Polemik 4 Pulau Aceh dengan Sumut
Polemik 4 Pulau Aceh-Sumut, Ini Kata Istana, Menko Yusril Ihza, hingga Eks Wapres Jusuf Kalla
Pihak Istana hingga Eks Wapres Jusuf Kalla merespons polemik perbatasan wilayah, khususnya empat pulau yang dipersengketakan antara Aceh-Sumut.
Penulis:
Suci Bangun Dwi Setyaningsih
Editor:
Siti Nurjannah Wulandari
TRIBUNNEWS.COM - Pihak Istana hingga Eks Wapres Jusuf Kalla merespons terkait polemik perbatasan wilayah, khususnya empat pulau yang dipersengketakan antara Aceh dan Sumatera Utara.
Empat pulau tersebut, yakni Pulau Mangkir Gadang, Pulau Mangkir Ketek, Pulau Panjang, dan Pulau Lipan.
Secara administratif, empat pulau itu, disebut berada di bawah Kabupaten Aceh Singkil.
Pihak Istana melalui Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan (Presidential Communication Office/PCO), Hasan Nasbi, pun memberikan penjelasan.
Hasan Nasbi mengatakan, permasalahan tersebut, diambil alih oleh pemerintah pusat.
Sebab, ada perbedaan aspirasi dari Sumatera Utara dan Aceh mengenai empat pulau yang menjadi batas wilayah.
"Kita tidak bersengketa dengan pihak luar dengan negara lain tapi ini kira-kira ada aspirasi-aspirasi yang berbeda antara dua daerah di dalam negara kesatuan Republik Indonesia tentang pulau-pulau tertentu."
"Nah ini tentu saja sesuai dengan aturan main yang ada di negara kita maka ini diambil alih oleh pemerintah pusat dalam hal ini Presiden mengambil alih ini langsung," kata Hasan di Kantor PCO, Gambir, Jakarta, Senin, (16/6/2025).
Meski demikian, Hasan menegaskan, pemerintah akan secepatnya mencari jalan terbaik dari sengketa empat pulau itu.
Dalam mengambil keputusan, Presiden akan mempertimbangkan berbagai aspirasi, termasuk aspek administrasi yang sudah berjalan selama ini, serta aspek historisnya.
Hasan Nasbi pun meminta masyarakat agar menunggu keputusan Presiden yang akan disampaikan secepatnya.
Baca juga: Sebut Mendagri Kurang Kerjaan, PDIP Respons Sengketa 4 Pulau Aceh-Sumut: Banyak Pekerjaan Penting
- Kata Menko Yusril Ihza
Hal senada juga disampaikan Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra.
Yusril menyebut, pemerintah pusat sedang berupaya untuk merumuskan penyelesaian permasalahan polemik empat pulau di Aceh-Sumatra Utara tersebut.
Yusril menegaskan, pemerintah pusat, dalam hal ini Menteri Dalam Negeri, belum mengambil keputusan apapun mengenai status empat pulau itu.
"Penentuan batas wilayah kabupaten dan kota di daerah adalah kewenangan Mendagri yang dituangkan dalam bentuk Peraturan Mendagri."
"Sampai saat ini, Permendagri tersebut belum pernah ada. Karena itu, saya mengajak para politisi, akademisi, para ulama, aktivis dan tokoh-tokoh masyarakat agar menyikapi permasalahan ini dengan tenang dan penuh kesabaran agar permasalahannya dapat terselesaikan dengan baik" kata Yusril melalui keterangan tertulis, Senin.
- Kemendagri Bahas Penyelesaian Sengketa 4 Pulau Aceh-Sumut
Sebelumnya, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) bakal mengundang sejumlah pihak terkait untuk membahas penyelesaian sengketa batas wilayah empat pulau antara Sumatera Utara dan Aceh.
Termasuk, mengundang Tim Nasional Pembakuan Nama Rupabumi (TNPNR).
Hal tersebut, disampaikan Wakil Menteri Dalam Negeri, Bima Arya, Minggu (15/6/2025).
"Mungkin lebih dahulu ke internal tim rupabumi dan jajaran Kemendagri ya," katanya.
Menurut Bima, undangan untuk membahas penyelesaian sengketa akan disampaikan pada awal pekan ini.
Selain itu, Bima mengatakan, pihaknya melaporkan secara intensif kepada Presiden Prabowo Subianto mengenai pembahasan sengketa empat pulai itu.
Laporan yang disampaikan tersebut, kata Bima, dilengkapi data dan analisis yang komprehensif.
Baca juga: Aksi di Aceh Tolak 4 Pulau Dikuasai Sumut, Bendera Bintang Bulan Berkibar
- Jusuf Kalla Ingatkan Pemerintah Tak Boleh Main-main Ambil Keputusan
Sementara itu, Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 RI, Jusuf Kalla (JK), mengingatkan pemerintah untuk tidak gegabah dalam mengambil keputusan soal perbatasan wilayah.
Khususnya, terkait empat pulau yang tengah menjadi polemik tersebut.
