Jumat, 3 Oktober 2025

Kasus Suap Ekspor CPO

Kejagung Sita Uang Tunai Rp 11,8 Triliun di Kasus Korupsi Ekspor CPO: Terbesar Sepanjang Sejarah

Kejaksaan Agung menyita uang senilai Rp 11,8 triliun dari terdakwa korporasi PT Wilmar Group terkait kasus korupsi pemberian fasilitas ekspor CPO.

Penulis: Fahmi Ramadhan
Editor: Adi Suhendi
Tribunnews.com/ Fahmi Ramadhan
SITA UANG - Penampakan tumpukan uang Rp 2 Triliun dari total Rp 11,8 triliun yang berhasil disita Kejaksaan Agung dari terdakwa korporasi Wilmar Group, Selasa (17/6/2025). Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar mengatakan, bahwa penyitaan uang tunai Rp 11,8 triliun yang berhasil dilakukan jadi yang terbesar sepanjang sejarah. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kejaksaan Agung menyita uang senilai Rp 11,8 triliun dari terdakwa korporasi PT Wilmar Group terkait kasus korupsi pemberian fasilitas ekspor crude palm oil (CPO).

Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar menyatakan, bahwa penyitaan uang tunai dengan jumlah tersebut jadi yang terbesar sepanjang sejarah yang pernah dilakukan pihaknya.

Hal itu Harli sampaikan saat membuka sesi jumpa pers terkait penyitaan uang di Gedung Bundar Kejagung RI, Selasa (17/6/2025).

"Untuk kesekian kali kita melakukan rilis press conference terkait dengan penyitaan uang dalam jumlah besar. Dan barangkali hari ini merupakan prescon terhadap penyitaan dalam sejarahnya ini yang paling besar," kata Harli di hadapan awak media.

Lebih lanjut Harli menjelaskan, penyitaan uang itu merupakan bentuk pengembalian kerugian keuangan negara dari para terdakwa korporasi Wilmar Group atas tindak pidana yang dilakukan.

Baca juga: Kejagung Sita Rp11,8 T soal Kasus Korupsi Ekspor CPO Wilmar Group, 5 Anak Perusahaan Jadi Terdakwa

Pengembalian keuangan negara itu lanjut Harli dilakukan dalam tahap penuntutan yang dilakukan oleh jajaran Jaksa Penuntut Umum terhadap para terdakwa.

"Kami memaknai bahwa ini bentuk kesadaran yang diberikan korporasi dan bentuk kerjasama karena ada kesadaran untuk pengembalian kerugian keuangan negara," jelasnya.

Kendati demikian saat ini Kejagung belum bisa langsung mengeksekusi uang triliunan rupiah itu untuk dimanfaatkan oleh negara.

Baca juga: Kejagung Tetapkan Marcella Santoso, Ariyanto Bakri hingga Head Legal PT Wilmar Tersangka TPPU

Pasalnya saat ini Jaksa masih menunggu putusan kasasi yang saat ini masih berproses di Mahkamah Agung.

"Oleh karenanya perkara ini belum berkekuatan hukum tetap, maka kami melakukan penyitaan terhadap uang yang dikembalikan tersebut," pungkasnya.

Sebelumnya, Kejaksaan Agung (Kejagung) menyita uang sebesar Rp 11,8 triliun dari terdakwa korporasi Wilmar Group terkait kasus korupsi pemberian fasilitas ekspor crude palm oil (CPO) tahun 2022.

Direktur Penuntutan pada Jampidsus Kejagung, Sutikno menjelaskan, keseluruhan uang triliunan rupiah itu disita dari lima korporasi yang terafiliasi dengan Wilmar Group.

Mereka yakni PT Multimas Nabati Asahan, PT Multimas Nabati Sulawesi, PT Sinar Alam Permai, PT Wilmar Bioenergi Indonesia dan PT Wilmar Nabati Indonesia.

"Penyitaan uang hasil tindak pidana korupsi  dalam pemberian fasilitas CPO dan turunannya dari para terdakwa korporasi Wilmar Group," kata Sutikno dalam jumpa pers di Gedung Bundar Kejagung, Selasa (17/6/2025).

Terkait hal ini Kejagung pun sempat menampilkan tumpukan uang hasil sitaan dari terdakwa Wilmar Group tersebut.

Namun karena keterbatasan tempat, Kejagung hanya bisa menampilkan sebanyak Rp 2 triliun dari total 11,8 triliun yang berhasil disita.

Kemudian lebih jauh Sutikno menerangkan, usai disita, uang tersebut akan disimpan di rekening penampungan milik Jampidsus Kejagung.

"Penyitaan tersebut dilakukan pada tingkat penuntutan dengan mendasari ketentuan pasal 39 ayat 1 huruf A Jo Pasal 38 ayat 1 KUHAP untuk kepentingan pemeriksaan di tingkat kasasi," jelasnya.

Penyitaan uang tersebut lanjut Sutikno nantinya juga akan digunakan pihaknya sebagai memori kasasi tambahan yang saat ini tengah diajukan ke Mahkamah Agung.

Diajukannya kasasi ini sebab, pada sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, para terdakwa korporasi diputus lepas dari segala tuntutan atau ontslag oleh majelis hakim.

"Sehingga keberadaannya (uang Rp 11,8 triliun) dapat dipertimbangkan oleh hakim agung yang memeriksa kasasi khususnya terkait uang tersebut," ucapnya.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved