UU Pemilu
Dede Yusuf Tegaskan Komisi II DPR Siap Kaji Revisi UU Pemilu Pasca Putusan Terbaru MK
Dede Yusuf menyatakan siap mengkaji dan menindaklanjuti hasil putusan MK terkait pengaturan jadwal pemilu nasional dan pemilu lokal
Penulis:
Chaerul Umam
Editor:
Facundo Chrysnha Pradipha
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Dede Yusuf, menyatakan bahwa pihaknya siap mengkaji dan menindaklanjuti hasil putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait pengaturan jadwal pemilu nasional dan pemilu lokal.
Menurutnya, isu ini sebelumnya telah menjadi pembahasan di internal Komisi II DPR RI.
"Ya memang sebetulnya masalah format yang kita sebut rezim pemilu nasional dan pemilu daerah ini sudah kita diskusikan di Komisi II," kata Dede Yusuf saat dihubungi Tribunnews.com, Kamis (26/6/2025).
Dede mengungkapkan bahwa dirinya pernah mengusulkan agar jeda antara pemilu nasional dan pemilu daerah sebaiknya lebih dari 1,5 tahun, yakni berkisar antara 1,5 hingga 2 tahun.
Hal ini dinilai sejalan dengan arah putusan MK yang baru saja keluar.
"Dan ini mungkin sesuai dengan yang disampaikan hasil putusan MK, tapi kita apresiasi, apa pun keputusan MK harus kita laksanakan dengan baik," ujarnya.
Dede menjelaskan bahwa jika DPR diminta melakukan rekayasa ulang terhadap undang-undang pemilu, maka Komisi II akan mengkajinya secara menyeluruh dan hati-hati.
"Artinya ini harus jadi isu pertama bahwa kemungkinan besar masa jabatan DPRD akan bertambah sekitar dua tahun," kata politisi Partai Demokrat ini.
Lebih lanjut, ia menyampaikan sejumlah konsekuensi dari putusan MK tersebut.
Pertama, masa jabat anggota DPRD akan bertambah sekitar dua tahun.
Kedua, masa jabatan kepala daerah berpotensi ditambah dua tahun atau diisi oleh penjabat (Pj) selama dua tahun.
Baca juga: Komisi II DPR Minta Retret Tak Hanya untuk Sekda: Kepala Dinas Juga
Ketiga, pemilu nasional hanya akan mempertemukan capres-cawapres, DPR RI, dan DPD RI, tanpa pilkada serentak.
"Nah ini akan menutup opsi tandem, sehingga benar-benar harus dipikirkan agar cost politic tidak tinggi sekali karena tidak ada kemampuan untuk bekerja sama dengan caleg-caleg di daerah," ujarnya.
Dede juga menyinggung sejumlah putusan MK sebelumnya, seperti presidential threshold 0 persen, yang menurutnya perlu dikaji secara menyeluruh bersama-sama.
"Jadi kami berterima kasih atas keputusan ini dan insyaallah kita tunggu nanti bagaimana pimpinan DPR RI akan menugaskan kami untuk melakukan rekayasa undang-undang," pungkasnya.
Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan pelaksanaan pemilu nasional dan pemilu daerah tidak lagi digelar secara serentak dalam waktu yang bersamaan.
Ke depan, pemilu akan dibagi menjadi dua tahap: pemilu nasional dan pemilu lokal (daerah) dengan jeda maksimal dua tahun atau paling lama dua tahun enam bulan sejak pelantikan.
Putusan itu dibacakan dalam sidang perkara Nomor 135/PUU-XXII/2024 di Gedung MK, Jakarta, Kamis (26/6/2025).
Secara teknis, pemilu nasional akan mencakup pemilihan presiden dan wakil presiden, anggota DPR RI, dan DPD RI.
Sementara itu, pemilu lokal akan mencakup pemilihan gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, wali kota dan wakil wali kota, serta anggota DPRD provinsi dan kabupaten/kota.
MK menyatakan bahwa pelaksanaan serentak dalam satu waktu untuk seluruh jenis pemilu menimbulkan banyak persoalan, seperti beban berat penyelenggara pemilu, penurunan kualitas tahapan, serta kerumitan logistik dan teknis.
“Terutama berkaitan dengan kemampuan untuk mempersiapkan kader partai politik dalam kontestasi pemilihan umum,” kata Hakim Konstitusi Arief Hidayat.
MK menilai ketentuan dalam Pasal 167 ayat (3) dan Pasal 347 ayat (1) UU Pemilu, serta Pasal 3 ayat (1) UU Pilkada, bertentangan dengan UUD 1945 jika dimaknai sebagai kewajiban melaksanakan seluruh pemilu pada waktu yang sama.
Karena itu, MK memberi penafsiran baru bahwa pemungutan suara dilakukan dalam dua tahap: pertama untuk pemilu nasional, lalu beberapa waktu setelahnya untuk pemilu lokal.
Norma-norma lain terkait teknis pelaksanaan pemilu juga wajib disesuaikan dengan penafsiran baru MK tersebut.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.