Sinyal Kembalinya Komando Pertahanan Udara Nasional yang Dilikuidasi pada 2022 Silam
Sinyal tersebut terlihat dari ditunjuknya perwira tinggi bintang tiga TNI AU Marsdya TNI Andyawan Martono Putra sebagai Staf Khusus KSAU.
Penulis:
Gita Irawan
Editor:
Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Seiring terbitnya Keputusan Panglima TNI Nomor Kep/667/V/2025 yang ditetapkan pada 27 Mei 2025 tentang mutasi 117 perwira TNI, muncul "sinyal" akan diaktifkannya kembali satuan Komando Pertahanan Udara Nasional (Kohanudnas).
Sinyal tersebut terlihat dari ditunjuknya perwira tinggi bintang tiga TNI AU Marsdya TNI Andyawan Martono Putra sebagai Staf Khusus Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) dengan keterangan untuk Pangkohanudnas yang termuat dalam salinan dokumen keputusan Panglima TNI tersebut.
Padahal, catatan Tribunnews.com, Kohanudnas sendiri diumumkan dilikuidasi oleh Marsekal TNI Fadjar Prasetyo (saat ini purnawirawan) saat menjabat sebagai KSAU.
Saat itu, Fadjar mengumumkan likuidasi Kohanudnas bersamaan dengan peresmian Komando Operasi Udara Nasional (Koopsudnas) di Lapangan Apel Makohanudnas, Halim Perdanakusuma, Jakarta pada Jumat (28/1/2022).
Salah satu alasannya, adalah karena pertimbangan strategis.
Tribunnews.com telah berupaya untuk mengkonfirmasi terkait sinyal diaktifkannya kembali Kohanudnas kepada Markas Besar TNI melalui Kapuspen TNI dan Markas Besar TNI Angkatan Udara melalui Kadispenau.
Akan tetapi, hingga berita ini ditulis belum ada penjelasan terkait hal tersebut.
Namun, Pengamat militer Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi memandang mutasi Marsdya TNI Andyawan Martono sebagai Staf Khusus KSAU "untuk menjadi Pangkohanudnas" memang menunjukkan sinyal bahwa organisasi Kohanudnas akan diaktifkan kembali.
Ia memandang langkah tersebut sangat penting dan tepat.
"Ancaman terhadap wilayah udara semakin kompleks. Kita bukan hanya bicara soal pelanggaran pesawat asing, tapi juga drone, rudal jarak jauh, sampai potensi serangan elektronik dan siber berbasis udara," kata Fahmi saat dihubungi Tribunnews.com pada Senin (2/6/2025).
"Dalam situasi seperti ini, dibutuhkan satu komando yang khusus dan fokus mengendalikan sistem pertahanan udara nasional secara menyeluruh dan terpadu," lanjut dia.
Ia mencatat, sebelum dilebur, Kohanudnas adalah satuan di bawah kendali Panglima TNI, bukan TNI AU.
Artinya, lanjut Fahmi, Kohanudnas punya otoritas dan kewenangan untuk mengintegrasikan kekuatan pertahanan udara, termasuk unsur dari Kavaleri, Arhanud, hingga sistem pertahanan kapal perang.
Sehingga, jelas Fahmi, kendali Kohanudnas saat itu bersifat lintas matra, sesuai kebutuhan operasi gabungan pertahanan udara nasional.
Akan tetapi, setelah Kohanudnas dilebur dan divalidasi menjadi Koopsudnas, struktur komando bergeser ke bawah KSAU.
Artinya, kata dia, operasi pertahanan udara nasional menjadi domain satu matra yaitu TNI AU.
Menurut dia, secara fungsi Koopsudnas menjalankan operasi yang serupa tapi dengan cakupan kendali yang terbatas pada matra udara.
Hal itu, kata dia, menjadi kendala tersendiri ketika kita bicara soal integrasi sistem hanud nasional yang melibatkan radar, rudal, intersepsi udara, pertahanan darat, dan laut secara simultan.
"Karena itulah, reaktivasi Kohanudnas memiliki urgensi. Ini bukan saja soal menghidupkan kembali satuan lama, tapi soal mengembalikan struktur komando yang bisa menyatukan dan mengoordinasikan seluruh kekuatan pertahanan udara secara terintegrasi," kata Fahmi.
"Dengan Kohanudnas yang diaktifkan kembali di bawah Panglima TNI, sistem kendali diharapkan bisa lebih cepat, terpusat, dan mampu melibatkan semua matra secara langsung ketika ada ancaman udara," lanjutnya.
Menurutnya sosok Marsdya TNI Andyawan juga sangat tepat untuk memimpin Kohanudnas.
Hal itu karena menurutnya pengalaman Andyawan sebagai Pangkoopsudnas pertama dan Pangkogabwilhan II membuatnya paham betul bagaimana mengelola operasi udara dan gabungan lintas matra.
Apalagi, kata dia, latar belakang Marsdya Andyawan sebagai penerbang tempur F-16 menunjukkan ia menguasai medan udara secara teknis maupun strategis.
Selain itu yang juga tidak kalah penting menurut Fahmi, juga harus dilihat bahwa TNI adalah organisasi yang dinamis.
Likuidasi dan reaktivasi satuan seperti Kohanudnas, menurutnya adalah bagian dari penyesuaian terhadap kebutuhan nyata di lapangan.
Jika penggabungan sebelumnya dinilai kurang efektif, kata dia maka menghidupkannya kembali justru menunjukkan kedewasaan organisasi, bisa mengevaluasi diri dan cepat beradaptasi.
"Jadi, ini keputusan yang realistis dan penting untuk memperkuat sistem pertahanan udara nasional yang terkoordinasi, terintegrasi, dan responsif terhadap kompleksitas ancaman," pungkasnya.
3 Pesawat Latih Jatuh di Indonesia, Terbaru di Bogor yang Tewaskan Fajar Adriyanto 'Red Wolf' TNI AU |
![]() |
---|
TNI AU Siapkan 1.499 Prajurit untuk Demo Udara di Upacara Gelar Pasukan & Tradisi Kehormatan Militer |
![]() |
---|
Pesawat Angkut Militer Airbus A400M Pesanan TNI AU Tes Terbang Perdana di Seville Spanyol |
![]() |
---|
Si Bungsu Menangis dalam Pelukan Ibunda Saat Tiba di Rumah Duka Marsma Fajar |
![]() |
---|
Sampaikan Belasungkawa Gugurnya Marsma Fajar, Okta Kumala: Beliau Berdedikasi dan Berpengalaman |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.