Kamis, 20 November 2025

RUU Hukum Acara Perdata Didorong Segera Disahkan, Era Digital Tuntut Reformasi dari Warisan Kolonial

Dorongan untuk segera memperbarui Kitab Hukum Acara Perdata semakin menguat. 

Penulis: Gita Irawan
Editor: Dodi Esvandi
Tribunnews/Gita Irawan
Asosiasi Dosen Hukum Acara Perdata Indonesia (ADHAPER) menggelar konferensi bertajuk Upgrading Hukum Acara Perdata di Aula Gedung GRHA William Soeryadjaya Universitas Kristen Indonesia (UKI) Jakarta pada Rabu (19/11/2025). Acara juga dihadiri oleh Ketua Mahkamah Agung (MA) Sunarto dan Wakil Menteri Hukum Edward (Eddy) Omar Sharif Hiariej. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Dorongan untuk segera memperbarui Kitab Hukum Acara Perdata semakin menguat. 

Wakil Menteri Hukum RI, Edward Omar Sharif Hiariej, menegaskan perlunya sistem hukum acara perdata berbasis teknologi informasi agar tidak tertinggal di era revolusi industri 5.0.

Hal itu ia sampaikan dalam Konferensi Nasional Asosiasi Dosen Hukum Acara Perdata (ADHAPER) 2025 di Universitas Kristen Indonesia (UKI), Jakarta, Rabu (19/11/2025). 

Eddy menekankan, Rancangan Undang-Undang (RUU) Kitab Hukum Acara Perdata sudah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2026.

“Kita butuh sistem peradilan yang berbasis teknologi informasi. Teleconference bisa digunakan untuk pemeriksaan saksi, berita acara bisa dibuat secara digital. Semua ini harus diakomodasi dalam hukum acara perdata yang baru,” ujarnya.

Ketua Mahkamah Agung, Prof. Sunarto, mendukung penuh langkah modernisasi ini. 
Menurutnya, hukum acara perdata yang masih berlandaskan aturan kolonial sudah tidak lagi memadai.

“Mahkamah Agung selama ini hanya mengisi kekosongan hukum lewat peraturan atau putusan. Tapi hukum acara perdata kita harus diperbarui agar sesuai dengan perkembangan zaman,” tegasnya.

Baca juga: Hukum Acara Perdata Warisan Kolonial, Akademisi dan MA Sepakat Mendesak RUU Segera Disahkan

Dekan Fakultas Hukum UKI, Dr. Hendri Jayadi, menambahkan konferensi ini menjadi wadah penting bagi akademisi dan praktisi untuk memberi masukan kepada pemerintah. 

Ia menekankan pentingnya pengakuan terhadap alat bukti digital dan mekanisme penyelesaian sengketa yang lebih modern.

Ketua ADHAPER, Prof. Efa Laela Fakhriah, bahkan menyebut hukum acara perdata saat ini “sudah usang” karena masih buatan zaman Belanda.

“Kami sudah berkali-kali mendorong pembaruan. Kali ini, kami berharap hasil konferensi benar-benar bisa menjadi masukan bagi pemerintah,” pungkasnya.

Konferensi Nasional ADHAPER 2025 berlangsung 19–21 November di Auditorium Graha William Soeryadjaya, Fakultas Hukum UKI Jakarta, dengan tema Transformasi Penyelesaian Sengketa dan Berhukum di Era Digital. 

Acara ini dihadiri akademisi dan praktisi hukum dari berbagai daerah.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved