Minggu, 7 September 2025

Beras Oplosan

Guru Besar IPB Beberkan Hasil Kajian soal Temuan Dugaan Kecurangan Produsen Beras

Pihaknya telah melakukan kajian dengan metode mendatangi pasar, menimbang hingga mengklasifikasikan. Potensi kerugian negara hampir Rp 100 triliun.

Penulis: Reynas Abdila
Tribunnews.com/Gita Irawan
DUGAAN BERAS OPLOSAN - Beras kemasan dipajang di salah satu minimarket di Jakarta Selatan, Selasa (1/6/2025). Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB) Prof Edi Santosa menjelaskan hasil kajian mengenai temuan dugaan kecurangan produsen beras yang diungkap Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB) Prof Edi Santosa menjelaskan hasil kajian mengenai temuan dugaan kecurangan produsen beras yang diungkap Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman.

Pihaknya telah melakukan kajian dengan metode mendatangi pasar, menimbang hingga mengklasifikasikan.

Baca juga:  Abduh PKB Minta Sindikat Beras Oplosan Dibongkar Tuntas

"Kalau yang kami kaji itu awalnya itu adalah beras yang ada di pasar 10 provinsi itu kami datangi, kemudian dicek, ditimbang, diklasifikasikan dulu ini medium apa premium, ditimbang labelnya berapa bobotnya, cocok nggak," ungkapnya saat dihubungi Tribun Network, Senin (14/7/2025).

Prof Edi juga menyampaikan beras-beras yang dicek dipastikan apakah terdapat label SNI.

Baca juga: Mentan Amran Sebut Praktik Beras Premium Oplosan Bentuk Pengkhianatan Terhadap Petani dan Konsumen

Selanjutnya, memastikan harganya berapa yang dijual kepada konsumen.

Dari tiga aspek yang dikaji itu kemudian dibuat data yang premium sekitar 40 persen, yang 60 persen ialah beras medium. 

"Kemudian ditanya dari sisi data harga jual gimana tuh apakah melebihi HET atau tidak? jadi dari hitung-hitungan itu kemudian dicoba di ekstrapolasi artinya dari sampling itu dibuat generalisasi," tuturnya.

Dari kajian tersebut disimpulkan potensi kerugian negara hampir Rp 100 triliun.

Namun Prof Edi menuturkan potensi kerugian itu tidak serta merta dilakukan oleh produsen beras.

Ada banyak pihak yang bermain di situ bisa jadi pedagang perantara yang disebut melanggar regulasi terkait mutu dan takaran. 

"Karena misalnya karungnya palsu kita nggak tau itu, kalau wadahnya palsu itu kita nggak bisa ngecek hanya yang punya produk itu yang bisa ngecek, yang punya produk misalnya beras merek X," tukasnya.

"Atau gak sama nih bobotnya misalnya 5 kilogram ternyata begitu ditimbang 4,99 kilogram," jelas Prof Edi.

Artinya sangat dimungkinkan ada banyak faktor yang membuat takarannya beras tidak sesuai yang tertera di label.

Misalnya timbangan tidak dikalibrasi akan tetapi barang sudah terlanjut dipacking dan didistribusikan.

Yang kedua beras ada yang menggunakan plastik serta ada yang terbuat dari anyaman.

Halaman
123
Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan