Kamis, 13 November 2025

Kebakaran Hutan dan Lahan

Kemenhut Akui Warga Sengaja Bakar Lahan karena Tanahnya Lebih Subur dan Harga Jual Tinggi

Kemenhut mengakui masyarakat sengaja melakukan pembukaan lahan dengan cara dibakar (pembakaran lahan).

Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Dewi Agustina
Tribunnews.com/Danang Triatmojo
KARHUTLA - Kepala Sub Direktorat Penanggulangan Kebakaran Hutan Kemenhut, Israr Albar (tengah) dalam konferensi pers penanganan kejahatan hutan dan kebakaran lahan, di Kantor Kemenhut, Jakarta, Rabu (23/7/2025). Kementerian Kehutanan (Kemenhut) mengakui masyarakat sengaja melakukan pembukaan lahan dengan cara dibakar (pembakaran lahan). 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Kehutanan (Kemenhut) mengakui masyarakat sengaja melakukan pembukaan lahan dengan cara dibakar (pembakaran lahan).

Sebab pembukaan lahan dengan cara dibakar punya tanah yang lebih subur sehingga berpengaruh pada harga jual yang lebih tinggi, ketimbang penyiapan lahan lewat cara tradisional atau manual.

Baca juga: Karhutla Ancam Danau Toba, Pimpinan Komisi VII DPR Serukan Aksi Kolektif

Anggapan ini yang membuat masyarakat kerap kali memakai praktik terlarang itu demi pundi-pundi rupiah, tanpa memikirkan dampak negatif dari perbuatannya.

"Ini juga jadi tantangan sebetulnya karena memang menurut masyarakat ketika sudah dibakar itu menjadi subur, anggapannya seperti itu. Sehingga itu naik harganya begitu," kata Kepala Sub Direktorat Penanggulangan Kebakaran Hutan Kemenhut, Israr Albar saat konferensi pers penanganan kejahatan hutan dan kebakaran lahan, di Kantor Kemenhut, Jakarta, Rabu (23/7/2025).

Selain itu berdasarkan penelitian Prof Heri Purnomo dari Pusat Penelitian Kehutanan Internasional (CIFOR) mengenai kebakaran hutan dan lahan di Riau, juga mendapati temuan serupa. 

Dalam hasil penelitian pada kasus karhutla di Riau itu, juga didapati harga lahan berwarna hitam akibat pembakaran yang disengaja, dengan faktor ekonomi dalam hal ini harga jual yang cukup tinggi.

Baca juga: Karhutla Riau 2025: Petugas Padamkan Api di Rohil, Pelaku Pembakaran Ditangkap di Kuansing

"Saya kira juga ada penelitian dari Prof Heri Purnomo dari CIFOR, yang juga meneliti mengenai Riau, bahwa ketika masyarakat telah membakar lalu ini dijual, ini lebih tinggi (harga lahan). Itu ada penelitian yang bisa dicek nanti dari Prof Heri Purnomo," katanya.

Israr mengatakan, berdasarkan temuan di lapangan juga, kerap didapati kemunculan tiba-tiba spanduk berisi nomor telepon dengan tulisan ‘dijual’ pada lahan-lahan yang telah terbakar. 

Hal ini kembali menguatkan bahwa praktik pembukaan lahan dengan cara dibakar adalah cara masyarakat mendapatkan nilai ekonomi yang lebih tinggi.

"Ketika sudah terjadi kebakaran, di daerahnya kan sudah hitam ya. Jadi tanahnya itu kan sudah hitam, lalu di situ biasanya akan muncul adalah nomor HP, dijual," jelas dia.

Kemenhut menegaskan praktik semacam ini tidak bisa dibenarkan karena tindakan membakar lahan sama saja melenyapkan semua biodiversitas yang ada di dalam tanah. 

Selain itu pembakaran juga berdampak pada hilangnya tangkapan air tanah, dan meniadakan evapotranspirasi atau siklus air pada tanah dan tanaman.

"Ini nggak benar karena ketika misalnya dibakar berarti semua vegetasi kemudian semua biodiversitas yang ada di tanah itu kan hilang. Dampak kebakaran terhadap tanah itu menghilangkan evapotranspirasi. Untuk apa? Penangkapan air dari tanah itu juga berkurang. Jadi sebetulnya kalau menurut kami pengalaman di lapangan begitu. Ini juga tidak baik sebetulnya, Tapi itulah," pungkas dia.

Manusia Dalang Utama Karhutla

Sekretaris Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Kehutanan Kemenhut, Lukita Awang mengungkap faktor kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang terjadi di Indonesia sebagian besar akibat ulah tangan manusia, ditambah faktor cuaca panas ekstrem. 

"Faktor kebakaran hutan itu memang faktor manusia. Ditambah cuaca yang sangat panas," kata Lukita.

Bukan cuma di Indonesia, kejadian kebakaran hutan dan lahan di negara-negara ASEAN umumnya juga karena faktor antropogenik atau perbuatan manusia. 

Bahkan berdasarkan keterangan sejumlah pakar kebakaran hutan, karhutla yang terjadi di lahan gambut 100 persen akibat perbuatan tangan manusia yang memang sengaja dilakukan untuk tujuan pembukaan lahan secara instan.

"Pakar kebakaran, menyampaikan kalau untuk di kasus gambut, kebakaran di gambut, bisa jadi 99 persen, bahkan sampai 100 persen. Ini adalah karena antropogenik. Dari faktor manusia," katanya.

4.749 Hektare Lahan Terbakar

Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Kehutanan (Ditjen Gakkumhut), Kementerian Kehutanan, mengatakan sampai Juli 2025 tercatat ada 941 frekuensi operasi penanganan kejadian kebakaran hutan dan lahan (karhutla) dengan luas area yang ditangani 4.749 hektare.

"Sampai semester ini ada 941 upaya pengendalian kejadian kebakaran hutan, areal yang ditangani 4.700-an hektare," kata Sekretaris Direktorat Jenderal Gakkumhut, Lukita Awang dalam konferensi pers, di Kantor Kemenhut, Jakarta, Rabu (23/7/2025).

Kebakaran hutan bisa terjadi karena berbagai faktor, baik alami maupun ulah manusia. 

Di Indonesia, lebih dari 90 persen kasus kebakaran hutan disebabkan oleh aktivitas manusia.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved