Kasus Korupsi Minyak Mentah
Kejagung Tetapkan 9 Tersangka Baru Kasus Korupsi Minyak Mentah Pertamina, Ini Perannya
Kejagung menetapkan sembilan tersangka baru kasus korupsi minyak mentah pada PT Pertamina Patra Niaga. Berikut peran dari masing-masing tersangka.
Penulis:
Yohanes Liestyo Poerwoto
Editor:
Facundo Chrysnha Pradipha
TRIBUNNEWS.COM - Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan sembilan tersangka baru dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan kilang minyak di PT Pertamina Patra Niaga periode 2018-2023.
"Tim penyidik menyimpulkan telah diperoleh alat bukti yang cukup untuk menetapkan sembilan tersangka (baru)," kata Direktur Penyidikan (Dirdik) Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar, dalam jumpa pers di di Gedung Kejagung, Jakarta, disiarkan langsung YouTube KompasTV, , Kamis (10/7/2025).
Qohar membeberkan kesembilan tersangka tersebut yaitu:
1. Vice President Suplai dan Distribusi Kantor Pusat PT Pertamina 2011-2015 berinisial AN.
2. Direktur Pemasaran dan Niaga PT Pertamina tahun 2014 berinisial HB
3. Vice President Integrated Supply Chain PT Pertamina 2017-2018 berinisial TN
4. Vice President Crude and Product Trading ISC Kantor Pusat Pertamina 2019-2020 berinisial DS
5. Direktur Gas Petrochemical and New Business PT Pertamina International Shipping berinisial AS
6. Supervisor Integrated Supply Chain PT Pertamina 2018-2020 berinisial HW
7. Business Development Manager PT Travikura 2019-2021 berinisial MH
8. Business Development Manager PT Mahameru Kencana Abadi berinisial IP
9. Beneficial owner atau penerima manfaat PT Tangki Merak dan PT Orbit Terminal Merak berinisial MRC
Qohar mengungkapkan para tersangka telah melakukan tindakan melawan hukum terkait tata kelola minyak hingga mengakibatkan kerugian negara dan perekonomian negara.
Adapun tindakan melawan hukum yang dimaksud yaitu terkait perencanaan dan pengadaan ekspor minyak mentah.
"Kedua, penyimpangan dalam perencanaan dan pengadaan impor minyak mentah," jelasnya.
Selanjutnya, mereka juga diduga melakukan tindakan melawan hukum terkait perencanaan dan pengadaan impor bahan bakar minyak (BBM).
Keempat, para tersangka diduga melakukan korupsi terkait pengadaan sewa kapal.
"Lima, penyimpangan dalam sewa terminal BBM PT OTM (Orbit Terminal Merak)," tuturnya.
Qohar mengatakan para tersangka juga melakukan penyimpangan terkait pemberian kompensasi produk Pertalite.
Selanjutnya, adanya penyimpangan terkait penjualan solar subsidi terhadap pihak swasta dan BUMN yang dijual di bawah harga pasar.
Baca juga: Termasuk Riza Chalid, Ini Daftar 9 Tersangka Baru Kasus Korupsi Minyak Mentah Pertamina
Para tersangka dianggap melanggar UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, UU Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi, UU Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
Lalu, mereka juga melanggar PP Nomor 30 Tahun 2009 tentang Kegiatan Usaha Hilir Minyak dan Gas Bumi, Permen BUMN Nomor 09/MBU/2012 tentang Penerapan Tata Kelola Perusahaan yang Baik pada BUMN.
Qohar mengatakan belum bisa menyampaikan seluruh aturan yang dilanggar para tersangka.
Namun, dia mengungkapkan para tersangka melanggar 15 aturan perundang-undangan dalam kasus ini.
"Nanti pada saatnya dalam persidangan, teman-teman wartawan bisa melihat langsung aturan apa saja yang dilanggar para tersangka," katanya.
Tak cuma itu, dalam tindak pidana korupsinya, Qohar mengatakan para tersangka juga dijerat dengan Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Detil Peran 9 Tersangka Baru
Qohar mengatakan AN memiliki beberapa peran seperti melakukan penyewaan terminal BBM dari PT Orbit Terminal Merak dengan cara melawan hukum yaitu dengan menghilangkan hak kepemilikan dari PT Pertamina dan harga yang tinggi di dalam kontrak pengadaan.
Lalu, AN juga bekerjasama dengan tersangka HB untuk melakukan penunjukan langsung kerjasama sewa terminal BBM Merak yang tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
"(AN) melakukan negosiasi harga sewa dengan mengakomodir nilai sewa yang mahal yaitu sebesar USD 6,5 per kiloliter dengan menghilangkan skema pemilikan aset PT OTM," jelas Qohar.
AN juga memiliki peran terkait penjualan solar di bawah harga dasar kepada pihak BUMN dan swasta.
Lalu, dia turut berperan dalam penyusunan kompensasi tinggi untuk Pertalite yang tidak sesuai dengan ketentuan hukum.
Sementara, HB melakukan kerjasama dengan AN terkait penunjukan langsung kerjasama sewa terminal BBM Merak yang tidak sesuai dengan ketentuan hukum.
"(HB) Melakukan penyewaan OTM secara melawan hukum dengan menghilangkan hak kepemilikan Pertamina atas obyek sewa Terminal BBM Merak dan harga yang tinggi dalam kontrak atau perjanjian," jelas Qohar.
Lalu, tersangka TN memiliki peran untuk menyetujui pengadaan impor minyak mentah dengan mengundang demut atau suplier yang tidak memenuhi syarat sebagai peserta lelang.
Adapun seluruh suplier itu, kata Qohar, masih dikenakan sanksi karena tidak mengembalikan kelebihan bayar.
"(TN) menyetujui demut atau suplier tersebut sebagai pemenang lelang meskipun praktek pelaksanaan tidak sesuai dengan prinsip dan etika pengadaan yaitu volume basit yang dicantumkan lelang impor minyak mentah dan perlakuan istimewa kepada suplier tersebut," tuturnya.
Selanjutnya, DS berperan bersama dengan tersangka sebelumnya yang sudah ditetapkan yaitu Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, Sani Dinar Saifuddin (SDS) dan Direktur Feedstock dan Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional Yoki Firnandi (YF) untuk melakukan ekspor penjualan minyak mentah bagian negara dan anak perusahaan hulu PT Pertamina tahun 2021.
Adapun alasannya terjadi ekses terhadap minyak mentah dan/atau kondensat bagian negara (MMKBN) dan anak perusahaan hulu PT Pertamina.
"Padahal, yang seharusnya minyak mentah itu masih bisa diserap kilang dan tidak ekses yang dipergunakan untuk kebutuhan minyak mentah dalam negeri," jelas Qohar.
Qohar mengungkapkan DS bersama dengan SDS dan YF juga melakukan impor minyak mentah yang sama dari luar negeri dengan harga yang lebih mahal.
Padahal, sambungnya, kualitas minyak mentah yang diimpor tersebut sama dengan produksi luar negeri.
Kemudian, tersangka AS memiliki peran dengan SDS dan Komisaris PT Navigator Khatulistiwa dan Komisaris PT Jenggala Maritim, Dimas Werhaspati (DW) untuk bersepakat menambah harga sewa kapal sebesar 13 persen.
"Dari nilai sewa kapal Olympic Luna dari Afrika ke Indonesia dengan maksud agar harga pengadaan sewa kapal bisa di-markup menjadi 5 juta dolar AS yang seharusnya berdasarkan harga publikasi hanya sebesar 3.765.712 dolar AS," kata Qohar.
AS bersama DW dan tersangka lain yaitu Dirut PT Pertamina International Shipping, Agus Purwono (AP) juga mengkoordinasikan agar kapal milik PT Jenggala Maritim Nusantara dimenangkan dalam proses pengadaan tender terkait carter di PT Pertamina International Shipping.
Adapun caranya yaitu dengan mencantumkan syarat yang hanya bisa dipenuhi oleh PT Jenggala Maritim Nusantara.
Selanjutnya, tersangka HW berperan melakukan kesepakatan dengan tersangka MH dan VP Trading Operations PT Pertamina Patra Niaga, Edward Corne (EC) untuk menunjuk langsung terhadap PT Trafigura Asia Trading sebagai penyedia dalam pengadaan produk gasoline untuk kebutuhan semester pertama tahun 2021.
"Padahal seharusnya pengadaan tersebut dilakukan melalui lelang khusus di mana semua mitra atau demut diundang untuk mengikuti tender atau lelang. Tetapi dalam kenyataannya, PT Trafigura Asia Trading tidak terdaftar sebagai mitra atau demut Pertamina dan seharusnya tidak bisa mengikuti lelang," jelas Qohar.
HW, kata Qohar, juga menyetujui penjualan solar ke pihak swasta di bawah harga dasar.
Lalu, peran tersangka MH bersama dengan HW dan EC yaitu ikut bersepakat untuk memenangkan PT Trafigura Asia Trading dengan penunjukan langsung dalam pengadaan produk gasoline untuk kebutuhan semester pertama tahun 2021.
Kemudian, tersangka IP bersama dengan AP serta sepengetahuan AS melakukan pengangkutan minyak mentah menggunakan kapal milik PT Jenggala Maritim Nusantara dari Afrika ke Indonesia.
Qohar mengatakan hal ini agar pengadaan bisa dilakukan secara penunjukan langsung serta bisa mengkondisikan harga penawaran agar sesuai harga markup yang sudah disepakati.
Terakhir, tersangka MRC melakukan intervensi kebijakan tata kelola PT Pertamina dengan memasukkan rencana kerja sama penyewaan terminal BBM Merak.
Padahal, kata Qohar, PT Pertamina belum memerlukan hal penyewaan tersebut.
"Melakukan intervensi kebijakan tata kelola PT Pertamina berupa memasukkan rencana kerja sama penyewaan terminal BBM Merak yang pada saat itu, PT Pertamina belum memerlukan penyimpanan stok BBM," jelasnya.
Qohar mengungkapkan MRC juga berperan dalam penghilangan skema kepemilikan terminal BBM Merak dalam kontrak kerja sama serta menetapkan kontrak yang sangat tinggi.
(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.