Hasto Kristiyanto dan Kasusnya
Kubu Hasto Pertanyakan Kesaksian Penyelidik KPK Soal Operasi Tangkap Tangan di PTIK
Pasalnya Arif Budi tidak melihat langsung dugaan keterlibatan Hasto dan hanya berdasarkan hasil penyelidikan meski dia dihadirkan sebagai saksi fakta.
Penulis:
Fahmi Ramadhan
Editor:
Muhammad Zulfikar

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kuasa hukum Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto, Alvon Kurnia Palma mempertanyakan kesaksian penyelidik KPK Arif Budi Raharjo yang tidak melihat secara langsung keterlibatan kliennya dalam kasus Harun Masiku.
Pasalnya Arif Budi tidak melihat langsung dugaan keterlibatan Hasto dan hanya berdasarkan hasil penyelidikan meski dia dihadirkan sebagai saksi fakta dalam sidang suap yang menjerat Hasto.
Arif dihadirkan sebagai saksi fakta oleh Jaksa KPK dalam sidang lanjutan kasus suap dan perintangan penyidikan pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR RI Harun Masiku dengan terdakwa Hasto di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (16/5/2025).
Baca juga: Penyelidik KPK Arif Budi Tuding Hasto Kristiyanto Aktor Intelektual dalam Kasus Harun Masiku
Awalnya Alvon menyampaikan protes kepada majelis hakim, lantaran keterangan yang disampaikan Arif tidak sesuai dengan kesepakatan awal yang akan menjelaskan soal operasi tangkap tangan (OTT) Harun dan Hasto di Kompleks Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) Jakarta Selatan.
Pada saat itu Arif justru memberikan kesaksian di luar peristiwa OTT sebagaimana yang telah disepakati.
Baca juga: Lagi, Kubu Hasto Protes saat Jaksa Hadirkan Penyelidik KPK di Sidang Kasus Harun Masiku
Adapun peristiwa OTT di PTIK itu diketahui terjadi pada 8 Januari 2020 dan Arif merupakan salah satu penyelidik yang turut melakukan kegiatan tersebut.
"Mohon dicatat majelis, tadi kan kesepakatan kami terkait dengan tanggal 8 ya?" ucap Alvon di ruang sidang.
Merespon hal tersebut, Jaksa mengatakan bahwa apa yang dijelaskan oleh Arif masih dalam rangkaian peristiwa OTT.
"Ya ini masih seputar proses Yang Mulia," kata Jaksa menimpali.
Menanggapi pernyataan ini, kemudian Alvon mengatakan bahwa apa yang terjadi diluar peristiwa 8 Januari 2020 pada saat OTT di PTIK bukan yang dialami oleh Arif selaku saksi fakta yang saat ini dihadirkan.
Alvon pun mengingatkan agar Jaksa fokus dengan pertanyaan seputar kejadian yang terjadi di PTIK tersebut.
"Kan tadi ditanyakan, apakah ini (Arif) tadi disana? Kan tim, mungkin tolong difokuskan bahwa ini untuk di tanggal 8, itu saja," kata Alvon.
Jaksa kemudian kembali menekankan bahwa apa yang menjadi tujuan pertanyaan pihaknya masih dalam rangkaian peristiwa di tanggal 8 tersebut.
Selain itu Jaksa juga menjelaskan bahwa pihaknya juga akan menanyakan mulai dari proses ekspose perkara hingga proses penangkapan.
Kendati demikian Jaksa mengatakan bahwa Arif memang tidak melihat langsung dugaan keterlibatan Hasto di kasus Harun Masiku.
Tapi menurut dia dugaan keterlibatan Hasto itu berdasarkan hasil yang ditemukan oleh tim pada saat proses penyelidikan.
"Itu yang kami tanyakan dalam persidangan ini. Makanya tadi saya jelaskan bukan melihat langsung tapi dia merupakan hasil keseluruhan tim dalam proses penyelidikan tadi sehingga itu disimpulkan yang dibuat oleh tim pada saat Palaran di ekspose," jelas Jaksa.
Baca juga: Nyanyian AKBP Rossa Seret Nama Firli Bahuri Buka Kotak Pandora Kasus Hasto Kristiyanto
Mendengar jawaban Jaksa, Alvon pun tetap kekeh agar Jaksa tetap fokus pada peristiwa di tanggal 8 sesuai yang dialami oleh Arif.
"Ya tadi kan selama tanggal 8 itu saja sih sebenarnya, ini saksi fakta kan?" ucap Alvon mempertanyakan.
Dalam kasus tersebut, Hasto didakwa bersama-sama dengan orang kepercayaanya yakni Donny Tri Istiqomah, Saeful Bahri dan Harun Masiku memberikan uang sejumlah 57.350 ribu Dollar Singapura (SGD) kepada mantan anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan.
Uang tersebut diberikan kepada Wahyu agar KPU bisa mengupayakan menyetujui pergantian calon anggota legislatif terpilih dari daerah pemilihan Sumatera Selatan 1 atas nama Riezky Aprilia kepada Harun Masiku.
"Yang bertentangan dengan kewajiban Wahyu Setiawan selaku anggota KPU RI yang termasuk penyelenggara negara sebagaimana diatur dalam Pasal 5 angka 4 dan angka 6 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme," ucap Jaksa.
Jaksa mengatakan, peristiwa itu bermula pada 22 Juni 2019 dilaksanakan rapat pleno DPP PDIP untuk membahas perolehan suara Nazarudin Kiemas calon anggota legislatif dapil Sumatera Selatan 1 yang telah meninggal dunia.
Adapun dalam pemilu 2019, Nazarudin dinyatakan memperoleh 34.276 suara, disusul Riezky Aprilia 44.402 suara, Darmadi Djufri 26.103 suara, Doddy Julianto Siahaan 19.776 suara, Diana Oktasari 13.310 suara.
Kemudian di urutan kelima ada Harun Masiku dengan perolehan suara 5.878 suara, Suharti 5.669 suara dan Irwan Tongari 4.240 suara.
Lalu berdasarkan hasil rapat pleno tersebut, Hasto selaku Sekjen memerintahkan Tim Hukum PDIP, Donny Tri Istiqomah menjadi pengacara partai untuk menggugat materi Pasal 54 ayat (5) huruf k tentang peraturan KPU nomor 3 tahun 2019 ke Mahkamah Agung (MA).
Baca juga: Sidang Hasto Hari Ini, Eks Ketua KPU RI Hasyim Asyari dan Penyelidik KPK Arif Budi Jadi Saksi
Setelah itu Hasto memanggil Donny dan Saeful Bahri ke rumah aspirasi di Jakarta Pusat untuk memberi perintah agar membantu Harun Masiku untuk menjadi anggota DPR RI.
"Dan melaporkan setiap perkembangan, baik mengenai komitmen penyerahan uang dan segala hal terkait pengurusan Harun Masiku kepada Terdakwa," ujar Jaksa.
Setelah itu selang satu bulan yakni Juli 2019, DPP PDIP kembali menggelar rapat pleno dengan keputusan menetapkan Harun Masiku sebagai caleg mengganti posisi Nazarudin Kiemas.
Atas keputusan itu Hasto pun memberitahu kepada Donny Tri untuk mengajukan surat permohonan kepada KPU.
Kemudian DPP PDIP bersurat kepada KPU yang pada pokoknya meminta agar perolehan suara Nazarudin Kiemas dialihkan kepada Harun Masiku.
"Menindaklanjuti surat dari DPP PDIP tersebut yang pada pokoknya KPU RI tidak dapat memenuhi permohonan DPP PDIP karena tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku," sebutnya.
Setelah tidak bisa memenuhi permintaan DPP PDIP, KPU pun menetapkan Riezky Aprilia sebagai calon anggota DPR RI terpilih berdasarkan rapat pleno terbuka pada 31 Agustus 2019.
Akan tetapi operasi pengajuan Hasto sebagai anggota DPR masih berlanjut.
Dimana Hasto meminta fatwa dari MA hingga menyuap Wahyu Setiawan sebesar 57.350 SGD atau setara Rp 600 juta.
Atas perbuatan tersebut, Hasto didakwa dengan Pasal 5 Ayat (1) huruf a Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP Jo. Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
Hasto Kristiyanto dan Kasusnya
Hasto Gugat Pasal 21 UU Tipikor ke Mahkamah Konstitusi, Apa Kata KPK? |
---|
Hasto Ditahan, PDIP akan Tunjuk Sekjen Baru? Pengamat Sebut Ada Dua Opsi |
---|
Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto Gugat UU Tipikor tentang Perintangan Penyidikan ke MK |
---|
Nasib Donny Tri Istiqomah di Ujung Tanduk Pascavonis Hasto, KPK Beri Sinyal Proses Lanjut |
---|
Vonis Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto Jauh dari Tuntutan, KPK Belum Tentukan Sikap untuk Banding |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.