Kamis, 4 September 2025

Alexander Marwata Nilai Pasal 2 dan 3 UU Tipikor Rawan Jadi Pasal Karet, Perlu Buat Tafsir Baru  

Ketidakjelasan norma saat ini bisa membuat seseorang dihukum tanpa adanya kehendak jahat untuk merugikan negara

Tribunews.com/Reynas Abdila
SIDANG MK - Mantan Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Alexander Marwata usai mengikuti persidangan di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Rabu (16/7/2025). Ia dihadirkan untuk menjadi ahli dalam perkara Nomor 142/PUU-XXII/2024 dan 161/PUU-XXII/2024 yang menguji norma Pasal 2 dan Pasal 3 UU Tipikor 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Alexander Marwata, menilai Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) rawan multitafsir dan berpotensi menjadi pasal karet.

Ini disampaikan Alexander saat menjadi saksi yang dihadirkan oleh pemohon dalam sidang lanjutan uji materi terhadap dua pasal tersebut di Mahkamah Konstitusi (MK), Rabu (16/7/2025).

Uji materi itu teregistrasi dengan nomor perkara 142/PUU-XXII/2024 dan 161/PUU-XXII/2024.

Alexander yang pernah menjadi hakim ad hoc di Pengadilan Tipikor pada 2012–2015 mengaku sering menjumpai ketidakjelasan dalam penerapan dua pasal itu.

Ia menilai, perbedaan antara Pasal 2 dan Pasal 3 kerap kali tidak didasarkan pada pertimbangan hukum, melainkan pada besaran kerugian negara dalam perkara.

Baca juga: Alexander Marwata Minta Pegawai KPK Terima Pimpinan Baru dan Awasi Kerjanya

“Kenapa Majelis itu memilih Pasal 3, bukan Pasal 2? Ketika dakwaan subsidiaritas, yang menjadi pertimbangan pertama kan Pasal 2 dulu. Tapi karena Pasal 2 itu lebih berat, bisa jadi hakim berpikir ‘korupsinya sedikit, pilih Pasal 3 saja’ supaya hukumannya lebih ringan," kata Alexander kepada media usai sidang.

"Jadi pertimbangannya akhirnya bukan yuridis, tapi rasa keadilan,” ia menambahkan.

Melihat substansi dakwaan yang dinilai mirip, Alexander mengusulkan agar kedua pasal itu digabung menjadi satu pasal dengan rumusan yang lebih jelas.

Menurutnya, hal ini bisa mencegah penggunaan pasal yang sewenang-wenang dan lebih menegaskan batasan hukum.

“Kenapa enggak dijadikan satu? Secara uraian dakwaan, substansinya sama kok Pasal 2 dan Pasal 3 itu. Ya sudah, bikin saja rumusan baru," ujarnya. 

Dalam kesaksiannya di ruang sidang, Alexander juga menekankan perlunya tafsir baru terhadap dua pasal tersebut agar memuat unsur mens rea atau niat jahat pelaku.

Ia menilai, ketidakjelasan norma saat ini bisa membuat seseorang dihukum tanpa adanya kehendak jahat untuk merugikan negara.

“Akibatnya, seseorang dipidana tanpa kehendak sadar dari pelaku untuk secara sengaja menimbulkan kerugian keuangan negara. Hanya karena akibat dari perbuatan atau kebijakan yang diambil, tanpa niat jahat mengambil uang negara,” tegasnya.

 

Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan