Senin, 29 September 2025

Revisi UU TNI

Lebih Tua dari UU TNI, Akankah Undang-Undang HAM Juga Direvisi Tahun Ini? Begini Kata DPR

Dua UU menyangkut HAM tersebut yakni UU nomor 39 tahun 1999 tentang HAM dan UU nomor 26 tahun 2000 tentang pengadilan HAM.

Penulis: Gita Irawan
Editor: Hasanudin Aco
Tribunnews.com/Gita Irawan
REVISI UU HAM - Wakil Ketua Komisi XIII DPR RI sekaligus anggota Baleg DPR RI, Sugiat Santoso, usai menghadiri Peluncuran Laporan Tahunan HAM Amnesty International terkait situasi hak asasi manusia di 150 negara termasuk Indonesia, di kantor Amnesty International Indonesia, Menteng Jakarta pada Selasa (29/4/2025). Sugiat mengatakan revisi UU HAM menjadi salah satu RUU inisiatif Badan Legislasi (Baleg) DPR. (Gita Irawan/Tribunnews.com). 

Diberitakan sebelumnhya, Ketua Komnas HAM RI  Atnike Nova Sigiro memandang Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia (UU HAM) perlu direvisi.

Atnike mengatakan dalam sejarahnya pembentukan UU HAM dilatari situasi politik transisi di mana ada kedaruratan perlunya segera mekanisme HAM nasional menyangkut munculnya persoalan-persoalan HAM karena terbukanya ruang demokratisasi. 

Sebab itu, dia memandang masih adanya pertimbangan pragmatis yang digunakan dalam pembentukan UU itu.

Sehingga, menurutnya UU HAM saat ini perlu direvisi untuk mengakomodir perkembangan yang terjadi setelahnya.

Hal itu disampaikannya di sela-sela Peringatan Hari HAM Sedunia di kantor Komnas HAM RI Jakarta Pusat pada Selasa (10/12/2024).

"Di dalam UU 39 kalau kita lihat, ada persoalan-persoalan teknis dari Undang-Undang. Yang paling sederhana, jumlah anggota Komnas HAM di situ disebut 35 orang. Karena waktu itu provinsi Indonesia itu ada 33, lalu ada dua pimpinan. Jadi hitungannya pragmatis saja dulu ketika bikin aturan itu," ujarnya. 

"Sekarang tentu harus kita revisi dong, kita review. Masa' ada hukum tapi tidak ditaati 35, bahkan setiap periode tidak sama. Itu kan harus dibuat sesuai dengan analisis yang rasional terhadap fungsi dari Komnas HAM. Apakah Komnas HAM jumlah anggotanya 5 seperti komisi negara lain, atau 7," sambung dia.

Selain itu, kata dia, saat Komnas HAM dibentuk para pegawainya bukalah pegawai negeri.

Sementara saat ini, ungkap dia, para pegawai di Komnas HAM adalah ASN.

"Itu ada implikasi terhadap bagaimana status kepegawaian dari staf Komnas HAM. Kompetensi apa yang dimiliki, itu juga sekarang kami dorong. Bahwa Komnas HAM tidak hanya diberi tugas untuk mendorong penegakan HAM melalui pemantauan tetapi juga didukung dengan jabatan fungsional yang sesuai dengan tugas dan fungsi," sambung dia.

Terkait itu, Atnike pun mencontohkan soal tugas pemantauan atau penyelidikan HAM.

Menurutnya, bila Komnas HAM diberikan tugas pemantauan dan penyelidikan HAM oleh UU HAM, maka Komnas HAM juga membutuhkan jabatan fungsional pemantau HAM atau penyelidik HAM.

"Hal-hal seperti itu kelihatannya teknis, tapi penguatan kelembagaan kami sangat dibutuhkan. Penyelidik UU 26 (pelanggaran HAM berat), kami butuh jabatan fungsional penyelidik, kami butuh jabatan fungsional mediasi," ungkapnya.

Selain itu, menurut Atnike, fungsi mediasi yang dilakukan Komnas HAM selama ini juga terbukti mampu menyelesaikan persoalan sejumlah hak asasi.

Tentunya, lanjut dia, selama bukan dalam konteks kejahatan pidana apalagi kejahatan pidana yang serius.

Halaman
123
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan