Rabu, 27 Agustus 2025

FIB Usulkan Definisi Baru Apoteker ke Presiden RI

FIB, sebagai organisasi profesi yang mewadahi Apoteker di seluruh Indonesia, secara resmi menyerahkan surat kepada Presiden Republik Indonesia.

Penulis: Hasanudin Aco
Editor: Wahyu Aji
Freepik
Ilustrasi apotek - FIB, sebagai organisasi profesi yang mewadahi Apoteker di seluruh Indonesia, secara resmi menyerahkan surat kepada Presiden Republik Indonesia. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Perkumpulan Farmasis Indonesia Bersatu (FIB), sebagai organisasi profesi yang mewadahi Apoteker di seluruh Indonesia, secara resmi menyerahkan surat kepada Presiden Republik Indonesia.

Presidium Nasional FIB Apt. Ismail mengatakan dalam surat tersebut, FIB mengajukan usulan penting yaitu mendefinisikan ulang profesi Apoteker dalam regulasi nasional agar merepresentasikan secara utuh fungsi profesional dan tanggung jawab strategis Apoteker dalam sistem kesehatan.

Menurut FIB, definisi yang saat ini berlaku sebagaimana tercantum dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor  41 Tahun 1990, PP Nomor 51 Tahun 2009, hingga PMK Nomor  17 Tahun 2024 masih sangat sempit hanya pada aspek administratif.

Definisi itu menyebut Apoteker sebagai “sarjana farmasi yang telah lulus sebagai Apoteker dan telah mengucapkan sumpah jabatan Apoteker.”

"Definisi ini dinilai belum mencerminkan kompleksitas tanggung jawab Apoteker dalam praktik sehari-hari, mulai dari memastikan mutu dan keamanan obat, menjamin rasionalitas terapi secara farmakologis hingga melindungi pasien dari risiko kesalahan penggunaan maupun potensi penyalahgunaan obat," ujar Apt. Ismail dalam keterangannya pada Kamis (8/5/2025).

Sebagai solusi, FIB mengusulkan agar definisi Apoteker diperbarui menjadi:

“Apoteker adalah tenaga kesehatan profesional yang memiliki kompetensi keilmuan, keterampilan, akuntabilitas etik, dan otoritas legal dalam bidang farmasi, yang menyelenggarakan praktik kefarmasian secara profesional, mandiri maupun kolaboratif, guna menjamin mutu, keamanan, kemanfaatan, dan rasionalitas penggunaan sediaan farmasi, sesuai dengan standar profesi, kode etik, dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.”

FIB menegaskan bahwa reformulasi definisi ini bukan semata demi kepentingan profesi, tetapi lebih jauh demi perlindungan masyarakat sebagai penerima manfaat layanan kesehatan, untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang bermutu, aman, dan bertanggung jawab.

“Masyarakat berhak atas layanan kefarmasian yang profesional, aman, dan dapat dipercaya. Di tengah tantangan sistem kesehatan saat ini, definisi profesi yang jelas bukan sekadar soal kepentingan profesi, tapi merupakan jaminan bahwa setiap warga negara dilayani oleh tenaga kesehatan yang kompeten, bertanggung jawab secara etik dan legal,” tegas Apt. Ismail.

FIB juga menyampaikan komitmennya untuk terus berdialog dengan pemerintah dan mendukung proses penyusunan kebijakan, baik secara teknis maupun akademik.

FIB meyakini bahwa redefinisi profesi Apoteker akan menjadi bagian penting dari penguatan sistem kesehatan nasional sebagaimana diamanatkan dalam UU Nomor 17 Tahun 2023 tentang kesehatan.

Baca juga: Presidium FIB: Kebijakan RPL dalam Pendidikan Apoteker Merusak Tata Etik Profesi

"Di era transformasi kesehatan seperti sekarang, masyarakat membutuhkan tenaga kesehatan yang tak hanya kompeten, tetapi juga bertanggung jawab secara etik dan legal. Definisi profesi yang kuat adalah fondasi dari sistem pelayanan yang dapat dipercaya," tutup Apt. Ismail.

Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan