DPR Ingatkan Satgas Penindakan Barang Kena Cukai Ilegal tidak Mematikan Industri Hasil Tembakau
Anggota Komisi XI DPR RI mengingatkan agar Satgas Pencegahan dan Penindakan Barang Kena Cukai Ilegal tidak mematikan industri hasil tembakau.
Penulis:
Danang Triatmojo
Editor:
Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ditjen Bea Cukai Kementerian Keuangan (Kemenkeu) resmi membentuk Satgas Pencegahan dan Penindakan Barang Kena Cukai Ilegal (BKC).
Tujuannya untuk melindungi penerimaan negara dan menciptakan iklim investasi yang adil.
Baca juga: Jumhur Hidayat Minta Tunda Kenaikan Cukai Tembakau: Berantas Rokok Ilegal
Satgas Pencegahan dan Penindakan Barang Kena Cukai Ilegal merupakan satuan tugas nasional yang dibentuk oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) pada 9 Juli 2025.
Satgas ini dibentuk sebagai langkah strategis untuk memerangi peredaran barang kena cukai ilegal, terutama rokok tanpa pita cukai dan minuman beralkohol ilegal.
Satgas ini diharapkan menjadi garda depan pemberantasan cukai ilegal, sekaligus mendorong kepatuhan pelaku usaha dan kesadaran masyarakat untuk menolak konsumsi barang ilegal.
Anggota Komisi XI DPR RI, Eric Hermawan mengingatkan satgas yang dibentuk agar tidak mengimplementasikan pencegahan dan penindakan untuk menekan atau mematikan industri hasil tembakau, karena bisa berefek domino mulai dari pemutusan hubungan kerja (PHK) hingga terganggunya roda ekonomi lokal.
"Kita tidak bisa mengabaikan dampak strukturalnya. Jika kebijakan yang diterapkan terlalu menekan produsen kecil-menengah, maka akan muncul efek domino, mulai dari pemutusan hubungan kerja hingga terganggunya perputaran ekonomi lokal. Ini tidak sejalan dengan Visi Asta Cita Presiden Prabowo," ujar Eric kepada wartawan, Senin (21/7/2025).
Politisi Partai Golkar ini menegaskan perlunya pengawasan yang adil dan transparan terhadap seluruh pelaku industri rokok.
"Satgas BKC Ilegal jangan hanya menyasar pelaku kecil menengah rokok. Perlu ada pengawasan berkala terhadap pabrikan besar yang selama ini justru minim pelaporan," tambahnya.
Menurutnya perlu adanya regulasi pendukung sebelum penindakan dilakukan, seperti kemudahan akses cukai bagi pelaku usaha kecil dengan harga cukai yang terjangkau.
Apalagi Ketua DPW Ikatan Keluarga Madura (IKAMA) Jawa Timur ini menyebut kontribusi industri hasil tembakau berkontribusi pada penerimaan negara yang cukup signifikan, mencapai 10-15 persen.
Sehingga pemerintah seyogianya menggali potensi tersebut dengan menciptakan mekanisme cukai yang ramah bagi industri kecil menengah.
"Kontribusi mereka terhadap penerimaan negara cukup signifikan, mencapai 10–15 persen. Pemerintah sebaiknya menggali potensi ini dengan menciptakan mekanisme cukai yang ramah bagi industri kecil menengah rokok," jelas Eric.
Seperti yang terjadi di Pamekasan, beberapa industri kecil menengah rokok turut berkontribusi dalam pembangunan infrastruktur berupa ruas jalan kabupaten, mengingat terbatasnya anggaran Pemkab untuk alokasi jalan.
Hal itu juga diakui Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PURR) Pamekasan, Amin Jabir. Ia mengatakan pihaknya berinisiatif untuk berkoordinasi dengan pengusaha rokok lokal.
Hasilnya terdapat lima perusahaan rokok lokal yang sudah berkontribusi, sementara Pemkab mendampingi supaya ada unsur kelayakan teknis, karena statusnya jalan kabupaten.
"Penerapan itu merupakan wujud nyata kesadaran perusahaan terhadap tanggung jawab sosial perusahaan," kata Amir.
Sementara itu, Direktur Centre for Indonesian Social Studies Institute (CISSI), Agus Surono menilai, industri kecil menengah rokok merupakan bagian entitas dari sistem perekonomian nasional yang dilindungi Konstitusi.
Keberadaan pelaku usaha rokok dilindungi oleh konstitusi, yakni Pasal 27 ayat (2), Pasal 28 ayat (1) dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945, yang menjamin hak setiap warga negara untuk memperoleh pekerjaan dan penghidupan yang layak serta menyelenggarakan kegiatan ekonomi dalam koridor hukum.
Data Kementerian Perindustrian hingga tahun 2024 terdapat lebih dari 1.100 Industri Kecil Menengah (IKM) rokok yang tersebar di berbagai daerah di Indonesia.
Industri ini menyerap tidak kurang dari 600.000 tenaga kerja langsung, belum termasuk mata rantai tidak langsung yang melibatkan jutaan orang di sektor distribusi, pengecer, dan pertanian.
Agus mengingatkan pentingnya menjaga prinsip persaingan usaha yang sehat dan adil, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
"Persaingan yang sehat akan menciptakan iklim usaha yang kondusif, berkelanjutan, dan mendorong inovasi serta keseimbangan antara aspek ekonomi dan sosial demi cita-cita kesejahteraan rakyat," ujarnya.
Satgas Pencegahan dan Penindakan Barang Kena Cukai
Bea Cukai
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai
Eric Hermawan
tembakau
Dari Port Klang ke Gagal Total: Puluhan Ribu Koli Barang Ilegal Dipatahkan Bea Cukai |
![]() |
---|
Bareskrim dan Bea Cukai Bekuk Kurir Narkoba di Parepare, 80 Kg Sabu Disita |
![]() |
---|
Demi Stabilitas Ekosistem Pertanian Tembakau, Petani Desak Moratorium Kenaikan Cukai Rokok 3 Tahun |
![]() |
---|
AS Umumkan Aturan Deposit hingga Rp 245 Juta per Orang untuk Visa Turis dan Bisnis |
![]() |
---|
Khawatir PHK Massal, Seruan Moratorium Kenaikan Cukai Rokok Menguat |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.