Hasto Kristiyanto dan Kasusnya
Hasto Jalani Sidang Tuntutan Kasus Harun Masiku Hari Ini, PDIP: Kalau Obyektif, Harusnya Bebas
PDIP mengatakan Hasto seharusnya bebas dari segala tuntutan jika merujuk pada fakta persidangan yang sudah digelar sejak Maret 2025 lalu.
Penulis:
Yohanes Liestyo Poerwoto
Editor:
Facundo Chrysnha Pradipha
TRIBUNNEWS.COM - Sekjen PDI Perjuangan (PDIP), Hasto Kristiyanto menjalani sidang tuntutan terkait kasus dugaan suap penggantian antarwaktu (PAW) mantan anggota DPR, Harun Masiku, pada Kamis (3/7/2025) hari ini.
Politikus PDIP, Guntur Romli, mengatakan bahwa ketika melihat seluruh fakta persidangan yang sudah dilakukan, maka Hasto sudah selayaknya dibebaskan dari segala dakwaan.
"Bagi kami, KPK tidak perlu malu-malu dan berani menuntut bebas Sekjen PDI Perjuangan Mas Hasto Kristiyanto," kata Guntur ketika dihubungi pada Kamis pagi.
Guntur mengatakan hal itu dapat dilihat dari sederet fakta persidangan dan keterangan seluruh saksi serta ahli yang tidak ada satupun yang memberatkan Hasto.
Dia mencontohkan bahwa tidak ada saksi yang menyampaikan bahwa Hasto memerintahkan untuk melakukan penyuapan terkait dijadikannya Harun Masiku menjadi anggota DPR.
"Kalau kita mau obyektif berdasarkan fakta persidangan dari keterangan semua saksi dan ahli, tidak ada satu pun yang memberatkan Sekjen PDI Perjuangan terkait dua dakwaan yang dituduhkan."
"Tidak ada seorang saksi pun yang melihat, mendengar, dan mengalami langsung bahwa Sekjen memerintahkan dan terlibat suap," kata Guntur.
Guntur juga mengatakan menguatnya bukti bahwa Hasto tidak terlibat adalah yang bersangkutan tak memiliki kepentingan pribadi terkait sosok yang dipilih PDIP sebagai anggota DPR periode 2019-2024.
Selain soal dakwaan suap kepada Harun Masiku, Guntur juga mengungkapkan tidak ada bukti bahwa Hasto terlibat dalam perintangan penyidikan atau obstruction of justice.
Baca juga: Hasto Akan Hadapi Sidang Tuntutan Kasus Harun Masiku pada 3 Juli
Namun, ketika ditanya tanggapannya jika Hasto tetap dituntut hukuman penjara pada hari ini oleh jaksa, Guntur menilai bahwa perkara yang dialami Hasto bukanlah soal penegakan hukum lagi.
Menurutnya, tidak ada alasan bagi jaksa untuk menuntut hukuman penjara kepada Hasto jika berkaca dari fakta persidangan yang sudah digelar.
Selain itu, Guntur juga menganggap bahwa kasus yang menjerat Hasto adalah pesanan.
"(Jika Hasto tetap dituntut hukuman penjara) Makin jelas dan terang kalau perkara ini bukan soal hukum karena tuntutan tidak berdasarkan fakta obyek persidangan, apalagi di luar ruang persidangan kami juga sudah mengungkap demo-demo bayaran."
"Artinya perkara ini baik di dalam dan di luar sidang sudah ada pesanan. Akan terbukti ini perkara politik dan Hasto Kristiyanto (adalah) tahanan politik," tegasnya.
Guntur mengatakan pihaknya akan menempuh banding hingga kasasi jika Hasto masih dianggap bersalah dalam dugaan suap dan obstruction of justice di kasus Harun Masiku.
"PDI Perjuangan akan terus menempuh jalur hukum sampai keadilan bisa diperoleh," tuturnya.
Saat ditanya kondisi Hasto menjelang sidang pembacaan tuntutan, Guntur mengatakan sosok kelahiran Yogyakarta itu dalam kondisi sehat.
"Info dari kemarin yang membesuk, Mas Hasto dalam kondisi sehat walafiat dan siap menghadapi sidang tuntutan, serta senantiasa berharap keadilan ditegakkan tanpa intervensi kekuasaan," pungkasnya.
2 Dakwaan Hasto

Hasto didakwa melakukan dua tindak pidana yaitu dugaan suap dan perintangan penyidikan terkait kepentingan penetapan PAW anggota DPR periode 2019-2024, Harun Masiku.
Terkait dugaan suap, Hasto disebut bersama-sama degan tersangka lainnya yaitu advokat, Donny Tri Istiqomah, eks kader PDIP Saeful Bahri, dan Harun Masiku dalam kurun waktu Juni 2019-Januari 2020.
Dalam melakukan suap tersebut, Hasto menyediakan uang sebesar Rp600 juta untuk diberikan kepada Komisioner KPU periode 2017-2022, Wahyu Setiawan.
"Uang tersebut diberikan dengan maksud supaya Wahyu Setiawan mengupayakan agar KPU RI menyetujui permohonan PAW Caleg Terpilih dapil Sumsel 1 atas nama Riezky Aprilia kepada Harun Masiku," kata jaksa KPK dalam sidang perdana dengan agenda pembacaan dakwaan di Pengadilan Negeri Tipikor Jakarta Pusat, Jumat (14/3/2025).
Untuk memuluskan niatnya, jaksa menyebut Hasto turut dibantu anggota Bawaslu saat itu, Agustiani Tio Fridelina yang memiliki kedekatan dengan Wahyu.
"Atas permintaan Saeful Bahri tersebut, Agustiani Tio Fridelina menghubungi Wahyu Setiawan untuk pengurusan penggantian Caleg Terpilih Dapil Sumsel-1 dari Riezki Aprilia kepada Harun Masiku," kata jaksa.
Selanjutnya, pemberian suap kepada Wahyu oleh Hasto tidak dilakukan sekali bayar tetapi secara bertahap tergantung tahapan permohonan PAW terhadap Harun Masiku.
"Bahwa Terdakwa bersama-sama Donny Tri Istiqomah, Saeful Bahri dan Harun Masiku telah memberi uang sejumlah SGD 57,350.00 atau setara Rp600 juta kepada Wahyu Setiawan selaku anggota KPU RI periode 2017-2022," jelasnya.
"Bersama-sama Agustiani Tio Fridelina dengan maksud supaya Wahyu Setiawan bersama-sama Agustiani Tio Fridelina mengupayakan KPU RI menyetujui permohonan PAW Caleg Terpilih Dapil Sumsel-1 atas nama Riezky Aprilia kepada Harun Masiku," sambungnya.
Sementara, terkait dakwaan perintangan penyidikan, jaksa mengatakan Hasto memperoleh informasi, KPK bakal melakukan operasi tangkap tangan (OTT) soal kasus Harun Masiku ini.
Mulanya, jaksa menuturkan, KPK melakukan OTT terhadap Wahyu Setiawan yang ketika itu menjabat sebagai Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) di Bandara Soekarno Hatta.
Penangkapan tersebut karena Wahyu disebut menerima suap untuk meloloskan Harun Masiku sebagai anggota DPR lewat PAW untuk periode 2019-2024.
Namun, di saat yang bersamaan, jaksa mengatakan Hasto mengetahui Wahyu terjaring OTT KPK sekitar pukul 18.19 WIB.
Pada momen itulah, Hasto memerintahkan Harun Masiku agar merendam ponselnya dan kabur.
"Kemudian terdakwa melalui Nurhasan memberikan perintah kepada Harun Masiku agar merendam telepon genggam miliknya ke dalam air dan memerintahkan Harun Masiku untuk menunggu di kantor DPP PDI Perjuangan dengan tujuan agar keberadaannya tidak bisa diketahui oleh petugas KPK," kata jaksa.
Setelah adanya perintah tersebut, Nurhasan bertemu dengan Harun Masiku di Hotel Sofyan Cut Mutia, Jakarta Pusat, sekira pukul 18.35 WIB.
Selanjutnya, KPK disebut tidak bisa melacak handphone Harun Masiku pada pukul 18.52 WIB.
Lantas, penyidik KPK pun memantau keberadaan Harun Masiku lewat ponsel milik Nurhasan dan terpantau berada di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK).
"Petugas KPK memantau keberadaan Harun Masiku melalui update posisi telepon genggam milik Nurhasan yang terpantau pada jam 20.00 WIB bersama dengan Harun Masiku berada di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) dan pada saat itu bersamaan dengan Kusnadi selaku orang kepercayaan terdakwa juga terpantau berada di PTIK."
"Kemudian, petugas KPK mendatangi PTIK namun tidka berhasil menemukan Harun Masiku," kata jaksa.
Atas perbuatannya ini, Hasto dijerat Pasal 5 ayat 1 huruf a UU Nomor 31 Tahun 1999 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.
(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.