JK berpendapat, persoalan ini tidak sekadar urusan administratif, melainkan menyangkut harga diri masyarakat Aceh yang memiliki sejarah panjang dalam perjuangan otonomi dan perdamaian.
“Bagi Aceh itu harga diri. Kenapa diambil? Dan itu juga masalah kepercayaan ke pusat,” kata JK dalam konferensi pers di kediamannya, Jakarta Selatan, Jumat (13/6/2025).
Dijelaskan, empat pulau yang disengketakan, selama ini disebut berada dalam administrasi Kabupaten Aceh Singkil.
Warga di sana disebut telah rutin membayar pajak ke Pemkab Singkil. JK pun menilai, polemik ini berpotensi melukai perasaan masyarakat Aceh jika pemerintah pusat tidak berhati-hati.
Terlebih, dasar hukum pembentukan wilayah Aceh sudah sangat jelas mengacu pada Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1956. Bukan sekadar perjanjian administratif antar daerah atau keputusan menteri.
“Kalau seperti Anda punya rumah, tiba-tiba ada yang mengklaim pagarnya, ‘oh ini pagar saya wilayah saya’, tentu marah kan? Nah, begitu juga perasaan masyarakat di sana,” ungkapnya.
Ia mengingatkan, dalam MoU Helsinki antara Pemerintah RI dan GAM, sudah disepakati bahwa batas wilayah Aceh merujuk pada perbatasan tahun 1956.
Kesepakatan itu, bukan hanya soal administrasi, tetapi juga upaya menjaga keutuhan Aceh pasca konflik.
“Tujuan kita waktu itu amanah pemerintah kepada delegasi untuk mencari penyelesaian yang diterima kedua pihak. Maka keluar Pasal 114 itu, perbatasan mengacu pada 1 Juli 1956,” jelasnya.
Lebih lanjut, JK berharap, pemerintah tidak menjadikan efisiensi atau pendekatan geografis sebagai alasan mengubah batas wilayah.
Sebab, menurutnya, masalah ini menyangkut aspek historis, hukum, dan kepercayaan daerah terhadap pusat.
“Saya yakin pemerintah bisa menyelesaikan ini dengan baik, demi kemaslahatan bersama. Tapi tidak boleh main-main, karena menyangkut perasaan dan sejarah daerah,” harap JK.
Sebagai informasi, Keputusan Kemendagri mengalihkan hak pengelolaan administratif empat pulau di pesisir barat Sumatera dari Pemerintah Provinsi Aceh ke Pemerintah Sumatera Utara (Sumut) menuai sejumlah respons.
Keempat pulau itu, ialah Pulau Panjang, Pulau Lipan, Pulau Mangkir Ketek (Kecil), dan Pulau Mangkir Gadang (Besar).
Gubernur Aceh, Muzakir Manaf (Mualem), mengatakan hasil pertemuannya dengan Forum Bersama (Forbes) DPR/DPD RI sepakat untuk memperjuangkan keempat pulau itu kembali menjadi milik Aceh.
"Itu hak kami, kewajiban kami, wajib kami pertahankan. Pulau itu adalah milik kami, milik Pemerintah Aceh. Mereka-mereka tetap (harus) mengembalikan pulau ini kepada Aceh," kata Muzakir Manaf di ruang restoran Pendopo Gubernur Aceh, Jumat (13/6/2025) malam.
Muzakir Manaf menyebut, pihaknya bakal melakukan pertemuan dengan Kemendagri pada 18 Juni mendatang.
Baca juga: Elite PKS Nilai DPR Seharusnya Gelar Rapat Bahas Sengketa 4 Pulau Aceh-Sumut
Dalam pertemuan tersebut, nantinya ada beberapa poin keberatan yang akan disampaikan kepada Kemendagri.
"Poinnya itu kan hak kami, bukti dan data hak kami, kemudian secara historis itu hak kami, apalagi? Secara penduduk hak kami, secara geografis juga hak kami, saya rasa seperti itu, itu saja yang kami pertahankan," ungkapnya.
Sebelumnya, Gubernur Sumatera Utara (Sumut), Bobby Afif Nasution, menegaskan dirinya siap membahas soal kepemilikan pulau di perbatasan antara Sumut dan Aceh.
Menurutnya, polemik ini perlu dikaji ulang secara langsung bersama Gubernur Aceh dan pemerintah pusat atau Kemendagri.
“Saya dari awal kemarin ke Aceh, bertemu dengan Gubernur Aceh. Kami ingin sampaikan bahwa untuk masalah kepemilikan pulau, mohon maaf, mau kita bahas dari pagi sampai pagi pun sebenarnya tidak akan ada solusinya,” kata Bobby kepada wartawan di Medan, Kamis (12/6/2025).
Bobby menyatakan, Pemprov Sumut membuka diri jika harus membahas ulang.
“Kalau mau dibahas, ayo sama-sama, kami terbuka. Tapi kalau soal keputusan, biarlah menjadi kewenangan pemerintah pusat. Jangan kita bahas dengan pihak yang tidak bisa memutuskan,” ungkapnya.
(Tribunnews.com/Suci Bangun DS, Ilham Rian Pratama, Taufik Ismail, Igman Ibrahim)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.