Sabtu, 20 September 2025

Komisi III DPR Balas Kritik KPK soal KUHAP: Kalau Keberatan Datang Saja, Jangan Debat yang Nggak Ada

KPK sebelumnya mengkritik RUU KUHAP yang disebut tidak sinkron dengan kewenangan lembaga antirasuah tersebut. 

Penulis: Igman Ibrahim
Editor: Hasanudin Aco
Tribunnews.com/Rizki Sandi Saputra
TANGGAPI RUU KUHAP - Anggota Komisi III DPR RI, Hinca Pandjaitan, menanggapi kritik KPK terhadap RUU KUHAP (Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana). /Foto. dok 

Meski begitu, kata dia, DPR tetap menargetkan KUHAP baru bisa diberlakukan serentak dengan KUHP pada 2 Januari 2026. Sinkronisasi antara dua regulasi itu penting agar penegakan hukum tidak berjalan pincang.

“KUHP-nya ibarat Harley Davidson, masa KUHAP-nya masih Honda Astrea ’81? Kan batuk-batuk nanti,” ujarnya.

Lebih lanjut, Hinca memastikan pembahasan KUHAP masih terus menyerap aspirasi publik. Termasuk saat masa reses DPR.

“Reses itu bukan libur. Kita tetap turun ke masyarakat, ke polisi, ke jaksa, ke advokat, untuk menjaring masukan. Jadi jangan dikira kalau reses pembahasan terhenti,” pungkasnya.

RUU KUHAP  merupakan revisi dari UU No. 8 Tahun 1981.

RUU ini sedang dibahas oleh Komisi III DPR RI yang membidangi masalah hukum bersama pemerintah sebagai bagian dari pembaruan sistem hukum pidana Indonesia.

UU ini menyesuaikan hukum acara pidana dengan KUHP baru yang berlaku mulai 2 Januari 2026 guna mewujudkan sistem peradilan pidana yang terpadu, adil, dan modern.

Kritik KPK

Sebelumnya, KPK menyatakan sejumlah pasal dalam Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) tidak sinkron dengan tugas dan kewenangan UU KPK.

Oleh karena itu, KPK menggelar focus group discussion (FGD) dengan para ahli hukum untuk membahas dampak RUU KUHAP terhadap tugas dan kewenangan komisi antikorupsi.

"Benar, pada Kamis (10/7), KPK menggelar FGD dengan para ahli hukum untuk membahas terkait implikasi rancangan KUHAP, di mana beberapa pasalnya tidak sinkron dengan tugas dan kewenangan KPK yang telah diatur dalam UU 30 Tahun 2002 juncto UU 19 Tahun 2019," ujar  Juru Bicara KPK Budi Prasetyo dalam keterangan tertulis, Sabtu (12/7/2025).

Namun, Budi tidak membeberkan sejumlah pasal yang tak sinkron tersebut.

Ia hanya mengatakan para pakar mendukung adanya penerapan asas hukum lex specialis dalam penanganan perkara tindak pidana korupsi.

Lex specialis adalah sebuah asas hukum yang berarti hukum yang khusus mengesampingkan hukum yang umum.

"Prinsipnya, para pakar ini mendukung penuh adanya pengaturan lex specialist penegakan hukum tindak pidana korupsi sebagaimana dilakukan KPK selama ini. Di mana korupsi dipandang sebagai extraordinary crime juga menjadi lex specialist dalam KUHP," kata Budi.

Apalagi, lanjut Budi, kewenangan KPK dalam penyelidikan, penyidikan, penuntutan juga telah disahkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK).

"Masukan-masukan dari para pakar tersebut tentu menjadi pengayaan bagi KPK dalam pembahasan di internal selanjutnya," imbuhnya.

 

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan