Rabu, 13 Agustus 2025

Pemain Sirkus dan Kehidupannya

F-PDIP DPR Kritik Kinerja Kementerian HAM dalam Kasus Sirkus OCI: Jangan Hanya Populer, Beri Dampak

Kasus ini bermula dari sejumlah perempuan mantan pemain sirkus OCI yang menguak kisah kelam selama puluhan tahun menjadi pemain sirkus.

Editor: Hasanudin Aco
Istimewa/Tribunnews.com
KRITIK SIRKUS OCI - Anggota Komisi XIII DPR RI Marinus Gea mengkritik kinerja Kementerian HAM dalam menangani kasus dugaan pelanggaran HAM yang dilakukan sirkus OCI terhadap sejumlah mantan pekerjanya. 

 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -  Anggota Komisi XIII DPR RI Marinus Gea, mengkritik kinerja Kementerian Hak Asasi Manusia (HAM) dalam menangani kasus dugaan pelanggaran HAM yang dilakukan Oriental Circus Indonesia (OCI) terhadap sejumlah mantan pekerjanya.

Anggota Fraksi PDI Perjuangan ini menyebut Kementerian HAM seharusnya dapat melindungi hak-hak para korban.

Marinus menilai  Kementerian HAM terlalu lamban menyikapi persoalan ini.

Padahal, DPR melalui Komisi III dan Komisi XIII telah menerima keterangan dari pihak-pihak yang bersangkutan setelah korban mengadukan kasusnya ke Wakil Menteri HAM Mugiyanto, pada pertengahan April lalu. 

“Inilah yang terjadi di OCI kemarin. Kita sudah mulai mengungkap fakta bahwa ada pelanggaran HAM. Tapi Kementerian HAM, apa tindakannya? Apa yang sudah dilakukan?” ujar Marinus, Selasa (29/4/2025). 

Seperti diketahui, kasus ini bermula dari sejumlah perempuan mantan pemain sirkus OCI yang menguak kisah kelam selama puluhan tahun menjadi pemain sirkus.

 Mereka beratraksi di berbagai tempat, termasuk di Taman Safari Indonesia.

Cerita memilukan ini diungkap para perempuan tersebut di hadapan Wakil Menteri HAM, Mugiyanto di kantornya pada Selasa (15/4/2025) saat mengadukan pengalaman pahit yang mereka alami selama bertahun-tahun.

Mulai dari kekerasan fisik, eksploitasi, hingga perlakuan tidak manusiawi.

Salah satu pemain sirkus, Butet bercerita bahwa ia sering mendapatkan perlakuan kasar selama berlatih dan menjadi pemain sirkus.

Bahkan ia sempat dipisahkan oleh anaknya bernama Fifi yang belakangan diketahuinya juga merupakan bagian dalam kelompok sirkus ini.

Setidaknya ada empat fakta yang diungkap Komnas HAM terkait dugaan eksploitasi terhadap pemain sirkus di OCI sejak 1997.

Dimana sejak rekomendasi dikeluarkan pada 1 April 1997, pihak OCI tidak pernah menindaklanjuti. 

Pertama, pelanggaran terhadap hak anak untuk tahu dari mana asal usul identitasnya maupun hubungan keluarganya.

Kedua, pelanggaran terhadap hak anak untuk bebas dari eksploitasi yang bersifat ekonomi. 

Ketiga, pelanggaran hak anak untuk mendapatkan pendidikan layak.

Keempat, pelanggaran terhadap hak anak untuk mendapat perlindungan dan jaminan sosial sesuai hukum yang berlaku. 

Marinus pun mengingatkan pentingnya Kementerian HAM membangun jalur komunikasi langsung dengan masyarakat agar fungsi kementerian yang dinahkodai Natalius Pigai itu benar-benar dirasakan rakyat Indonesia.

Kritik Marinus ini juga disampaikan dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Sekjen Kementerian HAM Novita Ilmaris di Gedung DPR RI, Senin (28/4) kemarin. 

“Perlu ada sosialisasi. Masyarakat harus tahu ke mana mereka melapor, bagaimana mereka bisa mendapatkan perlindungan,” tegas Legislator dari Dapil Banten III itu.

Marinus juga menyinggung soal tingginya popularitas kementerian HAM saat ini.

Namun menurutnya, kepopuleran Kementerian HAM belum dibarengi dengan pemahaman masyarakat terhadap manfaat konkret yang diberikan.

“Kementerian HAM ini populer karena figurnya. Tapi masyarakat belum paham, perlindungan HAM apa yang sebenarnya bisa mereka dapatkan,” ungkap Marinus.

Di sisi lain, Marinus menyoroti laporan penggunaan anggaran Kementerian HAM Tahun Anggaran 2025.

Ia mengatakan dari pagu Rp 113 miliar, baru Rp 51 miliar yang terealisasi.

Marinus meminta Kementerian HAM menjelaskan anggaran senilai Rp 51 miliar terpakai untuk apa saja. 

Ia mengingatkan bahwa setiap rupiah yang dikeluarkan harus bermanfaat untuk masyarakat. 

“Apakah realisasi Rp 51 miliar ini hanya untuk kegiatan rutin, atau ada program-program nyata yang berjalan? Ini harus jelas,” tukasnya.

"Penggunaan anggaran harus bisa dirasakan manfaatnya langsung oleh masyarakat. Jangan hanya jadi angka di atas kertas,” imbuh Marinus Gea.

Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan