Kronologi Kasus Dugaan Korupsi PLTU 1 Kalbar yang Merugikan Negara Rp1,350 Triliun
Penyidik segera memanggil keempat pelaku untuk diperiksa sebagai tersangka. Kortas Tipidkor juga mendalami dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Korps Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Kortas Tipikor) Mabes Polri akhirnya menetapkan empat orang tersangka kasus dugaan korupsi pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) 1 Kalimantan Barat tahun 2008-2018. Keempat tersangka tersebut ialah FM selaku Direktur PLN periode 2008-2009, lalu inisial HK selaku Presiden Direktur PT BRN.
Baca juga: Dirut PLN Era SBY, Fahmi Mochtar Jadi Tersangka Korupsi PLTU Kalbar, Rugikan 62,4 Juta Dolar AS
Berikutnya, RR selaku Dirut PT BRN dan tersangka inisial HYL selaku Dirut PT Praba. Dari tindak pidana korupsi ini, Kepala Kortas Tipidkor Mabes Polri, Irjen Pol Cahyono Wibowo menuturkan potensi kerugian negara sebesar 62.410.523 US Dolar.
"Kalau kursnya sekarang Rp 16,6 ribu per dolar AS berarti kurang lebihnya jadi Rp1,350 triliun," ujarnya kepada wartawan di Gedung Bareskrim Mabes Polri, Jakarta Selatan, Senin (6/10/2025).
Adapun lokasi proyek PLTU 1 Kalimantan Barat 2x50 Megawatt berada di Desa Jungkat, Kecamatan Siantan, Kabupaten Mempawah, Provinsi Kalimantan Barat. Keempat tersangka tersebut melakukan tindak pidana korupsi dari awal perencanaan kemudian terjadi korespondensi.
"Artinya ada pemufakatan dalam rangka memenangkan pelaksansaan pekerjaan, setelah dilakukan kontrak kemudian ada pengaturan-pengaturan sehingga ini terjadi keterlambatan yang mengakibatkan sejak 2008-2018 itu diadendum terus," ujar Irjen Pol Cahyono.
"Akibat dari pekerjaan itu, pembangunannya mangkrak sampai dengan saat ini dan sudah dinyatakan total loss oleh BPK," sambungnya.
Kasus dugaan korupsi ini awalnya ditangani penyidik Polda Kalimantan Barat (Kalbar) sejak tanggal 7 April 2021. Lantas kasus ini diambil alih oleh Kortas Tipidkor Polri pada Mei 2024.
Langkah penyelidikan dilakukan sampai November 2024. Kini, keempat orang tersangka dikenakan Pasal 2 Ayat 1 dan atau Pasal 3 Undang-Undang 31 Tahun 1999 juncto Pasal 55 Ayat 1 KUHP.
Baca juga: Breaking News: Eks Dirut PLN dan Adik Jusuf Kalla Tersangka Korupsi PLTU Kalbar Rp1,2 Triliun
Penyidik akan segera memanggil keempat pelaku untuk diperiksa sebagai tersangka. Kortas Tipidkor juga akan mendalami dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dari perkara ini.
Proyek PLTU diduga melawan hukum terkait penyalahgunaan wewenang sehingga pekerjaan mengalami kegagalan alias mangkrak sejak tahun 2016. Upaya perpanjangan waktu dilakukan melalui amandemen kontrak sebanyak 10 kali sampai dengan tahun 2018 namun tidak dapat dimanfaatkan.
Pada tahun 2008 telah dilaksanakan lelang pembangunan PLTU dengan sumber anggaran dari PT PLN (Persero) yang berasal dari pembiayaan kredit komersial Bank BRI dan BCA (Export Credit Agency/ECA). Seusai dilakukan proses lelang yang ditunjuk sebagai pemenang adalah KSO BRN sebagaimana Surat Persetujuan Direksi Nomor: 178 Tahun 2008 tanggal 11 Desember 2008 yang ditandatangani Dirut PT PLN saat itu, tentang Penetapan Pemenang Pengadaan Barang/Jasa melalui Pelelangan Umum untuk Pengadaan PLTU 1 Kalbar.
KSO BRN ditunjuk pemenang lelang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dalam tahap prakualifikasi dan evaluasi penawaran administrasi serta teknis dalam proses pelelangan. KSO BRN tidak memiliki pengalaman membangun pembangkit tenaga uap minimal 25 MW.
Adapun dalam perjanjian konsorsium dengan tambahan peserta OJSC Power Machines yang memiliki pengalaman pembangunan pembangkit tenaga uap minimal 25 MW baru disusulkan kemudian. KSO BRN juga tidak menyerahkan Laporan Keuangan Tahun 2007 (audited) dan akumulasi laba bersih konsorsium berdasarkan Laporan Keuangan Tahun 2006 (audited) tidak memenuhi minimum persyaratan yaitu sebesar Rp 7.500.000.000.
KSO BRN tidak menyampaikan Dokumen Surat Izin Perwakilan Badan Usaha Jasa Konstruksi Asing (SIUJKA) atau statement letter dari penanggung jawab. Selanjutnya pada tanggal 11 Juni 2009 dilakukan penandatanganan kontrak sebagaimana Kontrak Pekerjaan Nomor: 370.PJ/041/DIR/2009 yang ditandatangani antara RR selaku Dirut PT BRN mewakili konsorsium BRN dengan FM selaku Dirut PT PLN (persero) dengan nilai kontrak sebesar USD 80 Juta dan Rp 507 miliar atau sekitar Rp 1,2 triliun.
Baca juga: Baleg DPR RI Undang Jusuf Kalla Bahas Revisi UU Pemerintahan Aceh
Setelah kontrak, PT BRN mengalihkan seluruh pekerjaan proyek pembangunan PLTU 1 Kalbar kepada pihak ketiga yaitu PT PI dan QJPSE (Perusahaan energi asal Tiongkok) pada 28 Desember 2009. Terhadap pekerjaan dilakukan telah diaddendum sebanyak sepuluh kali, sejak pertama dilakukan pada tanggal 13 April 2011 dan yang terakhir pada tanggal 31 Agustus 2018.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.