Jumat, 5 September 2025

Khutbah Jumat, 18 Juli 2025: Mengembangkan Dakwah yang Mencerahkan

Berikut teks khutbah yang berjudul "Mengembangkan Dakwah yang Mencerahkan" yang dirilis Kemenag.

Penulis: Lanny Latifah
Editor: Suci BangunDS
Canva/Tribunnews.com
GRAFIS KHUTBAH JUMAT - Grafis khutbah Jumat dibuat di Canva Premium pada Jumat (18/7/2025). Berikut teks khutbah yang berjudul "Mengembangkan Dakwah yang Mencerahkan" yang dirilis Kemenag. 

TRIBUNNEWS.COM - Berikut teks khutbah yang berjudul "Mengembangkan Dakwah yang Mencerahkan".

Adapun teks khutbah ini dirilis oleh Kementerian Agama (Kemenag) pada Rabu, 16 Juli 2025.

Teks khutbah "Mengembangkan Dakwah yang Mencerahkan" ini bisa dibacakan saat shalat Jumat pada hari ini, 18 Juli 2025.

Khutbah ini membahas soal kegiatan dakwah dalam agama Islam.

Melalui dakwah, nilai-nilai luhur Islam dapat disampaikan kepada masyarakat.

Dikutip dari laman Simbi Kemenag, berikut teks khutbah Jumat, 18 Juli 2025.

Baca juga: Khutbah Jumat 18 Juli 2025: Mencari Nafkah yang Benar dan Bernilai Ibadah

Mengembangkan Dakwah yang Mencerahkan

Khutbah Pertama

الْحَمْدُ للهِ الَّذِي أَعَزَّنَا بِالْإِيمَانِ بِهِ، وَهَدَانَا إِلَى عَظِيمٍ شَرِيعَتِهِ، وَأَسْعَدَنَا بِاتِّبَاعِ أَفْضَلِ رُسُلِهِ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّه وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ، اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلَّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِينَ، وَبَعْدُ فَيَا أَيُّهَا الحَاضِرُونَ المَحْبُوبُونَ، أُوصِيكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَى اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ، فَقَدْ قَالَ فِي كِتَابِهِ العَزِيزِ : يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ. وَقَدْ قَالَ : ادْعُ إِلى سَبِيْلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِتُّمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيْلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ.

Jemaah sidang Jum’at yang mulia,
Dakwah merupakan inti dari keberadaan umat muslim. Melalui dakwah, nilai-nilai luhur Islam disampaikan kepada masyarakat, menunjukkan kasih sayang Allah kepada umat manusia. Walakin, menerapkan dakwah memerlukan kehati-hatian. Dakwah membutuhkan metode yang tepat, strategi yang bijaksana, dan hati yang penuh cahaya, bukan hati yang menghakimi. Islam selalu mendorong dakwah melalui pendekatan yang mencerminkan nilai-nilai keislaman, bukan paksaan. Hal ini tercermin dengan jelas dalam pernyataan Allah dalam Q.S. An-Nahl [16] ayat 125:َ

ادْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَدهُم بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ : إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَن ضَلَّ عَن سَبِيلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ.

"Serulah (manusia) ke jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pengajaran yang baik serta debatlah mereka dengan cara yang lebih baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang paling tahu siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dia (pula) yang paling tahu siapa yang mendapat petunjuk."

Ayat ini menyoroti bahwa Islam mengutamakan kebijaksanaan dalam ketegasan (ḥikmah), nasihat yang baik (mau'izhah ḥasanah), dan dialog yang mengedepankan etika (jidāl billati ḥiya ahsan) sebagai sarana utama dakwah. Ketiga metode ini merepresentasikan cara terbaik yang diinginkan Tuhan bagi umat Islam yang mendapatkan amanah untuk menyebarkan ajaran-ajaran-Nya.

Sejak zaman Nabi Muhammad, dakwah telah dibangun dengan kesadaran akan budaya sebagai bagian yang tidak terpisahkan darinya. Nabi menyampaikan wahyu ilahi dengan mempertimbangkan penyesuaian terhadap budaya masyarakat Arab yang telah tertradisi bahkan ketika Al-Qur’an diturunkan. Beberapa formasi budaya Arab bahkan diabadikan dalam Al-Qur’an dan diakomodasi dalam ajaran Islam dengan berbagai modifikasi. Ada sekian tradisi dipertahankan dan disempurnakan, seperti halnya ibadah haji; lalu yang lain diinterpretasi ulang, seperti praktik penyembelihan hewan, yang diubah dari persembahan kepada berhala menjadi syiar agama Allah; kemudian beberapa dihapuskan sepenuhnya, seperti aktivitas menyembah berhala yang berada di sekitar Ka’bah kala itu.

Hadirin yang dirahmati Allah Swt,
Para pendakwah yang membawa Islam ke Indonesia juga melakukan hal yang sama dengan model dakwah Rasulullah saw. Mereka tidak memaksakan budaya Arab pada masyarakat lokal, melainkan menyisipkan nilai-nilai Islam ke dalam pola budaya yang sudah ada. Bentuk-bentuk seperti wayang, gamelan, tahlilan, selametan, dan tembang diisi dengan ajaran Islam. Salah satu kisah yang populer disematkan kepada Sunan Kalijaga yang ketika berdakwah menggunakan pertunjukan wayang sebagai sarana dan media untuk menyebarkan ajaran Islam yang dibumikan oleh utusan agungnya, Nabi Muhammad saw.

Sayangnya belakangan ini, kita juga kembali menyaksikan kebangkitan dakwah yang menjauh dari semangat pencerahan. Dakwah telah berubah dari lentera yang menuntun manusia keluar dari kegelapan menjadi alat untuk menuduh, mengucilkan, bahkan menghasut kebencian. Beberapa orang membatasi definisi dakwah hanya pada ‘memerintahkan kebaikan dan melarang kejahatan’ dengan mengekspresikannya secara paksa dan konfrontatif, baik verbal maupun melalui tindakan. Mereka mengabaikan nilai utama kebijaksanaan, etika dan kelembutan yang menjadi inti dakwah Nabi. Model dakwah semacam ini tidak hanya telah mengabaikan teladan Rasulullah saw, tapi juga mengabaikan perintah Allah Swt yang secara jelas termaktub dalam Al-Qur’an.

Pada salah satu hadis, terdokumentasikan doa Nabi Muhammad saw yang menjadi responsnya ketika disakiti ketika menyampaikan dakwah. Bukannya melaknat dan melawan, Nabi justru menunjukkan sikap rahmat dan mendoakan.

اللَّهُمَّ ارْفِقَ بِقَوْمِي فَإِنَّهُمْ لَا يَعْلَمُونَ.

"Ya Allah, berilah petunjuk kepada kaumku, karena sesungguhnya mereka tidak mengetahui." (H.R. Bukhari dan Muslim).

Para hadirin yang dicintai Allah Swt,
Saat ini, dakwah menuntut perubahan yang kontekstual dengan mengikuti dinamika yang terjadi di era sekarang. Manusia hari ini berada di era digital dan mengalami pergeseran budaya. Pendekatan terhadap dakwah pun harus berubah. Diperlukan kreativitas dan pemahaman sosial-budaya untuk terhubung dengan masyarakat. Dakwah yang memberdayakan adalah yang menerima secara selektif, bukan menolak secara mentah-mentah budaya. Dakwah harus menjadi instrumen ajaran Islam yang mencoba membumikan nilai-nilai Islam yang humanis dan peka serta responsif terhadap perubahan maupun tantangan yang dihadapi oleh umat.

Halaman
12
Sumber: TribunSolo.com
Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan