Jumat, 19 September 2025

APJII Desak Pemerintah Segera Bikin Regulasi untuk OTT Asing untuk Jaga Kepentingan Nasional

OTT mengacu pada layanan media, seperti video streaming atau pesan instan, yang disampaikan melalui internet

Penulis: Choirul Arifin
Editor: Eko Sutriyanto
dok. Tribun Kaltim./Nevrianto Hardi Prasetyo
REGULASI OTT - Sekretaris Jenderal Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) Zulfadly Syam. APJII mendesak Pemerintah segera membuat regulasi untuk mengatur penyelenggaraan bisis digital over the top (OTT) oleh perusahaan asing di Indonesia. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sekretaris Jenderal Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) Zulfadly Syam mengatakan, infrastruktur digital yang dibangun oleh operator telekomunikasi di Indonesia sudah tersebar. 

Berdasarkan survei APJII 2024, penetrasi internet di Indonesia sudah mencapai 79,50 persen. Namun, penetrasi internet yang sangat tinggi ini masih dinikmati oleh penyedia layanan over-the-top (OTT) asing.

Bahkan, yang menikmati infrastruktur yang dibangun oleh operator telekomunikasi nasional anggota APJII tersebut merupakan OTT asing yang belum memiliki infrastruktur atau entitas hukum tetap di Indonesia.

OTT mengacu pada layanan media, seperti video streaming atau pesan instan, yang disampaikan melalui internet, bukan melalui penyedia layanan tradisional seperti televisi kabel atau operator seluler.

Istilah ini juga bisa merujuk pada konten yang dikirimkan melalui platform lain, seperti aplikasi atau situs web, tanpa melibatkan infrastruktur atau jaringan milik operator. 

Baca juga: Kedaulatan Digital Diperlukan, Pakar Soroti Regulasi OTT yang Masih Lemah

Menurut Zulfadly, maraknya OTT yang beroperasi di Indonesia ini lantaran regulasi yang dibuat pemerintah terhadap industri digital dan penguatan ekosistemnya terbilang sangat lemah. 

Kelemahan ini menciptakan permasalahan baru yang sampai saat ini tidak diantisipasi pemerintah. Zulfadly memberi contoh, hingga saat ini OTT asing yang melakukan kegiatan usaha di Indonesia tidak memberikan kontribusi kepada negara, seperti tidak membayar pajak.

Mereka hanya sekadar mendaftarkan perusahaannya sebagai penyelenggara sistem elektronik.

"OTT adalah satu lapisan saja dari arsitektur digital. OTT asing berkembang di Indonesia karena infrastruktur internet sudah dikembangkan anggota APJII. OTT asing hanya melewati infrastruktur tanpa memberikan kontribusi apa pun, baik untuk anggota APJII maupun negara. Apakah itu adil bagi bangsa Indonesia?" kata Zulfadly.

Zulfadly mengatakan, saat ini fokus utama anggota APJII adalah meningkatkan pemerataan internet dan meningkatkan kualitas internet Indonesia. Saat ini kemampuan mengakses OTT asing adalah sesuatu hal yang diinginkan masyarakat setelah melek internet.

Jika pemerintah tidak memiliki konsep yang kuat terhadap OTT, menurut Zulfadly, maka penyedia internet hanya akan mempersiapkan jaringan untuk OTT asing tersebut.

Padahal, sumber daya operator telekomunikasi di Indonesia seperti frekuensi dan bandwidth terbatas. Namun, trafik data dari OTT terus mengalami peningkatan eksponensial.

Perusahaan penyedia layanan OTT asing menginginkan akses internet dengan kualitas yang bagus. Untuk mendapatkan akses internet yang berkualitas, anggota APJII harus meningkatkan frekuensi dan bandwidth.

Untuk meningkatkan frekuensi dan bandwidth, anggota APJII harus melakukan investasi yang nilainya tidak sedikit.

"Harga internet diharapkan makin murah, sedangkan untuk dapat mengakses OTT asing juga membutuhkan bandwidth ke luar negeri dengan kapasitas besar, tentu memerlukan biaya lebih," kata Zulfadly.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan