaikan," sambungnya.

Alur Uang Suap Vonis Lepas

Sebelumnya, Kejaksaan Agung menetapkan delapan orang tersangka dalam kasus suap pemberian vonis lepas dalam perkara korupsi CPO.

Ketujuh orang itu yakni MAN alias Muhammad Arif Nuryanta, yang kini menjabat sebagai Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Wahyu Gunawan yang kini merupakan panitera muda di Pengadilan Negeri Jakarta Utara. Sementara itu Marcella Santoso dan Ariyanto berprofesi sebagai advokat.

Lalu, tiga hakim yang ditunjuk untuk menyidangkan perkara itu yakni Djuyamto, Ali Muhtarom dan Agam Syarif Baharudin.

Terakhir, satu orang tersangkan benama Muhammad Syafei atau MSY yang merupakan Head and Social Security Legal PT Wilmar Group. PT Wilmar sendiri merupakan salah satu koorporasi yang diberikan vonis lepas dalam perkara tersebut.

Baca juga: Sejumlah Hakim Ditangkap Karena Jual Beli Putusan, Gus Jazil Desak Reformasi Pengadilan

Qohar mengatakan awalnya tersangka Wahyu Gunawan yang saat itu sebagai Panitera Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat bertemu dengan pengacara terdakwa yang kini juga tersangka kasus suap yakni Ariyanto.

Dalam pertemuan itu, Wahyu mengancam putusan perkara ini bisa dihukum maksimal bahkan lebih jika tidak memberikan uang.

"Di mana pada saat itu Wahyu Gunawan menyampaikan agar perkara minyak goreng harus diurus jika tidak putusannya bisa maksimal bahkan melebihi tuntutan jaksa penuntut umum," kata Qohar dalam konferensi pers di Gedung Kejagung, Jakarta, Selasa (15/4/2025).

"Dalam pertemuan tersebut Wahyu Gunawan juga menyampaikan agar Ariyanto yang dalam hal ini selaku penasihat korporasi untuk menyiapkan biaya pengurusannya," sambungnya.

Atas permintaan itu, Ariyanto pun menghubungi rekannya, Marcella Santoso. Selanjurnya, Marcella bertemu Muhammad Syafei atau MSY yang merupakan tim Legal PT Wilmar Group sebagai terdakwa korporasi.

Pertemuan itu dilakukan di sebuah rumah makan yakni Daun Muda Soulfood by Peresthu - Wolter Monginsidi, Jakarta Selatan untuk membahas permintaan tersebut. Namun, Syafei berdalih sudah ada yang mengurus.

"Sekitar 2 minggu kemudian, AR dihubungi oleh WG. Pada saat itu WG menyampaikan kembali agar perkara ini segera diurus. Setelah mendapat info tersebut kemudian AR menyampaikan kembali kepada MS. Kemudian MS kembali bertemu lagi dengan MSY di tempat makan Daun Muda, di tempat yang sama dengan pertemuan tadi," tuturnya.

Baca juga: Hakim Djuyamto Tinggal di Apartemen yang Dilengkapi Lift Pribadi dan Kolam Renang

Awalnya, Syafei menyebut perusahaan hanya menyanggupi membayar Rp20 miliar.

Setelahnya, Ariyanto bertemu dengan Wahyu dan Muhammad Arif Nuryanta yang saat itu menjabat Wakil Ketua PN Jakarta Pusat di rumah makan Layar Seafood Sedayu, Kelapa Gading, Jakarta Timur.

"Dalam pertemuan tersebut Muhammad Arif Nuryanta mengatakan bahwa perkara minyak goreng tidak bisa diputus bebas. Ini sebagai permintaan yang pertama tadi kepada WG dan ini jawabannya," tuturnya.

"Tetapi bisa diputus onstlag dan yang bersangkutan dalam hal ini MAN atau Muhammad Arif Nuryanta meminta agar uang Rp20 miliar itu dikali 3 sehingga jumlahnya total Rp60 miliar," imbuhnya.

Singkat cerita, Syafei menyanggupi permintaan Rp60 miliar tersebut dan uangnya akan diserahkan ke Wahyu di rumahnya di Cluster Eboni Jalan Eboni 6 Blok AE, Sukapura, Cilincing, Jakarta Utara.

Setelahnya, uang itu diserahkan kepada Arif dan Wahyu mendapat komisi perantara sebesar 50.000 USD.

Kemudian, Arif menunjuk tiga orang majelis hakim untuk menangani perkara tersebut yakni Djuyamto cs.

Ketiga Majelis Hakim ini pun bersepakat untuk membuat perkara tersebut divonis onslag atau lepas setelah menerima uang sebesar Rp22,5 miliar.
 

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved