Rabu, 3 September 2025

Eks Pimpinan KPK Chandra Hamzah Soroti Celah UU Tipikor: Penjual Pecel Lele Bisa Terseret

Eks Wakil Ketua KPK Chandra M Hamzah menjadi ahli dalam sidang uji materiil UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

zoom-inlihat foto Eks Pimpinan KPK Chandra Hamzah Soroti Celah UU Tipikor: Penjual Pecel Lele Bisa Terseret
TRIBUNNEWS.COM/HERUDIN
EKS PIMPINAN KPK - Mantan Pimpinan KPK, Chandra M Hamzah mengungkap celah Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor). Hal tersebut diungkapkan dalam sidang di Mahkamah Konstitusi (MK), Rabu (18/5/2025).

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2007–2009, Chandra M Hamzah menjadi ahli dalam sidang uji materiil Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) di Mahkamah Konstitusi (MK).

Ia dihadirkan oleh para pemohon yang menguji Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 UU Tipikor.

Chandra menjelaskan, kedua pasal itu dapat menimbulkan problematika.

Sebab, tidak boleh ada perumusan delik yang kurang jelas atau bersifat ambigu.

Selain itu, delik pun tak boleh ditafsirkan secara analogi sehingga tidak melanggar asas lex certa maupun lex stricta.

Baca juga: Jokowi Beberkan Kronologi Revisi UU KPK: Inisiatif DPR, Bukan Saya!

Berdasarkan ketentuan Pasal 2 ayat (1) UU Tipikor, jelas Chandra, penjual pecel lele di trotoar juga dapat dikenakan sanksi tersebut. 

Sebab, penjual pecel lele termasuk “setiap orang” yang melakukan perbuatan “melawan hukum” dengan berjualan di atas trotoar yang seharusnya digunakan pejalan kaki.

Kemudian, penjual pecel lele juga bisa dikatakan mencari keuntungan atau “memperkaya diri sendiri” dengan berjualan di trotoar yang membuat fasilitas publik milik negara itu rusak sehingga dapat dianggap pula “merugikan keuangan negara”.

Baca juga: Dituduh Jadi Dalang Revisi UU KPK, Begini Jawaban Jokowi

“Maka penjual pecel lele adalah bisa dikategorikan, diklasifikasikan melakukan tindak pidana korupsi, ada perbuatan, memperkaya diri sendiri, ada melawan hukum, menguntungkan diri sendiri atau orang lain, merugikan keuangan negara,” ujar Chandra di Ruang Sidang Pleno Gedung MK, Jakarta, Rabu (18/6/2025).

Sementara itu, Pasal 3 UU Tipikor pun memuat frasa “setiap orang” yang dapat mengingkari esensi dari korupsi itu sendiri.

Sebab, tidak setiap orang memiliki kekuasaan yang cenderung korup. Padahal juga, ketentuan ini telah menegaskan adanya jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.

“Kesimpulannya adalah Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Tipikor kalau saya berpendapat untuk dihapuskan karena rumusannya melanggar asas lex certa, perbuatan apa yang dinyatakan sebagai korupsi,” tuturnya.

Kemudian, Chandra juga mendorong agar Pasal 3 Undang-Undang Tipikor direvisi dengan mengganti dan menyesuaikan sesuai Article 19 UNCAC yang sudah dijadikan norma.

“‘Setiap Orang’ diganti dengan ‘Pegawai Negeri’ dan ‘Penyelenggara Negara’ karena itu memang ditujukan untuk Pegawai Negeri dan kemudian menghilangkan frasa ‘yang dapat merugikan keuangan negara dan perekonomian negara’ sebagaimana rekomendasi UNCAC,” jelasnya.

Sebagai informasi, perkara yang tercatat dalam Nomor 142/PUU-XXII/2024 dimohonkan oleh mantan Direktur Utama Perum Perikanan Indonesia (2016–2017) Syahril Japarin (Pemohon I), mantan pegawai PT Chevron Pacific Indonesia Kukuh Kertasafari (Pemohon II), serta mantan Gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam (Pemohon III).

Halaman
12
Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan