Minggu, 17 Agustus 2025

Wajib Militer Bagi Pelajar Nakal

Tak Setuju dengan Dedi Mulyadi, Komnas HAM Sebut Kirim Siswa Nakal ke Barak Militer Langgar Hak Anak

Ketua Komnas HAM RI memperingatkan bahwa mengirim siswa ke barak militer sebagai bentuk hukuman adalah bentuk penegakan hukum yang tidak sah. 

Penulis: Rifqah
Instagram @dedimulyadi71 | TribunJabar.id/Deanza Falevi
PENDIDIKAN MILITER SISWA - Foto (Kiri) Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi saat hadir dalam pembukaan pendidikan militer pertama di Kabupaten Purwakarta, Jabar, pada Kamis (1/5/2025). (Kanan) Para pelajar saat mengikuti pendidikan militer di Resimen Artileri Medan 1 Sthira Yudha, Batalyon Artileri Medan 9, Kabupaten Purwakarta, Kamis (1/5/2025). Ketua Komnas HAM RI memperingatkan bahwa mengirim siswa ke barak militer sebagai bentuk hukuman adalah bentuk penegakan hukum yang tidak sah.  

Sebagian pihak mendukung program tersebut sebagai solusi tegas untuk menekan kenakalan remaja.

Sebagian lainnya lagi, termasuk Komnas HAM menganggap bahwa pendekatan militeristik bertentangan dengan prinsip pendidikan dan perlindungan anak.

Ketua Komisi X DPR Sebut Kebijakan Dedi Mulyadi Tetap Perlu Dikaji Lagi

Mengenai kebijakan Dedi Mulyadi tersebut, Ketua Komisi X DPR RI, Hetifah Sjaifudian, berharap program itu tidak sampai membebani siswa.

Menurut Hetifah, kebijakan Dedi Mulyadi itu, tetap perlu dikaji secara mendalam.

Meskipun gagasan pendidikan berdisiplin ala militer tersebut bisa dilihat sebagai upaya membentuk karakter dan nasionalisme.

Kajian mendalam itu, kata Hetifah, bisa dengan cara dialog dengan berbagai pemangku kepentingan, termasuk pemerintah pusat, praktisi pendidikan, dan masyarakat.

Karena gagasan ini bisa saja dinilai untuk membangun karakter disiplin, nasionalisme, bahkan kesiapan bela negara bagi anak-anak muda. 

"Namun, bisa saja gagasan ini kurang sesuai dengan konteks pendidikan formal dan dinilai berpotensi membebani siswa."

"Misalnya ada kekhawatiran bahwa program ini bisa mengalihkan fokus dari tujuan utama pendidikan, yaitu pengembangan akademik dan keterampilan hidup (living skill)," kata Hetifah saat dihubungi Tribunnews.com, Kamis (1/5/2025).

Dia menjelaskan, penanaman nilai bela negara dan nasionalisme sudah terintegrasi dalam kurikulum saat ini, terutama dalam mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan. 

Selain itu, Kementerian Pertahanan melalui Peraturan Menteri Pertahanan No. 8 Tahun 2022 juga telah mengatur program bela negara secara sukarela yang disesuaikan dengan jenjang pendidikan, mulai dari PAUD hingga perguruan tinggi.

"Konsep bela negara, lebih ditekankan pada pembangunan kesadaran nasionalisme, cinta tanah air, dan kesiapan mental-spiritual untuk membela negara, bukan melalui pelatihan militer fisik," tegas Hetifah.

Hetifah menegaskan bahwa Komisi X DPR pada prinsipnya mendorong pentingnya pendidikan karakter dan nasionalisme dalam kurikulum pendidikan. 

Serta fokus pada penguatan kurikulum yang sudah ada, seperti Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan. 

"Pendidikan bela negara yang ada saat ini, harus disesuaikan dengan kebutuhan dan konteks pendidikan nasional, tanpa mengabaikan hak-hak dasar siswa untuk mendapatkan pendidikan yang menyeluruh dan berorientasi pada pengembangan potensi siswa," ucapnya.

(Tribunnews.com/Rifqah/Fersianus Waku/Gita Irawan)

Sumber: TribunSolo.com
Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan