Komnas HAM Temukan Sederet Masalah pada Program Cetak Sawah di Merauke, Termasuk Penggusuran Paksa
Komnas HAM RI mengungkap sejumlah masalah dalam program cetak sawah di Kabupaten Merauke, Papua Selatan.
Penulis:
Gita Irawan
Editor:
Dodi Esvandi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komnas HAM RI mengungkap sejumlah masalah dalam program cetak sawah di Kabupaten Merauke, Papua Selatan.
Anggota Komnas HAM RI Prabianto Mukti Wibowo menerangkan, masalah tersebut ditemukan setelah Komnas HAM melakukan pengamatan situasi hak asasi manusia pada lokasi Proyek Strategis Nasional di Kabupaten Merauke Papua Selatan pada 22 sampai 25 Juni
2025.
Pengamatan situasi dilakukan untuk mendalami situasi hak asasi manusia (HAM) dalam pelaksanaan sejumlah PSN, khususnya program cetak sawah untuk ketahanan pangan dan perkebunan tebu untuk bioethanol, dalam rangka ketahanan energi yang berdampak langsung pada masyarakat adat.
Pengamatan situasi itu, kata dia, dilakukan melalui tinjau lokasi dan bertemu dengan warga masyarakat di Distrik Tanah Miring, Jagebob, Kurik dan Malind.
Selain itu, Komnas HAM melakukan pertemuan dengan Majelis Rakyat Papua (MRP) Papua Selatan, dan Pemerintah Provinsi Papua Selatan beserta jajaran.
"Selama pengamatan situasi HAM ini, Komnas HAM menemukan beberapa permasalahan," kata Prabianto dalam keterangan resmi yang terkonfirmasi pada Kamis (26/6/2025).
Masalah itu antara lain diabaikannya prinsip Persetujuan Atas Dasar Informasi di Awal Tanpa Paksaan (Free, Prior and Informed Consent/FPIC), tidak diakuinya hak-hak ulayat masyarakat adat, serta berkurangnya ruang hidup dan sumber kehidupan masyarakat adat.
Selain itu juga penggusuran paksa atas lahan masyarakat adat, kerusakan lingkungan, dan budaya lokal, dan keterlibatan aparat keamanan dalam pelaksanaan PSN.
Berdasarkan hasil temuan sebagaimana disebutkan di atas, Komnas HAM merekomendasikan sejumlah hal.
Pertama, Pemerintah Pusat dan Daerah serta perusahaan yang terlibat dalam PSN perlu melakukan sosialisasi dan konsultasi publik dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan termasuk masyarakat adat mulai tahap perencanaan hingga pelaksanaan PSN;
Kedua, Pemerintah Pusat dan Daerah serta perusahaan perlu membuka ruang dialog seluas-luasnya dan menjamin partisipasi yang bermakna bagi masyarakat yang terdampak PSN.
"Ketiga, Pemerintah Pusat perlu melakukan pemetaan hak-hak ulayat, memberikan pelindungan dan pengakuan masyarakat hukum adat," kata dia.
Keempat, Pemerintah Pusat dan Daerah serta Aparat Penegak Hukum (APH) memberikan jaminan atas hak rasa aman bagi masyarakat adat yang terdampak PSN.
"Kelima, semua pihak perlu menciptakan kondisi yang kondusif dan melakukan komunikasi yang efektif untuk mewujudkan pelindungan, penghormatan dan pemenuhan hak asasi manusia di Provinsi Papua Selatan," pungkasnya.
Informasi dihimpun pada awal tahun 2025, pemerintah mentargetkan 100 ribu hektare cetak sawah baru, ditambah 300 ribu hektare optimasi lahan secara nasional.
Nasib Bambang Tri Mulyono Usai Gus Nur Dapat Amnesti Prabowo di Kasus Tuduhan Ijazah Palsu Jokowi |
![]() |
---|
Feri Amsari: Amnesti dan Abolisi, Bukti Kasus Hasto Kristiyanto dan Tom Lembong Peradilan Politik |
![]() |
---|
Heboh Bendera Bajak Laut, Dulu Prabowo Pernah Ngobrol One Piece dengan Bayu Skak |
![]() |
---|
Sosok Gus Nur, Pendakwah yang Dipidana Kasus Tudingan Ijazah Palsu Jokowi, Dapat Amnesti Prabowo |
![]() |
---|
250 Anggota Kadin Jalani Retret di Akmil Magelang Jatim, Ketum Anindya: Upaya Mendukung Visi Prabowo |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.