RDP dengan Jampidsus, Komisi III DPR Soroti Pengamanan oleh TNI dan Kasus Eks Pimpinan JakTV
Anggota Komisi III DPR RI, Sarifuddin Sudding mempertanyakan soal kerja sama antara Kejaksaan Agung dengan TNI yang belakangan disorot
Penulis:
Fransiskus Adhiyuda Prasetia
Editor:
Wahyu Aji
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi III DPR RI, Sarifuddin Sudding mempertanyakan soal kerja sama antara Kejaksaan Agung dengan TNI yang belakangan disorot oleh publik.
Yakni pengamanan kantor-kantor kejaksaan di seluruh Indonesia. Mulai level Kejaksaan Agung sampai kejaksaan tinggi dan kejaksaan negeri.
Hal itu disampaikan Sudding saat Komisi III DPR menggelar Rapat Dengar Pendapat dengan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung, Febrie Adriansyah di ruang Komisi II I DPR RI, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (20/5/2025).
Sudding pun menilai, seharusnya pengamanan kantor kejaksaan cukup dilakukan oleh kepolisian.
”Apakah selama ini Pak Febrie dan kawan-kawan ada ancaman, sehingga harus dijaga oleh TNI? Yang bapak satu pleton, satu apa, dan sebagainya. Saya sebenarnya kalau saling menghargai institusi ini kan seharusnya kewenangan di institusi kepolisian, tidak harus TNI, kan begitu. Tapi, saat ini kan dijaga oleh pihak TNI, institusi kejaksaan,” kata Sudding.
Legislator Partai Amanat Nasional (PAN) ini juga mempertanyakan ihwal latar belakang di balik kerja sama Kejaksaan Agung dengan TNI.
Dia tak ingin, hal itu dilakukan hanya untuk menunjukkan kekuatan atau show of force.
Sebab, menurutnya, tidak ada kegentingan yang mengharuskan Kejaksaan Agung menggandeng TNI dalam urusan pengamanan.
”Pertanyaan saya memang selama ini Pak Febrie dan kawan-kawan ada kondisi darurat, ada kondisi ancaman yang sangat itu? sehingga harus dijaga oleh TNI. Jangan sampai ini kayak show of force, kan gitu,” ucapnya.
Sehingga orang pun jika berhubungan dengan pihak kejaksaan atau pun melaporkan suatu perkara dan sebagainya itu ada rasa keseganan, takut. Ini kok dijaga TNI kayak mau perang,” sambung Sudding.
Sementara, dalam kesempatan itu, Anggota Komisi III DPR RI Hinca Panjaitan juga mempertanyakan soal penerapan obstruction of justice kepada salah satu media.
Diketahui, Direktur Pemberitaan Jak TV Tian Bahtiar ditetapian sebagai tersangka obstruction of justice dalam kasus Timah.
Menurut Hinca, tidak mungkin pemberitaan atau kritik yang disampaikan oleh media dan pers dapat merintangi proses hukum. Apalagi sampai mengganggu dan menghentikan langkah-langkah jaksa dalam menjalankan tugasnya.
”Karena sekali lagi, jika pasal perintangan itu kita lebarkan terlalu lebar, sibuk sendiri nanti kita. Dengan demikian, maka apakah berita-berita konten yang dikeluarkan media, yang terasa menyakitkan kita, menyudutkan kita, menyesatkan kita, menurut pikiran kita, ya biarin dia. Itu bukan merintangi itu, mengkritiknya itu. Kalau tidak, sepi nanti, ruang gelap nanti penegakan hukum itu, biar dia terbuka,” kata Hinca.
Hinca meyakini, sorotan pers dan media terhadap kejaksaan tidak akan mempengaruhi perkara. Apalagi sampai menjadi gangguan yang membuat penanganan perkara terhenti.
Kejagung Beberkan Alasan Batal Jadi Kuasa Hukum Gibran: Penggugat Sebut Gugatan Bersifat Pribadi |
![]() |
---|
Prajurit TNI Ikut Jaga DPR dan Fasilitas Umum, Jubir Kementerian Pertahanan: Permintaan Kepolisian |
![]() |
---|
22 Tersangka Oknum Prajurit di Kasus Tewasnya Prada Lucky Namo Segera Diadili |
![]() |
---|
Motif Ekonomi Diduga Menjadi Penyebab Dua Oknum Kopassus Terjerat Kasus Pembunuhan Kacab Bank BUMN |
![]() |
---|
Setelah Uji Formil UU TNI Ditolak MK, Koalisi Masyarakat Sipil akan Lanjut Uji Materiil |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.