Benarkah Eks Teroris Bisa Tobat? Ini Kata Psikolog Forensik UI
Ia juga menyoroti pentingnya pendekatan multidimensi dalam deradikalisasi, bukan hanya sisi religius, tetapi juga kesejahteraan sosial dan ekonomi.
Penulis:
Abdi Ryanda Shakti
Editor:
Acos Abdul Qodir
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA — Puluhan eks anggota kelompok teroris Ansor Daulah wilayah Riau resmi menyatakan lepas baiat dari Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) dan menyatakan kembali setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Namun di tengah deklarasi yang berlangsung di Gedung Pemprov Riau, Pekanbaru, Jumat (27/6/2025), muncul pertanyaan publik, apakah mereka sungguh-sungguh bertobat atau sekadar akting?
Psikolog forensik dari Universitas Indonesia (UI), Zora A Sukabdi, menyatakan teroris bisa tobat, namun memerlukan proses panjang dan data lengkap.
“Mereka betul-betul bertobat. Meskipun begitu, selalu ada pergulatan di dalam jaringan mereka,” ujar Zora kepada wartawan, Minggu (13/7/2025).
Menurut Zora, pertobatan seorang teroris adalah proses panjang yang melibatkan pergulatan batin, pembinaan intensif, dan waktu yang tidak singkat.
Pertobatan Tidak Instan, Perlu Waktu dan Komitmen
Zora menjelaskan bahwa lamanya proses tobat tiap individu berbeda. Ada yang bertobat dalam tiga tahun, ada yang butuh puluhan tahun. Karena itu, program deradikalisasi tak bisa dijalankan secara serampangan.
“Proses ini membutuhkan kesabaran dan komitmen serta kerja sama semua pihak,” tegasnya.
Baca juga: Sosok 4 Mantan KKB Papua Kembali ke Pangkuan NKRI, Ucap Sumpah Setia, Hormat pada Merah Putih
Ia juga menyoroti pentingnya pendekatan multidimensi dalam deradikalisasi, bukan hanya sisi religius, tetapi juga kesejahteraan sosial dan ekonomi.
Menurutnya, program deradikalisasi yang baik minimal harus berlangsung selama lima tahun agar mantan napiter tidak kembali ke jaringan teror.
Deradikalisasi Butuh Data Lengkap dan Pendampingan Konsisten

Zora menilai program deradikalisasi oleh Densus 88 dan BNPT sudah cukup baik karena menyimpan data lengkap napiter sejak proses penangkapan hingga pembebasan. Data ini, kata dia, penting agar rehabilitasi bisa berjalan efektif.
“Agak sulit merehabilitasi atau melakukan deradikalisasi jika data pelaku tidak lengkap,” ungkapnya.
Meski begitu, perubahan tetap harus datang dari diri pelaku sendiri. Pemerintah pun didesak untuk tidak kendor, meski saat ini tengah melakukan efisiensi anggaran.
“Perlu dedikasi dan sinergisitas yang baik dalam pendampingan pelaku, tanpa kenal lelah,” imbuh Zora.
Baca juga: Hambali Hadapi Pengadilan Militer AS, Yusril: Status Kewarganegaraannya Belum Dapat Dipastikan
Momentum Kembali ke NKRI: Dari Riau ke Bogor
Deklarasi di Riau bukan satu-satunya. Setahun sebelumnya, organisasi radikal Jamaah Islamiyah (JI) juga menyatakan resmi membubarkan diri dan kembali ke pangkuan NKRI dalam sebuah acara tertutup di Bogor, Jawa Barat, Minggu (30/6/2024).
Pembubaran itu merupakan hasil konsensus para senior dan tokoh pendidikan pesantren yang dulu berafiliasi dengan JI.
Langkah ini, meski tak mudah, disebut sebagai titik balik penting dalam memutus mata rantai regenerasi ideologi radikal di Indonesia.
Kapolda Riau Bangun Bank Pohon sebagai Langkah Atasi Dampak Karhutla |
![]() |
---|
Jawab Keresahan Masyarakat, Polda Riau Gelar Operasi PETI Besar-besaran di Inhu |
![]() |
---|
Pemerintah Kaji Pemulangan WNI Napi Terorisme di Luar Negeri, Antara Kemanusiaan dan Diplomasi |
![]() |
---|
Profil Brigjen TNI Bambang Herqutanto, Alumni Akademi Militer Kembali Jabat Danrem Wira Pratama |
![]() |
---|
Batas Waktu Pengajuan Kompensasi Korban Terorisme Diperpanjang dari Tiga Tahun Jadi 10 Tahun |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.