Kasus Impor Gula
Tom Lembong Soal Istri Diperiksa Kejagung: Kalau Ada Masalah Dengan Saya, Tak Usah Bawa Keluarga
Eks Mendag Tom Lembong merespons istrinya Maria Franciska Wihardja yang telah diperiksa Kejaksaan Agung dalam kasus obstruction of justice (OOJ).
Penulis:
Rahmat Fajar Nugraha
Editor:
Adi Suhendi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Terdakwa kasus korupsi importasi gula Eks Mendag Tom Lembong merespons istrinya Maria Franciska Wihardja yang telah diperiksa Kejaksaan Agung dalam kasus obstruction of justice (OOJ).
Tom Lembong mengatakan jika memiliki permasalahan dengan dirinya, tidak perlu menyeret-nyeret keluarganya.
"Tentunya tahu, saya kira kalau ada masalah dengan saya cukup berhenti di saya saja, tidak usah bawa-bawa istri atau keluarga lainnya," kata Tom Lembong kepada awak media setelah persidangan di PN Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (15/5/2025).
Sebelumnya Kejaksaan Agung (Kejagung) mengungkapkan alasan pemeriksaan istri mantan Menteri Perdagangan Tom Lembong, Maria Franciska Wihardja, dalam kasus obstruction of justice (OOJ) alias perkara perintangan penyidikan.
Pemeriksaan terhadap Franciska Wihardja dilakukan pada 9 Mei 2025.
Baca juga: Sidang Tom Lembong, Rachmat Gobel Sebut Belum Ada Aturan Kerja Sama PPI dengan Produsen Gula Swasta
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Harli Siregar mengatakan, perihal substansi pemeriksaan merupakan kewenangan penyidik.
Namun, menurut Harli, pemeriksaan Franciska Wihardja dalam kasus tersebut dilakukan untuk meminta klarifikasi terkait barang bukti elektronik yang ditemukan penyidik dalam kasus OOJ.
"Bahwa di dalam barang bukti elektronik yang disita tentu ada informasi yang terkait dengan yang bersangkutan," kata Harli, kepada wartawan di Gedung Puspenkum Kejagung, Jakarta Selatan, Kamis (15/5/2025).
"Penyebutan informasi hubungan antara yang bersangkutan dengan pihak lain," tambahnya.
Baca juga: Sidang Tom Lembong, Letkol Sipayung Sebut Nama Tomy Winata Terkait Kepemilikan PT Angels Product
Lebih lanjut, kata Harli, klarifikasi dari istri terdakwa kasus dugaan korupsi importasi gula itu dibutuhkan untuk melihat hubungan antara Franciska dengan perkara OOJ yang tengah ditangani Kejagung.
"Sehingga penyidik kan wajar kalau melakukan klarifikasi permintaan keterangan, pemeriksaan untuk melihat apa korelasinya terkait dengan perkara itu," imbuh Harli.
Seperti diketahui, Kejaksaan Agung menetapkan tiga orang sebagai tersangka terkait kasus dugaan perintangan penyidikan maupun penuntutan atau obstruction of justice.
Dua orang merupakan Advokat yakni Marcella Santoso (MS) dan Junaidi Saibih (JS), satu lainnya ialah Direktur Pemberitaan JakTV Tian Bahtiar (TB).
Direktur Penyidikan pada Jampidsus Kejagung RI, Abdul Qohar mengatakan, penetapan tersangka terhadap tiga orang itu setelah pihaknya melakukan pemeriksaan dan ditemukan adanya bukti yang cukup.
“Penyidik pada Jampdisus Kejaksaan Agung mendapat alat bukti yang cukup untuk menetapkan tiga orang tersangka,” ujar Abdul Qohar dalam konferensi pers di Kejagung, Selasa (22/4/2025) dini hari.
Lebih jauh Qohar menjelaskan, perkara ini merupakan pengembangan dari kasus dugaan suap dan atau gratifikasi di balik putusan lepas atau ontslag tiga terdakwa korupsi ekspor crude palm oil (CPO).
Dalam pengembangan tersebut, ditemukan fakta bahwa para tersangka telah merintangi penyidikan dan penuntutan terhadap kasus korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) di PT Timah Tbk 2015-2022.
Tak hanya kasus itu mereka juga disebut terlibat merintangi penyidikan atas perkara importasi gula yang menjerat eks Menteri Perdagangan Tom Lembong.
“Terdapat permufakatan jahat yang dilakukan MS dan JS bersama-sama dengan TB secara langsung maupun tidak langsung dalam perkara korupsi Timah dan importasi gula atas nama Tom Lembong,” jelas Qohar.
Ia menambahkan para tersangka diduga bersekongkol membuat citra negatif Kejagung yang menangani kasus Timah dan importasi gula.
“Perbuatan TB bersifat personal. Ada indikasi TB menyalahgunakan jabatannya sebagai Direktur Pemberitaan JakTV,” ungkap Abdul Qohar.
Atas perbuatannya itu para tersangka pun dijerat dengan Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.