Rabu, 3 September 2025

Penjual Pecel Lele Bisa Terjerat UU Tipikor? Begini Pendapat Eks Pimpinan KPK Alexander Marwata

Sebelumnya eks Pimpinan KPK Chandra Hamzah menyebut Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 UU Tipikor bisa saja digunakan untuk menjerat penjual pecel lele.

Tribunews.com/Reynas Abdila
EKS PIMPINAN KPK - Mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata. Penjual pecel lele yang berjualan trotoar dapat terjerat pasal Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) kembali diungkit dalam persidangan di Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Rabu (16/7/2025). Begini pandangan Alexander Marwata. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Penjual pecel lele yang berjualan trotoar dapat terjerat pasal Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) kembali diungkit dalam persidangan di Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Rabu (16/7/2025).

Hal itu disampaikan oleh eks Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Alexander Marwata dalam sidang pengujian materiil terhadap Pasal 2 Ayat 1 dan Pasal 3 UU Tipikor.

Baca juga: Sosok Irjen Karyoto Besan Dedi Mulyadi, Jenderal Polisi yang Pernah Tugas di KPK

"Beberapa waktu yang lalu, barangkali Pak Chandra (eks Ketua KPK Chandra Hamzah) ya, (mengatakan) siapapun bisa melakukan pelanggaran hukum dan merugikan keuangan negara," ujar Alexander dalam ruang sidang.

"Dicontohkan penjual pecel di trotoar, itu kan melawan hukum, kerugiannya ada, harusnya ditarik iuran dan sebagainya," sambung dia.

Pernyataan itu merupakan kontra Alexander terhadap pandangan Chandra atas kedua pasal yang diuji.

Jika mengacu arti korupsi secara internasional, telah ada patokan jelas terkait penyalahgunaan kekuasaan dan kewenangan untuk kepentingan untuk diri sendiri.

"Kalau Pasal 2 dilihat semata-mata unsur melawan hukum dan pengertiannya sangat-sangat luas," tuturnya.

Saat ditemui usai persidangan, Alexander kembali menegaskan bahwa dirinya hanya mengutip ilustrasi dari pernyataan Chandra, sebagai contoh dari lemahnya batasan dalam pasal yang sedang diuji.

Ia menjelaskan bahwa dalam praktik, temuan kerugian negara dari hasil audit lembaga pengawas seperti BPK atau BPKP kerap dijadikan dasar untuk menjerat seseorang, padahal belum tentu ada unsur pidana.

"Aku kan cuma nyinggung dari Pak Chandra kan, karena apa penafsiran pasal 2 itu sebegitu luas, akhirnya kan," tuturnya.

Baca juga: KPK Dalami Dugaan Praktik Pemerasan TKA di Kemnaker Era Hanif Dhakiri

Sebelumnya, eks Pimpinan KPK Chandra Hamzah menyebut Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 UU Tipikor bisa saja digunakan untuk menjerat penjual pecel lele.

Ia menilai, berdasarkan ketentuan Pasal 2 ayat (1) UU Tipikor, penjual pecel lele di trotoar juga dapat dipidanakan.

Sebab, tidak boleh ada perumusan delik yang kurang jelas atau bersifat ambigu. Pun juga tak boleh ditafsirkan secara analogi sehingga tidak melanggar asas lex certa maupun lex stricta.

Penjual pecel lele termasuk “setiap orang” yang melakukan perbuatan “melawan hukum” dengan berjualan di atas trotoar yang seharusnya digunakan pejalan kaki.

Kemudian, penjual pecel lele juga bisa dikatakan mencari keuntungan atau “memperkaya diri sendiri” dengan berjualan di trotoar yang membuat fasilitas publik milik negara itu rusak sehingga dapat dianggap pula “merugikan keuangan negara”.

“Maka penjual pecel lele adalah bisa dikategorikan, diklasifikasikan melakukan tindak pidana korupsi, ada perbuatan, memperkaya diri sendiri, ada melawan hukum, menguntungkan diri sendiri atau orang lain, merugikan keuangan negara,” ujar Chandra di Ruang Sidang Pleno Gedung MK, Jakarta, Rabu (18/6/2025).

Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan