Wacana Pergantian Wapres
Respons PDIP dan Projo soal Usulan Pemakzulan Gibran Rakabuming Raka, Bagaimana Jawaban DPR?
Respons PDIP dan Projo soal usulan pemakzulan Gibran Rakabuming Raka dari kursi Wakil Presiden RI jadi sorotan, bagaimana pendapat kedua belah pihak.
Penulis:
Galuh Widya Wardani
Editor:
Suci BangunDS
TRIBUNNEWS.COM - Usulan pemakzulan Gibran Rakabuming Raka dari kursi Wakil Presiden RI turut direspons PDIP hingga relawan Pro Jokowi (Projo).
Diketahui, permintaan pemrosesan pemakzulan Gibran Rakabuming Raka tersebut, diajukan oleh forum purnawirawan TNI kepada Ketua MPR Ahmad Muzani dan Ketua DPR Puan Maharani melalui surat tertanggal 26 Mei 2025.
Publik tentu penasaran terhadap respons PDIP dan Projo.
Pasalnya, dua pihak ini sempat atau masih terus bersinggungan dengan Gibran Rakabuming Raka maupun ayahnya, Joko Widodo (Jokowi) dalam kancah perpolitikan Tanah Air.
Lantas, bagaimana respons kedua belah pihak ini? juga DPR selaku lembaga perwakilan rakyat?
Respons PDIP
Ketua DPP PDI Perjuangan (PDIP), Said Abdullah, buka suara soal usulan pemakzulan Gibran Rakabuming Raka.
Menurutnya, surat usulan tersebut, tidak bisa secara tiba-tiba diproses oleh pimpinan DPR RI.
Pasalnya, pimpinan DPR dan MPR pasti akan mengkaji terlebih dahulu surat tersebut.
"Menurut hemat saya tidak ujug-ujug bahwa surat yang masuk itu langsung diproses, di rapim (rapat pimpinan), dari rapim ke Bamus (Badan Musyawarah)."
"Tentu pimpinan DPR akan mengkaji terlebih dahulu, karena pimpinan DPR alat (kelengkapan dewannya) banyak," kata Ketua Banggar DPR RI tersebut, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (4/6/2025).
Baca juga: Tanggapan Roy Suryo Instagram Gibran Follow Akun Judi Online, Singgung Usulan Pemakzulan-Fufufafa
Said mengatakan, harus ada kondisi tertentu atau syarat untuk melakukan proses pemakzulan.
Sehingga, tidak serta-merta pemakzulan itu dilakukan.
Terlebih, saat ini, fokus kita tidak hanya soal politik melainkan tantangan masa depan.
"Kondisi-kondisi objektif yang kita hadapi sekarang ini bukan selalu tak berkutat pada politik, tetapi tantangan kita ke depan hari ini dan ke depan, tantangan global, geopolitik," jelas Said.
Respons Projo
Sementara itu, Wakil Ketua Umum Projo, Fredy Damanik, memberikan pembelaan.
Menurutnya, Gibran Rakabuming Raka tidak pernah melakukan pelanggaran hukum apapun.
Sehingga, tidak perlu mengada-ada mengusulkan pemakzulan terhadapnya.
Mengacu pada Pasal 7A Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, dijelaskan pemakzulan dapat dilakukan jika presiden dan/atau wakil presiden telah melakukan pengkhianatan terhadap negara; korupsi; penyuapan; tindak pidana berat lainnya; atau perbuatan tercela.
"Semua kita tahu bahwa Wapres Gibran sampai saat ini tidak pernah terbukti melakukan pelanggaran hukum apa pun."
"Jangankan terbukti melakukan pelanggaran hukum, mengalami proses hukum saja tidak ada, misalnya sebagai tersangka atau sedang disidang," ujar Fredy, dilansir Kompas.com, Kamis (5/6/2025).
Fredy menilai, DPR dan MPR tak perlu membahas surat Forum Purnawirawan Prajurit TNI.
Pasalnya, hal tersebut, justru akan menimbulkan kegaduhan.
"Tidak ada pentingnya untuk dibahas. Bahkan, kalau dibahas oleh DPR RI, bisa menimbulkan kegaduhan baru dan mengadu domba sesama masyarakat Indonesia," ujar Fredy.
Fredy pun yakin, usulan pemakzulan Gibran Rakabuming Raka tidak akan ditindaklanjuti secara politik.
Terlebih, pasangan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka sebagai Presiden dan Wakil Presiden, saat ini didukung oleh tujuh partai politik yang ada di DPR.
Mereka tergabung dalam Koalisi Indonesia Maju (KIM) Plus.
"Tidak ada negara yang bisa maju kalau pemimpinnya terpecah belah, bahkan negara akan hancur, sudah banyak contohnya."
"Jadi, Presiden Prabowo sebagai pemimpin koalisi (Kabinet) Merah Putih tidak akan pernah menyetujui pemakzulan tersebut, karena beliau sangat memahami," ujar Fredy.
Respons DPR
Di sisi lain, Wakil Ketua Komisi III DPR yang juga Sekretaris Fraksi Partai Nasdem, Ahmad Sahroni mengatakan, proses pemakzulan pimpinan negara bukan merupakan sesuatu yang mudah.
Sahroni mengatakan, pemakzulan harus melalui proses yang panjang.
Tidak hanya melibatkan DPR, tapi juga akan bersinggungan dengan MPR dan Mahkamah Konstitusi (MK).
"Saya rasa itu akan panjang sekali prosesnya, dan nggak semudah yang kita bayangkan," ujar Sahroni, Selasa (3/6/2025).
Berdasarkan Pasal 7A Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, pemakzulan presiden atau wakil presiden harus dimulai dengan sidang pleno DPR yang dihadiri 2/3 anggota.
Lalu, 2/3 peserta sidang pleno harus menyetujui bahwa presiden dan/atau wakil presiden telah melakukan pengkhianatan terhadap negara; korupsi; penyuapan; tindak pidana berat lainnya; atau perbuatan tercela.
Setelah DPR menyetujui hal tersebut, hasil sidang pleno akan dibawa ke MK.
MK lalu akan memutuskan ada atau tidaknya pelanggaran yang dilakukan presiden dan/atau wakil presiden.
Selanjutnya, jika MK memutuskan adanya pelanggaran, hasil dari lembaga tersebut akan dibawa ke MPR untuk memproses pemakzulan.
Di MPR, pemakzulan akan diputuskan lewat Keputusan MPR jika dalam sidang pleno diikuti oleh 2/3 anggota MPR dan disetujui oleh 2/3 dari anggota yang hadir.
(Tribunnews.com/Galuh Widya Wardani/Muhamad Deni Setiawan)(Kompas.com)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.