Alexander Marwata Nilai Pasal 2 dan 3 UU Tipikor Rawan Jadi Pasal Karet, Perlu Buat Tafsir Baru
Ketidakjelasan norma saat ini bisa membuat seseorang dihukum tanpa adanya kehendak jahat untuk merugikan negara
Penulis:
Mario Christian Sumampow
Editor:
Eko Sutriyanto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Alexander Marwata, menilai Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) rawan multitafsir dan berpotensi menjadi pasal karet.
Ini disampaikan Alexander saat menjadi saksi yang dihadirkan oleh pemohon dalam sidang lanjutan uji materi terhadap dua pasal tersebut di Mahkamah Konstitusi (MK), Rabu (16/7/2025).
Uji materi itu teregistrasi dengan nomor perkara 142/PUU-XXII/2024 dan 161/PUU-XXII/2024.
Alexander yang pernah menjadi hakim ad hoc di Pengadilan Tipikor pada 2012–2015 mengaku sering menjumpai ketidakjelasan dalam penerapan dua pasal itu.
Ia menilai, perbedaan antara Pasal 2 dan Pasal 3 kerap kali tidak didasarkan pada pertimbangan hukum, melainkan pada besaran kerugian negara dalam perkara.
Baca juga: Alexander Marwata Minta Pegawai KPK Terima Pimpinan Baru dan Awasi Kerjanya
“Kenapa Majelis itu memilih Pasal 3, bukan Pasal 2? Ketika dakwaan subsidiaritas, yang menjadi pertimbangan pertama kan Pasal 2 dulu. Tapi karena Pasal 2 itu lebih berat, bisa jadi hakim berpikir ‘korupsinya sedikit, pilih Pasal 3 saja’ supaya hukumannya lebih ringan," kata Alexander kepada media usai sidang.
"Jadi pertimbangannya akhirnya bukan yuridis, tapi rasa keadilan,” ia menambahkan.
Melihat substansi dakwaan yang dinilai mirip, Alexander mengusulkan agar kedua pasal itu digabung menjadi satu pasal dengan rumusan yang lebih jelas.
Menurutnya, hal ini bisa mencegah penggunaan pasal yang sewenang-wenang dan lebih menegaskan batasan hukum.
“Kenapa enggak dijadikan satu? Secara uraian dakwaan, substansinya sama kok Pasal 2 dan Pasal 3 itu. Ya sudah, bikin saja rumusan baru," ujarnya.
Dalam kesaksiannya di ruang sidang, Alexander juga menekankan perlunya tafsir baru terhadap dua pasal tersebut agar memuat unsur mens rea atau niat jahat pelaku.
Ia menilai, ketidakjelasan norma saat ini bisa membuat seseorang dihukum tanpa adanya kehendak jahat untuk merugikan negara.
“Akibatnya, seseorang dipidana tanpa kehendak sadar dari pelaku untuk secara sengaja menimbulkan kerugian keuangan negara. Hanya karena akibat dari perbuatan atau kebijakan yang diambil, tanpa niat jahat mengambil uang negara,” tegasnya.
Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto Gugat UU Tipikor tentang Perintangan Penyidikan ke MK |
![]() |
---|
Alexander Marwata: Pasal Karet UU Tipikor Berpotensi Disalahgunakan |
![]() |
---|
Penjual Pecel Lele Bisa Terjerat UU Tipikor? Begini Pendapat Eks Pimpinan KPK Alexander Marwata |
![]() |
---|
Perwakilan Polri dan KPK Tak Hadiri Sidang Pengujian UU Tipikor, Kompak Minta Ditunda |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.