Sabtu, 16 Agustus 2025

Mahfud MD: Rangkap Jabatan di Pemerintah dan BUMN Problem Etik dan Hukum

Mahfud MD menyoroti rangkap jabatan yang dilakukan pejabat negara di tubuh Badan Usaha Milik Negara (BUMN), seperti menjadi komisaris.

Tangkap Layar YouTube/Mahfud MD Official
MAHFUD MD - Mantan Menko Polhukam Mahfud MD dalam siniar Terus Terang, Selasa (29/4/2025). Mahfud MD menyoroti pejabat yang rangkap jabatan di pemerintahan dan BUMN. 

TRIBUNNEWS.COM - Mantan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD, menyoroti rangkap jabatan yang dilakukan pejabat negara di tubuh Badan Usaha Milik Negara (BUMN), seperti menjadi komisaris.

Mahfud MD menegaskan, rangkap jabatan di pemerintahan dan BUMN adalah masalah etik dan hukum.

"Karena di dalam rangkap jabatan di BUMN itu terutama yang dilakukan oleh pejabat-pejabat pemerintah, TNI, dan Polri, di situ ada potensi korupsi terselubung, ada ketidakadilan, dan ada abuse of power, penyalahgunaan wewenang yang bisa menimbulkan kolusi yang justru bisa merugikan BUMN," ungkap Mahfud MD, dikutip dari siniar yang diunggah kanal YouTube-nya, Selasa (29/4/2025).

Mengutip data Indonesia Corruption Watch (ICW), Mahfud MD, menyebut lebih dari separuh komisaris maupun Dewan Pengawas BUMN.

"Akhir 2023 ICW itu merilis hasil pelacakannya bahwa dari total BUMN yang dimiliki, dari semua BUMN yang dimiliki oleh pemerintah itu, ada 263 orang komisaris dan dewan pengawas BUMN."

"Nah, dari 263 ini 53,9 persen atau sebanyak 142 orang itu rangkap jabatan di pemerintahan dan di BUMN," ungkapnya. 

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu, juga memaparkan data Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) tentang pendapatan fantastis mereka yang merangkap jabatan.

"Misalnya kalau kita lihat dari Kementerian Keuangan aja, Sekretaris Jenderal Kementerian Keuangan itu sekarang menjabat komisaris di Pertamina."

"Sekjen Kemenkeu sebagai pejabat eselon 1 gajinya itu Rp 90.505.000. Tapi sebagai komisaris setiap bulan dia kalau dirata-ratakan ya dapatnya setiap bulan itu Rp 2.865.714.286, Rp 2,9 miliar hanya dari jabatan komisaris Pertamina. Setiap bulan loh ini, gila kan itu?" ungkapnya.

Mahfud mengatakan, rata-rata mereka yang merangkap jabatan bisa mendapatkan Rp 30-35 miliar dalam setahun.

"Sementara Anda hitung gaji menteri misalnya, itu ya kalau dikumpulkan semua sebulan itu paling banyak Rp 200 juta karena ada uang operasional, ada gaji, ada remunerasi, ada lain-lain itu mungkin kunjungan dan sebagainya itu kan ada uang jalannya itu paling banyak Rp 200 juta."

"Jadi setahun kalau seorang menteri yang banyak kerjaan tuh ya bisa cuma paling banyak Rp 2,4 miliar. Ini setahun Rp 30-35 miliar yang ngerangkap-rangkap begitu."

Baca juga: Mahasiswa UI Gugat UU Kementerian Negara, Tolak Pasal Menteri Rangkap Jabatan di Parpol

Menurut Mahfud, rangkap jabatan menunjukkan ketidakadilan.

Semestinya, BUMN dapat mencari profesional untuk bekerja, tidak diambil dari pemerintah.

"Itu tidak adil sama sekali. Kenapa tidak cari profesional aja lalu bertanggung jawab ke Dirjen melekat pada Dirjen yang memeriksa dalam tugas-tugas rutinnya kan bisa."

"Misalnya pajak gitu ya. Ya lapor ke dia karena dia sudah Dirjen sudah dapat gaji gitu kan sudah melekat. Kenapa harus rangkap-rangkap? Nyewa profesional kan bisa gitu, tidak harus dari kementerian," tegas Mahfud.

Sudah Ada Gugatan ke MK

Pada Februari 2025, Indonesia Law & Democracy Studies (ILDES) yang diwakili oleh Juhaidy Rizaldy Roringkon mengajukan Permohonan Pengujian Materiil Pasal 23 Undang-Undang (UU) Kementerian Negara terhadap UUD NRI 1945.

"Kami mempermasalahkan perihal wakil menteri yang saat ini bisa merangkap jabatan sebagai komisaris dan dewan pengawas BUMN karena secara konstitusional wakil menteri dan menteri itu sama kedudukannya," kata Rizaldy dalam keterangannya di Jakarta, 26 Februari 2025.

Selain itu, pihaknya meminta kepada MK agar frasa menteri dalam Pasal 23 UU Kementerian Negara itu dimaknai menteri dan wakil menteri.

"Sehingga ketika ada aturan ini,  lanjut dia, wakil menteri tidak bisa lagi merangkap jabatan komisaris BUMN," ujarnya.

Dikatakan bahwa saat ini ada lima wamen di Kabinet Merah Putih pemerintahan Prabowo-Gibran yang merangkap komisaris dan dewan pengawas BUMN, yaitu:

- Kartika Wirjoatmodjo, Wakil Menteri BUMN merangkap Komisaris BRI;

- Aminuddin Maruf, Wakil Menteri BUMN merangkap Komisaris PLN;

- Dony Oskaria, Wakil Menteri BUMN merangkap Wakil Komisaris Utama Pertamina;

- Suahasil Nazara, Wakil Menteri Keuangan merangkap Wakil Komisaris Utama PLN;

- Sudaryono, Wakil Menteri Pertanian merangkap Ketua Dewan Pengawas Perum Bulog.

(Tribunnews.com/Gilang Putranto, Hasanudin Aco)

Sumber: TribunSolo.com
Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan