Kamis, 11 September 2025

Kedaulatan Digital Diperlukan, Pakar Soroti Regulasi OTT yang Masih Lemah

Pakar menilai regulasi OTT masih lemah dan belum menjamin kedaulatan digital Indonesia di tengah dominasi platform asing

Penulis: Reynas Abdila
net/dignited.com
KEDAULATAN DIGITAL - Ilustrasi layanan Over The Top (OTT). Pengamat telekomunikasi Kamilov Sagala menegaskan bahwa demi menegakkan kedaulatan digital di Indonesia, pemerintah perlu segera memberlakukan regulasi tegas terhadap layanan Over The Top (OTT) asing yang dinilai masih longgar dan rawan disalahgunakan.  

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Pengamat telekomunikasi Kamilov Sagala menegaskan pentingnya penegakan kedaulatan digital di Indonesia. Ia menilai pemerintah harus segera memberlakukan regulasi yang tegas terhadap layanan Over The Top (OTT) asing yang saat ini dinilai masih longgar dan membuka celah penyalahgunaan.

"Kalau OTT ini dibiarkan tanpa regulasi tegas, kita seperti membiarkan rumah kita dimasuki orang asing. Mereka bebas jualan dan memanen data tanpa izin. Pemerintah wajib hadir melindungi ruang digital," ujar Kamilov dalam keterangannya, Senin (21/7/2025).

Menurutnya, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 46 Tahun 2021 tentang Pos, Telekomunikasi, dan Penyiaran, sebenarnya sudah cukup jelas dalam mengatur penyelenggara OTT asing yang beroperasi di Indonesia. Namun, implementasi dari aturan tersebut dinilai belum berjalan sebagaimana mestinya.

"Sayangnya, PP 46/2021 ini belum dijalankan secara konsisten. Akibatnya, OTT asing seperti platform pesan, video on demand, atau media sosial bisa beroperasi bebas tanpa kontribusi maupun pengawasan serius," ujarnya.

Kamilov mengingatkan bahwa persoalan regulasi OTT bukan sekadar menyangkut aspek ekonomi, tetapi juga menyentuh keamanan digital nasional dan perlindungan data masyarakat.

Tanpa pengawasan yang jelas, potensi ancaman seperti penyebaran hoaks, kejahatan digital, hingga gangguan keamanan negara bisa makin sulit dikendalikan.

"Bayangkan jika terjadi penyebaran hoaks atau teror digital lewat OTT asing yang tidak terdaftar atau tidak bisa dimintai pertanggungjawaban. Ini bukan hanya soal bisnis, ini soal kedaulatan," tegasnya.

Baca juga: Polemik Kuota Internet Hangus, ATSI: Tidak Ada Pelanggaran Regulasi

Ia pun mendorong pemerintah, terutama Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) dan lembaga legislatif, untuk segera memperkuat regulasi dan memastikan semua penyedia OTT asing mematuhi ketentuan nasional.

"Negara jangan kalah di rumah sendiri," pungkas Kamilov.

Menkomdigi Bantah Rencana Pembatasan WhatsApp Call dan VoIP

Di sisi lain, Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) Meutya Hafid membantah isu yang menyebut pemerintah berencana membatasi layanan panggilan suara dan video berbasis internet (VoIP), termasuk WhatsApp Call. Ia memastikan kabar tersebut tidak benar dan hanya menimbulkan keresahan di masyarakat.

“Saya tegaskan, pemerintah tidak merancang ataupun mempertimbangkan pembatasan WhatsApp Call. Informasi yang beredar tidak benar dan menyesatkan,” kata Meutya di Jakarta, Sabtu (19/7/2025).

Ia menjelaskan, Kementerian Komdigi memang menerima sejumlah usulan dari asosiasi industri seperti Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) dan Mastel. Namun, usulan itu sebatas masukan dan belum pernah dibahas di forum pengambilan keputusan.

Menkomdigi juga menyampaikan permintaan maaf atas munculnya keresahan publik, serta telah menginstruksikan jajarannya untuk melakukan klarifikasi menyeluruh dan memastikan tidak ada kebijakan yang mengarah pada pembatasan layanan digital.

Baca juga: Komdigi Ingatkan, Teknologi AI Tak Bisa Gantikan Peran Dokter

Sementara itu, Direktur Strategi dan Kebijakan Infrastruktur Digital Komdigi, Denny Setiawan, menyoroti ketimpangan kontribusi antara operator jaringan dan penyedia OTT. Ia menyebut operator telah melakukan investasi besar untuk membangun infrastruktur, sementara OTT seperti WhatsApp belum memberikan kontribusi sepadan.

Sebagai catatan, VoIP (Voice over Internet Protocol) merupakan teknologi yang memungkinkan panggilan suara dan video dilakukan melalui jaringan internet. Teknologi ini digunakan oleh berbagai aplikasi populer seperti WhatsApp, LINE, Skype, Zoom, hingga Google Meet.

Sekilas Kamilov Sagala

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan